Mohon tunggu...
Amrudly
Amrudly Mohon Tunggu... -

hai saya orangnya gk jelas hidupnya. mencoba kemana saja. yang penting happy. kalau bisa ... kunjungi blog saya ya... amrudly.com gamgadget.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjuangan Seorang Ayah Demi Anaknya

30 Oktober 2016   11:41 Diperbarui: 30 Oktober 2016   11:50 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Mama bagaimana dengan anak kita?”

“Hmm … nilainya bagus pa. Cuman ya … uang sekolahnya agak mahal sih. Apalagi ini mendekati UN.”

“Kira-kira berapa yang dibutuhkan?”

“Segini pa,” istri Budi memberikan sebuah kertas kecil disertai dengan angka. Untuk sekilas Budi cukup terkejut. Angka yang dilihatnya lumayan besar tapi dengan cepat dia tersenyum.

“Tenang saja ma, papa akan mencarikan uangnya.”

Budi bukanlah orang kaya dan juga bukan berpendidikan. Dia hanyalah tamatan SMA yang berusaha menyambung hidup. Dia mempunyai seorang anak. Anaknya membutuhkan banyak sekali biaya untuk sekolahnya. Budi jarang melihat anaknya karena bekerja keras. Tapi dia selalu membayangkan anaknya bakal sukses.

Budi selalu berangkat pagi-pagi pukul 5 pagi. Dia bekerja di salah satu perusahaan. Jabatannya tidak penting karena gajinya sangat kecil. Maka dia terpaksa mencari penghasilan lain. Alhasil setiap pukul 12 malam dia kembali ke rumah. Istrinya selalu setia menunggu kepulangannya.

Setelah sampai ke rumah dia sangat lelah. Dia ingin sekali bercanda dengan anaknya tapi tidak bisa. Dia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya. Anaknya juga sudah tidur kelelahan.

Begitulah sehari-harinya. Budi selalu bekerja keras sehingga anaknya dapat bersekolah dengan baik. Anaknya juga berprestasi. Dan anaknya … berpikir kalau Budi tidak menyayanginya.

“Ma, Andri berangkat sekolah dulu ya,” Andri langsung menyalam mamanya.

“Andri nggak pamit pada papamu?”

“Tidak usah ma. Papa itu tidak sayang Andri,” kata Andri judes dan dia pun berlalu. Sebenarnya Budi mendengar perkataan anaknya. Budi sekilas sakit hati namun dia tersenyum kembali.

“Bagaimana dengan Andri? Kelihatannya dia semakin besar.”

“Iya pa. dia menjadi anak yang pandai.”

“Bagaimana dengan biaya sekolahnya?”

Istri Andri memberikan sebuah kertas kecil. Ketika Budi melihat angka yang tertera dia cukup terkejut. Nominalnya sangat besar. Tapi dengan cepat dia tersenyum.

“Baiklah, biar papa carikan. Papa ingin Budi menyelesaikan sekolahnya dan menjadi anak pandai.”

Budi semakin bekerja keras lagi. Dia bahkan beberapa kali pingsan di tempat kerjanya. Dalam mimpinya selalu bermimpi melihat anaknya bakal menjadi anak pandai.

***

Sekarang Andri telah berumur 26 tahun. Andri telah menjadi orang sukses. Dia telah menyelesaikan pendidikannya. Dan … dia hanya berterimakasih hanya kepada mamanya. Dia tidak berterimakasih kepada papanya.

“Andri, kenapa kamu membenci papa?”

“Sudah jelas bukan? Papa itu tidak pernah sayang kepada Andri. Setiap pagi dia pergi ke rumah dan pulang tiap malam. Dia hanya di rumah ini hanya beberapa jam saja. Dia tidak pernah bercanda dengan Andri. Dan dia tidak pernah menatap muka Andri.”

“Bukan seperti itu Andri.”

“Jadi apa maksudnya ma? Papa selama ini sayang gitu kepada Andri? Kalau papa sayang kepada Andri seharusnya papa sering melihat Andri. Bukan menelantarkan Andri!” kata Andri lalu pergi meninggalkan rumah. Budi mendengar pembicaraan itu. Sekilas dia memang sakit hati. Tapi dengan cepat dia menenangkan hatinya.

***

Ketika Andri berumur 30 tahun, Budi sudah tua. Dia sudah tidak sanggup bekerja lagi. Dia kini terbaring lemah. Istrinya menjaga Budi.

“Hehe bagaimana dengan keadaan Andri?” tanya Budi kepada istrinya.

“Pa, Andri sekarang sudah sukses. Dia kini mempunyai rumah yang mewah dan punya mobil pa. walaupun mobilnya jadi pajangan juga.”

“Haha ternyata Andri telah berhasil ya. Oh ya, bagaimana dengan istrinya?”

“Istrinya baik sekali pa. Sifatnya mirip sekali dengan mama loh.”

“Syukurlah. Sekarang aku bisa tenang. Biarkan Andri tidak mencintai papanya. Yang penting aku berhasil menyekolahkannya dan menjadi anak pandai,” kata Budi sambil menutup mata.

Sumber : bacacerpen.net

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun