Mohon tunggu...
Inview
Inview Mohon Tunggu... Freelancer - Indonesia View

Cara lain melihat Indonesia dari yang tidak penting menjadi penting. Ditulis dengan bebas dan tetap dalam kaedah jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"M"

24 November 2015   09:02 Diperbarui: 24 November 2015   10:17 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka semua itu ada dan nyata. Tapi nama dibuat samaran. Itu bermula dari perjalanan panjang seorang anak lugu dari pelosok negeri ini. Indonesia namanya. Den (Den, panggilan akrab orang jawa untuk anak dibawahnya)  apa password HP-mu. Namaku sediri jawabnya. Yaumil mulai mencoba memasuki password namanya. Tapi nihil tiada hasil. Akhirnya dia menyerahkan HP tersebut kepadanya. Ini lo, 7415369. Jika digabungkan angka tersebut akan membentuk sebuah huruf di HP yaitu “M”, itulah namanya.

M seorang pemuda asal Aceh timur yang sokolah di sebuah penguruan tinggi di Jakarta. Dia tidak pernah bermimpi untuk kuliah di Jakarta. Karena tidak mungkin bisa, dia adalah seorang anak yang sudah tidak memiliki bapaknya lagi. Siapa yang akan menanggung biayanya. Sedangkan ibunya untuk adek-adeknya sekolah saja tidak ada. Tuhan yang maha kuasa telah menakdirkan dia untuk bisa kuliah walau itu pahit dalam perjalanannya.

Sebelum duduk dibangku kuliah M dulunya adalah seorang anak yang idiot. Waktu sekolah di SD Negeri Kp. Masjid dia menjadi barang tertawaan teman-temannya disekolah. Bahkan dijadikan sebagai tempat latihan karate padanya. Ditendang, dipukuli, itu semua sudah biasa dirasakannya setiap hari pulang sekolah. Sisi keidiotannya. Tuhan memberikannya kecerdasan untuk berpikir maju kedepan. Sehingga tidak heran kalau dia bisa meraih rangking dikelas.

 Setelah lulus SD dia dikirim dan merantau ke Kota Lhoksuemawe dan disana dia diterima di sebuah yayasan panti asuhan. Disana M juga mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu penghinaan, pelecehan dan sebagainya. Terutama masalah bahasa. Dia seorang anak kampong yang tentunya belum bisa bahasa Indonesia. Hal ini pun menjadi barang tertawa anak-anak di sekolahanya di Lhokseumawe.

Walaupun kurang dalam bahasa tapi dengan kecerdasan dan keidiotannya dia berhasil menyaingi yang laian. Terutama yang latar belakang kota, dia juga bisa meraih rangking yang memuaskan di kelas. Hari berganti malam, minggu berganti bulan. Tanpa terasa dia sudah lulus dari MTs.Swasta yang ada di Lhokseumawe dengan nilai yang memuaskan.

Kelulusan yang memuaskan ini, tentunya bisa masuk ke sekolah favorit di Lhokseumawe yaitu SMA Negeri 1 Lhokseumawe. Namun terhalang dia telat pulang dari pelosok Aceh Timur Kampung Masjid namanya. M akhirnya di tawarkan tiga sekolah swasta yang masih menerima siswa baru. SMA Swasta sudah terkenal dengan kenakalan siswanya. Sehingga anak idiot seperti dia pasti akan mati jika masuk kesana. Karena kuda-kuda karatenya tidak ada. MA Swasta yang baru mendaftar satu siswa sangat mengharapkan dia untuk masuk kesana.

Dengan berbagai rayuan dibujuk oleh guru-gurunya agar dia mau bergabung dengan MA swasta. Tapi menerutnya tidak mungkin karena M sudah tamat dari MTs Swasta ditempat yang sama. Dan pasti kakak-kakak kelas MA Swasta itu pasti akan lebih leluasa untuk mengerjainnya, kerena mereka sudah kenal diwaktu MTs dulunya. Dalam kebingungannya antara Pondok Pensantren Modern atau MA Swasta. Dia sendiri yang harus bisa memutuskan.

Pondok Pesantren Modern yang dikenal dengan berbagai hafalan tentu akan menyurutkan niatnya. Karena dia adalah anak idiot yang tidak kuat akan hafalan dan bahasa. Namun apa boleh buat pilihan satu-satunya yang aman untuk bisa sekolah Cuma pondok pesantren Modern yang ada Kampung Jawa Baru. Ihyaaussunnah namanya. Keputusan dan tekatnya sudah bulat untuk bisa masuk kesana.

Hari-hari di Pondok Pesantren dia habiskan sebagian waktu untuk belajar. Namun dia lupa akan satu hal, dia tidak tau dirinya adalah seorang santri. Sehingga seluruh pelajaran pondok tidak ada yang memuaskan. Baik bahasa Arab, Bahasa Inggris, maupun Al-Qur’an kacau semuanya. Dia salah alamat singgah di Pondok Pesantren.

Suatu hari dibulan suci Ramadhan. Anak-anak Pondok Pesantren di tuntut untuk mengikuti program hafalan Al-Qur’an. Termasuk dia juga harus mengikutinya. Usaha dalam hafalannya tidak membawa hasil karena dia belum sadar bahwa dia adalah seorang santri bukan siswa. Usahanya dalam menghafal al-Qur’an gagal. Walaupun pada awalnya sudah ada niat. Berhubung tidak sesuai target. Sehingga para gurunya menuduhnya sering keteledoran dalam menghafal.

Kata-kata yang menyakitkan pun keluar. “Jak keunoe kon jak toh pajoh mantoeng” (Jalan kesini bukan untuk makan dan berak saja.)  begitulah kata yang dikeluarkan yang seharusnya tidak mungkin dikelurkan untuknya. Pasti hatinya hancur, karena dia adalah anak yatim dan termiskin kampunya. Ini mengambarkan kalau dia tidak bisa makan kalau bukan disana. Walaupun itu adalah cara untuk mendidik dia, agar focus pada hafalan Qur’an, namun kebencian telah terciptakan dengan kata-kata demikian. Sehingga tidak mungkin membuat hasilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun