Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keberpihakan Sudah Salah Arah, Rizal Ramli Ajak Jokowi Kembali ke Trisakti

6 Desember 2014   00:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:57 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAKYAT lebih tertarik memilih Jokowi pada Pilpres 2014 kemarin bukan karena Jokowi bagai dewa yang hebat dan super-power.

Dengan jujur harus disadari dan diakui, bahwa Jokowi bisa menjadi pilihan karena selain mampu tampil ndeso dan lugu, kemenangan Jokowi juga boleh dikata adalah sebagai akibat kejenuhan rakyat yang telah lama mengendap terhadap karakter kepemimpinan yang diperagakan SBY selama dua periode.

Artinya, rakyat sesungguhnya telah jenuh dan lelah selama 10 tahun di bawah kepemimpinan presiden SBY yang punya karakter yang nampak tampan, perkasa dan berwibawa, namun wajah ekonomi bangsa Indonesia di ujung pemerintahannya tidak setampan, seperkasa dan tidak sewibawa sebagaimana yang diharapkan. Atau dengan kata lain, kemenangan Jokowi “diuntungkan” oleh adanya kejenuhan rakyat terhadap kepemimpinan SBY.

Selain itu, kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 kemarin juga karena Jokowi memang berhasil meyakinkan rakyat, bahwa dirinya adalah sosok pembawa ajaran Trisakti dari Soekarno, yakni melalui PDIP sebagai parpol oposisi yang bertindak membela kepentingan wong cilik selama 10 tahun.

Sayangnya, Jokowi bersama parpol pengusung utamanya melakukan kekeliruan fatal. Jokowi yang dinilai masih “steril” itu dimajukan sebagai Capres berpasangan dengan seorang pedagang (pengusaha) tulen yang juga mantan wapres (mantan pemerintah) yang pernah PDIP protes keras karena ngotot menaikkan harga BBM, yakni berturut-turut  pada tahun 2005 dan 2008 silam, yaitu Jusuf Kalla (JK).

Ketika itu, PDIP tetap menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Kenaikan itu dinilai menyalahi prosedur karena tidak dikonsultasikan kepada DPR hingga final. Hal itu dikatakan Ketum DPP PDIP Megawati usai Rakor dan pemantapan Kongres PDIP di Hotel Ina Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Senin (21/3/2005).

Bukan cuma itu, JK bahkan pernah melontarkan statement keras, bahwa negara ini bisa hancur jika Jokowi dimajukan sebagai capres.

Dan kini, sepertinya Indonesia memang benar-benar sedang menuju ke ambang kehancuran. Yakni kehancuran ideologi (UUD 45, Pancasila, dan Trisakti). Di sana ada Pasal 34, terutama ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.  Tapi nyatanya, negara ingin lepas tangan dengan ingin melakukan pengurangan atas subsidi BBM, listrik, elpiji dan lain sebagainya.

Juga di bidang ekonomi, yang nampaknya menjauh dari penekanan ajaran Trisakti yang menghendaki keberdikarian dalam bidang ekonomi, di mana negara asing  kini makin nampak diberi keleluasaan untuk menguasai ekonomi bangsa ini.

Salah satunya dengan menaikkan harga BBM jenis premium oktan 88 yang dijual oleh SPBU Pertamina dengan harga Rp.8.500/liter, ini cuma beda tipis dengan harga premium oktan 92 (setara Pertamax) di SPBU Shell milik asing dengan harga Rp.9.500/liter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun