Sebab, jika mau jujur, yang menjadi kehendak rakyat saat ini sangat jelas dan terang benderang tak menghendaki kenaikan harga BBM.
Jokowi-JK berhasil terpilih sebagai pasangan presiden adalah hasil demokrasi, dan diusung oleh partai yang “bertitel” demokrasi, tetapi mengapa setiap mengambil kebijakan selalu melangkahi nilai-nilai demokrasi?
Di belahan dunia mana pun, “gudang-gudang” tempat penyimpanan rumus dan teori yang telah dipraktekkan tidak ada yang membenarkan pandangan bahwa dengan menaikkan harga BBM bersubsidi di saat rakyatnya masih banyak yang susah bisa mengurangi dan menurunkan angka kemiskinan. Tidak itu!
Penurunan rumus kenaikkan harga BBM tetap menghasilkan bertambahnya jumlah warga yang menderita karena menjadi miskin, dan ujung-ujungnya bahkan sangat berpotensi meningkatkan jumlah kriminalitas serta tindak kejahatan lainnya di tengah-tengah masyarakat sosial karena tercekik masalah ekonomi yang makin susah. Sebab, pemerintah hanya bisa dan pandai menaikkan harga BBM tetapi tidak mampu menyediakan jalan keluar terhadap dampak buruk dari kenaikkan harga BBM tersebut.
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang akan dibagi-bagikan sebagai kompensasi terhadap kenaikan harga BBM itu tidaklah bisa mengatasi masalah kemiskinan. Bahkan, dengan penerapan “Trikartu” itu malah bisa membuat angka kemiskinan semakin meningkat.
Sehingga itu, Pemerintah Jokowi-JK, terutama Menteri ESDM belumlah terlambat untuk berhenti melakukan pembohongan dan tipu-tipu dengan memaksakan kehendak sendiri dalam menaikkan harga BBM ini. Ingatlah dan percayalah apa yang dikatakan Presiden BJ. Habibie, “saya jamin kenaikan BBM membuat rakyat yang tadinya tidak miskin jadi miskin.”
Tetapi apabila Pemerintah Jokowi-JK bersama para menterinya (termasuk menteri ESDM itu) tetap ngotot pada pendirian dan pandangannya yang terbilang sangat sesat dan keliru mengenai subsidi BBM itu, maka itu sama dengan ingin membunuh rakyat bawah. Sebab, mencabut (mengurangi) subsidi BBM dengan cara menaikkan harganya itu sama saja dengan mencabut “jantung” ekonomi rakyat hingga menimbulkan “pendarahan” hebat di mana-mana karena seluruh harga kebutuhan hidup menjadi naik dan sangat sulit dijangkau. Dan bahkan bisa menambah angka pengangguran melalui PHK akibat biaya produksi ikut meninggi seiring kenaikan harga BBM tersebut.
Kalau memang pemerintah betul-betul menyakini, bahwa dengan menaikkan harga BBM menurunkan angka kemiskinan, maka sebaiknya pemerintah menaikkan sekalian harganya sampai Rp 1 juta per liter, biar rakyat miskin benar-benar cepat “berkurang” alias mampus. Karena sudah pasti dengan menaikkan harga BBM setinggi-tingginya diyakini memang bisa “memberantas” orang-orang miskin di negeri ini. Buat pemerintah, mari kita ucapkan: Selamat Mengurangi (Memberantas) Orang-orang Miskin”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H