Mohon tunggu...
Amrina Rosyada
Amrina Rosyada Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswi Program Doktor Ilmu Pendidikan Bahasa UNNES

Amrina telah menulis berbagai artikel ilmiah yang telah dipublikasikan di berbagai jurnal nasional dan internasional. Baginya, writing is inspiring.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tiga Dimensi Pendidikan Keluarga untuk Generasi Emas Indonesia

15 Mei 2022   08:02 Diperbarui: 15 Mei 2022   08:05 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedudukan keluarga di Indonesia menjadi perhatian penting di negeri ini bahkan dikukuhkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 39 tahun 2014. 

Keluarga merupakan fondasi pertama dan utama dalam membangun satu bangsa. Membangun bangsa dimulai dari membangun karakter bangsa, yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya, yang menjadikan satu bangsa itu unik, unggul dan maju. 

Dimulai dari sebuah keluarga, satu proses berkelanjutan terus dilakukan dalam membangun karakter terbaik seorang anak. Sebuah proses yang membutuhkan relasi positif dan lingkungan positif dalam keluarga demi membangun generasi terbaik di masa mendatang.

Dalam membangun relasi positif dan lingkungan positif keluarga, ada tiga dimensi utama yang dibutuhkan yaitu dimensi Communication, Time, dan Love (CTL).

Ketiga dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, saling bertaut dan saling melengkapi untuk dapat diimplementasikan secara berkelanjutan. Proses yang terus berkelanjutan tersebut diharapkan mampu membangun lingkungan positif pada setiap keluarga.

Dimensi Communication (Komunikasi) sesungguhnya telah dibangun sejak janin masih di dalam kandungan seorang Ibu. Dengan Bahasa Positif berupa doa dan harapan yang baik, yang dikomunikasikan kepada anak sejak dalam kandungan akan terekam dan membentuk kepribadian anak bahkan terbawa sampai dewasa (Stack et al., 2010). 

Ketika anak itu lahir, maka komunikasi dengan anak disesuaikan dengan sifat anak, jenis kelamin anak, dan sejalan dengan tingkat usianya. Bahasa yang digunakan tentunya tidak akan sama ketika berkomunikasi dengan anak di usia 3 tahun dengan anak di usia 15 tahun.

Begitu pula ketika berkomunikasi dengan anak yang pemalu, tentu berbeda dengan gaya komunikasi kepada anak yang terbuka. Tentunya, komunikasi yang digunakan kepada anak perempuan juga berbeda dengan komunikasi untuk anak laki-laki.

Dimensi Time (Waktu) adalah dimensi yang tidak mungkin diabaikan; meskipun pada faktanya, dimensi waktu ini sering kali menjadi kendala dalam hiruk pikuk kehidupan keluarga di perkotaan. Yang perlu disadari adalah bahwa waktu kita bersama anak ketika masih bayi, tidak akan pernah terulang ketika anak beranjak dewasa. 

Oleh karena itu, sediakan waktu yang khusus bagi anak Anda, dan Anda dapat benar-benar sepenuhnya hadir di waktu yang telah disepakati (Coatsworth et al., 2010). 

Pastikan Anda meninggalkan jejak, kenangan baik yang dapat menjadi kenangan indah, menjadi hikmah bagi anak. Dan, pastikan Anda hadir di dalam kenangan anak Anda ketika mereka telah dewasa.

Dimensi terakhir adalah dimensi Love (Cinta), dimensi yang membalut dimensi komunikasi dan dimensi waktu dalam satu bahasa yang sejujurnya mampu diungkapkan dan dipahami dengan sederhana. 

Cinta sejatinya adalah dominasi seorang Ibu kepada anaknya. Cinta penuh kelembutan dari seorang Ibu menjadi alasan sekaligus arah dalam mengasuh dan mendidik anaknya.

Cinta Ibu adalah cinta tanpa syarat, cinta tanpa lelah, cinta yang tidak mengharap kembali, dan cinta yang tak akan lekang dimakan waktu. Cinta Ibu akan mampu mengubah nasib anaknya dalam ungkapan kata dan untaian doa (Rosyada & Ramadhianti, 2019). 

Cinta Ayah adalah cinta penuh kekuatan, cinta yang mengajarkan tentang ketegasan dan kejujuran. Cinta Ayah mengajarkan anak untuk mampu memilih, membuat keputusan, mampu mempertanggungjawabkannya. 

Boleh jadi, ada banyak orang yang datang dan pergi dalam kehidupan seorang anak manusia, orang-orang yang memberi warna dalam dirinya. Namun, sejatinya keluarga adalah orang pertama dan utama yang akan direkam dan ditiru. 

Dan dengan mengimplementasikan ketiga dimensi tersebut di setiap keluarga, semoga setiap keluarga dapat menciptakan lingkungan yang positif untuk mendidik dan membangun keluarga yang berkarakter positif. 

Karakter positif yang dimiliki setiap keluarga ini akan menjadi ciri unggul generasi mendatang (Brock-Utne, 2018). Tidak hanya sebatas ciri unggul, namun sekaligus sebagai modal utama dalam menghasilkan generasi emas di masa mendatang, generasi yang akan melanjutkan pembangunan nasional di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun