Mohon tunggu...
Dewi Amsika IF
Dewi Amsika IF Mohon Tunggu... Mahasiswa - MHS Unikama_210402080001

Mahasiswa Unikama

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Dengan Pendidikan Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui

23 Juni 2023   18:34 Diperbarui: 23 Juni 2023   18:38 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bukan dua hal yang mudah untuk dilakukan dalam satu waktu. Tapi itu adalah apa yang dilihat dan harus menjadi nyata. Karena imajinasi berawal dari kenyataan. Maka bukan masalah untuk mewujudkan imajinasi, selama masih dalam ranah memungkinkan. Tapi bukan berarti tidak mungkin.

Karena pendidik menulis sejarahnya sendiri, maka tidak masalah jika orang lain yang menulis sejarahnya. Karena menulis adalah apa yang sedari kecil dilakukan, sulit untuk melepasnya begitu saja. Meski menulis tidak lagi tradisional, mengarungi ombak laut tidak lagi mengejutkan untuk melalui dua tiga pulau. Karena yang masih kental adalah, perasaan yang tersampaikan dalam menulis.

Karena menulis apa yang dirasakan. Karena menulis apa yang dipikirkankannya. Kedua hal itu menjadikan sedikit lebih mudah untuk berimajinasi.

Apa yang kurang adalah berkembangnya menulis. Bagiamana merangkai imajinasi agar sampai kepada pembaca. Bagaimana merakit kata agar menghindari kesalahpahaman. Imajinasi saja tidak cukup kuat membuktikannya. Karena itu imajinasi didasarkan pada fakta.

Penulis tidak hanya fokus pada bagaimana ia menuliskan apa yang dirasa dan dipikirkan. Tapi bagaimana tulisan itu layak untuk dibaca oleh orang lain. Bagaimana tulisan itu bisa diterima oleh orang banyak, adalah apa yang perlu dikembangkan dalam menulis.

Jika memang ingin mengarungi dua tiga pulau sekaligus, lebih baik mengetahui apa yang belum dicapai. Lebih baik mengenal kelemahan sendiri.

Meski terlalu sering untuk mendengar kata ‘pada akhirnya akan jadi guru’. Mungkin memang tidak salah karena latar belakang menimba ilmu. Tapi mungkin memang tidak benar karena bukan itu saja akhirnya.

Sudah terbiasa dengan perkataan ‘terpaksa mengambil sastra Bahasa Indonesia’, karena ada bahasa sendiri. Tapi bahasa sendiri tidak semudah bagaimana berucap setiap hari.

Pada akhirnya, apa yang didengar dan kebiasaan menjadi apa yang dipilih. Tidak ada yang salah untuk memilih guru dan mempertahankan kebiasaan kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun