Selain itu, menurutnya, perusahaan BUMN dikerahkan untuk mencari utung dengan memeras rakyat, misalnya dengan menaikkan tarif listrik, menaikkan harga gas, manaikkan harga pupuk, menaikkan tarif jalan tol, menaikkan bunga kredit, dengan menggunakan berbagai alasan dan argumentasi.
“Sekarang! Ketika utang BUMN menumpuk, APBN yang notabene bersumber dari pajak rakyat justru dikeruk untuk membailout (menyubsidi) BUMN ? Dan apakah ini merupakan ambisi bagi-bagi “jatah” mega proyek pemerintahan Jokowi kepada pemilik modal di sekelilingnya?” ujar Salamuddin bertanya-tanya.
Seirama dengan hal tersebut, Uchok Sky Khadafi selaku Pengamat anggaran politik menegaskan, suntikan modal dari negara kepada BUMN berdasarkan RAPBN perubahaan 2015 sebesar Rp.72,9 Triliun tersebut sangat besar dan mahal sekali.
Uchok pun menilai, hal ini mengindikasi, pertama, BUMN pada pemerintah Jokowi dilakukan “penggemukan” dengan cara penambahan modal sebesar-besarnya agar dapat dijual kepada investor dengan harga semurah murahnya.
Kedua, kata Uchok, memang ini untuk menambah modal BUMN, tetapi hanya untuk mengakomodasi pendukung orang orang Jokowi yang belum mendapat jabatan di pemerintahaan.
Artinya, dengan ada penambahan suntikan modal ini kepada 40 BUMN, diharapkan “mereka” puas mendapat gaji dan tunjangan atas jasa “mereka” saat pilpres 2014 kemarin.
Dan ketiga, katanya, dana BUMN diduga untuk modal politik sebagai tawar-menawar dalam politik kepada partai-partai politik yang galak atau oposisi kepada pemerintah Jokowi.
“Artinya, dana BUMN ini kemungkinan untuk menjadi bancakan politisi partai dan pejabat negara,” ungkapnya.
Padahal menurut Uchok, dari kurun waktu 2010 - 2013, negara menggelontorkan anggaran PMN ke BUMN sebesar Rp.269,7 Triliun, namun keuntungan yang disetor oleh para BUMN tersebut kepada negara hanya sebesar Rp.123 Triliun.
Bila melihat bantuan atau alokasi untuk subsidi, katanya, pemerintah Jokowi melakukan pengurangan besar besaran. Di mana terjadi penurunan alokasi subsidi pada APBN 2015 sebesar Rp 414,6 Triliun, dan pada RAPBN-Perubahaan 2015 hanya sebesar Rp 232,7 Triliun.
“Jadi, penurunan subsidi ini cukup drastis, dan rakyat harus menarik nafas panjang, karena kebutuhan subsidi untuk rakyat tidak akan mencukupi lantaran penurunan sampai sebesar Rp.181,9 Triliun,” katanya.