Baby Blues dalam Pengertian Umum
Baby Blues syndrom saat ini sedang menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri. Baby blues syndrom sendiri adalah bentuk ringan dari masalah psikologis yang biasanya dialami oleh ibu yang baru saja melahirkan.
Dalam bukunya, Mengenal Baby Blues dan Pencegahannya (2016), Afin Murtiningsih, S.Psi, menuliskan bahwa baby blues adalah sebuah istilah yang diperuntukkan bagi sebuah perasaan sedih tanpa dasar yang terjadi setelah seorang wanita melahirkan bayinya. Pada bab pertama yang terdapat dalam buku tersebut, Dr. Santoso, Sp.O.G, seorang dokter kandungan yang juga merupakan dokter penulis, menyebutkan bahwa baby blues adalah depresi ringan yang bisa dialami oleh setiap wanita usai melahirkan. menurut beliau, hal tersebut wajar dialami karena lebih dari 50% wanita mengalaminya.
Sedangkan menurut Masruroh (2013) baby blues adalah periode pendek kelabilan emosi sementara, yang ditandai dengan mudah menangis, mudah marah, perasaan cemas, dan juga kelelahan yang berlebihan yang dialami ibu, biasanya terjadi menjelang akhir minggu pasca persalinan pertama.
Ibu biasanya lebih emosional dan sensitif yang dipicu oleh perubahan hormon setelah melahirkan yang bercampur dengan stres, rasa sakit setelah melahirkan, perasaan kesepian, kurangnya kesiapan, kurang tidur, atau juga kelelahan sebab jam istirahat yang biasanya terpotong untuk mengurus si kecil yang baru lahir. Anak bayi yang cenderung aktif saat malam hari, membuat ibu lebih sering terjaga untuk menemani si bayi yang biasanya rewel dan sulit untuk tenang. Kondisi ini biasanya dapat mengurai waktu ibu untuk beristirahat.
Di Indonesia sendiri, sudah banyak sekali media yang memberitakan kasus-kasus baby blues syndrome yang dialami oleh ibu, terutama para ibu muda. Selain beberapa penyebab di atas, usia dan kesiapan mental yang kebanyakan terbilang muda dan kurang siap untuk memiliki anak juga dapat memicu alasan si ibu untuk terkena baby blues.
Baby Blues dan Postpartum Depression
Biasanya, baby blues terjadi dua atau tiga hari setelah melahirkan dan akan selesai kurang lebih dalam dua minggu, atau akan terjadi selama beberapa minggu dan menghilang dengan sendirinya. Namun, apabila baby blues sudah berlarut dan terjadi dalam jangka waktu yang lama, bisa jadi itu adalah postpartum depression (PPD) yang bisa dikatakan sebagai kondisi lanjut dari baby blues. Postpartum depression sendiri adalah kondisi di mana penderita merasa putus harapan, merasa tidak bisa menjadi ibu yang baik, hingga sampai tidak mau mengurus anak.
Tidak hanya ibu, ayah juga rentan terkena postpartum depression yang paling sering terjadi 3-6 bulan setelah bayi lahir.
Penyebab postpartum depression kurang lebih hampir sama dengan penyebab baby blues. Namun, biasanya kondisi ini disebabkan oleh kombinasi faktor fisik dan emosional. Anggota keluarga yang menderita depresi, kesulitan menyusui anak, atau belum siapnya usia dan mental untuk memiliki anak.
Pengaruhnya terhadap Tumbuh Kembang Anak.
Baby blues yang sudah masuk dalam tahap postpartum depression dapat menyebabkan ketertarikan ibu terhadap anak berkurang termasuk menjadi malas menyusui ASI untuk si bayi. Mengutip dari halodoc.com, hal ini dapat berdampak pada proses tumbuh kembang anak sebagai berikut;
- Kurang optimalnya tumbuh kembang pada otak bayi, sebab ASI memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang berguna untuk perkembangan otak bayi agar lebih optimal. Kekurangan ASI eksklusif juga membuat bayi rentan mengalami stunting atau kondisi kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
- Kedua, kurangnya ikatan batin ibu dan anak, yang mana ikatan tersebut sangat penting untuk perkembangan dan juga kesehatan emosional anak. Bayi yang merasa tidak terhubung dengan ibu melalui menyusui ASI mungkin mengalami stres dan kecemasan.
- Risiko seperti gangguan perilaku dan emosional dan kemampuan bicara anak yang terhambat.
Selain itu, anak akan cenderung memiliki kesulitan untuk berinteraksi dengan ibu seiring dengan pertumbuhannya nanti, memiliki masalah tidur, mengalami perkembangan yang terhambat, anak cenderung menjadi pendiam atau pasif, munculnya rasa tidak percaya diri pada anak, dan anak cenderung kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H