Mohon tunggu...
Marvin Laurens
Marvin Laurens Mohon Tunggu... -

anak pantai, tukang bakar ikan di pinggir pantai sambil melihat senja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merawat nilai-nilai Hidup Orang Basudara di Maluku dari bangku sekolah

19 Mei 2017   23:32 Diperbarui: 19 Mei 2017   23:39 3840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selalu ada yang pertama dalam setiap kesempatan begitu perkataan seorang bapak yang kece. Baik itu belajar naik sepeda, kemudian naik pangkat ke mengendarai motor, dan kemudian mobil. Asalkan di beri sedikit ruang untuk kesempatan itu dalam memulai. Demikian juga dengan menulis, melihat suatu rujukan lomba yang disampaikan oleh teman, maka saya mencoba mencemplungkan di dalam dunia tulis menulis. Sebagai suatu awal saya mencoba menulis sebuah penulisan yang bersifat Argumentative Essay. Masih jauh dari kesempurnaan, namun seperti opa berkata selalu ada yang pertama dalam melakukan segala sesuatu.

  Didalam diri manusia terdapat kearifan lokal (local wisdom) yang merupakan hasil karya para tetua dari berbagai suku bangsa. Dalam Kamus Inggris-Indonesia John M. Ecols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom berarti kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan local) dapat dipahami sebagai gagasan setempat yang bersifat bijaksana, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Dapat juga kita lihat makna pendidikan yang merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat.

  Belajar adalah aspek penting dalam menghasilkan kebijakan, proses pembelajaran tersebut bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Dengan demikian kita mengharapkan pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyarakat.

  Melalui kearifan budaya lokal juga kita dapat belajar untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang berguna untuk masyarakat pada level lokal. Baik di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat. Dalam kearifan lokal terkandung pula kearifan budaya lokal. kearifan budaya lokal menghasilkan  pengetahuan lokal yang sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya. Dideskripsikan dalam tardisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Proses ini menjadikan kearifan budaya lokal sebagai sumber energi yang potensial dan sistem pengetahuan yang kolektif masyarakat, untuk hidup bersama secara dinamis dan damai dalam harmoni.

  Kearifan budaya lokal dapat dikemas, dipelihara dan dilaksanakan dengan baik. Bisa berfungsi sebagai alternative pedoman hidup manusia. Mengapa nilai-nilai ini begitu penting, karena nilai-nilai kearifan budaya lokal ini dapat digunakan sebagai filter dalam menyaring nilai baru atau asing, serta resolusi konflik, dan juga pembangunan masyarakat Maluku pada masa yang akan datang. Nilai-nilai ini tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa Maluku, maka melalui kearifan budaya lokal dapat kita jaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam dan sesama manusia. Selain itu kearifan budaya lokal juga dapat menjadi benteng kokoh menanggapi modernitas dengan tidak kehilangan nilai-nilai lokal yang telah mengakar dalam komunitas masyarakat Maluku.

  Kearifan budaya lokal sudah ada di dalam kehidupan masyarakat sejak zaman prasejarah. Kearifan budaya lokal merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam, dan lingkungan. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi berpendapat, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Komponen inilah yang disebut jati diri.

  Kita memiliki kearifan budaya lokal yang sangat banyak dan beraneka ragam. Maluku sendiri, yang terdiri dari begitu banyak kepulauan, terdapat budaya daerah lokal, bahasa yang beraneka ragam sesuai dengan pulau-pulau yang berbeda-beda, dan juga adat istiadat yang berbeda. Satu nilai luhur yang telah berada di dalam kehidupan masyarakat Maluku adalah Pela-Gandong, budaya sasi (larangan mengambil produk dari alam untuk jangka waktu yang telah ditetapkan), budaya dalam seni (tarian dan lagu-lagu daerah), serta petuah-petuah dari leluhur dalam kapatha.
   
  Nilai tersebut telah menjadi dasar hidup dan jati diri orang Maluku. Maluku sempat mengalami konflik sosial SARA pada tahun 1999 telah membuat orang Maluku tercerai-berai, terpecah-belah, dan porak-poranda, akibat permasalahan SARA. Maluku kembali bangkit dan mulai kembali kepada nilai-nilai dasar hidup orang Maluku yang telah di ajarkan secara turun temurun yaitu Pela-Gandong. Adpun nilai-nilai dari  kearifan lokal ini dapat berperan di dalam resolusi konflik yang terjadi di Maluku.

  Kearifan budaya lokal masih harus berjuang dengan tantangan seperti; jumlah penduduk, teknologi modern dan budaya pop yang tanpa disadari, serta kemiskinan dan kesenjangan sosial. Adapun prospek kearifan budaya lokal pada masa depan sangat dipengaruhi oleh masayarakat, inovasi teknologi serta berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta peran masyarakat lokal. Pada saat yang sama, generasi muda berjuang mengenal identitas mereka.

  Pendidikan berbasis kearifan lokal bergunan agar mengajarkan peserta didik untuk dapat berhadaan langsung dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Pendidikan berbasis kearifan budaya lokal merupakan pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi kecakapan siswa dalam pengembangan hidup. Hal ini sangat perlu dilestarikan dan dijaga. Karena membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa serta melestarikan identitas sebagai anak-anak Maluku.

  Kearifan budaya lokal dapat ditanamkan dan diajarkan kepada para pelajar sehingga nilai-nilai keluhuran yang baik, berbudi pekerti, sopan santun dan disiplin menjadi dasar perilaku mereka, yang mereka dengan sendirinya akan menjadi karakter dalam diri para pelajar. Setiap manusia memiliki potensi bawaan yang termanifestasi setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan karakter atau nilai-nilai kebajikan. Filsuf terkenal Cina Confisius, menyatakan bahwan anak pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisansi setelah anak dilahirkan maka anak dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi.

  Sosialisasi dan pendidikan masyarakat sangat berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan baik ditengah keluarga, sekolah dan lingkungan tempat anak bertumbuh. Sekolah dan keluarga menjadi sarana yang sangat penting dalam pembentukan karakter seorang individu. Jika seorang individu memiliki nilai-nilai budi pekerti, sopan santun dan disiplin maka dapat dilihat individu tersebut dapat memiliki karakter dengan moral dan mental yang baik serta positif karena dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.  Potensi karakter yang baik tersebut harus terus menerus di bina melalui kehidupan sosial dan pendidikan.

  Di Maluku banyak keunikan dan beragam budaya, dalam bentuk seni sampai jiwa sosial dalam persaudaraan dan juga kepemimpinan yang telah ditinggalkan oleh para leluhur. Misalnya kepemimpinan para raja maupun kapitan yang dikenal dengan sosok yang cinta tahan air, serta membela rakyat yang tertindas. Mulai dari Sultan Nuku, Sultan Babullah, Kapitan Pattimura, Kapitan Yongker, Kapitan Telukabessy serta pejuang wanita Christina Martha Tiahahu sampai kepada Nona Saar Sopacua. Selain itu pelestarian budaya kearifan lokal juga termasuk penggunaan bahasa daerah. Bahasa daerah merupakan satu bentuk dari budaya dan adat istiadat yang termasuk dalam bingkai pelestarian kebudayaan daerah yang perlu dilestarikan, dijaga dan ditumbuhkembangkan.

  Pendidikan mengajarkan kebiasaan individu dalam cara berpikir dan berperilaku, dapat membantu individu tersebut dalam kehidupannya bersama keluarga, masyarakat dan bernegara. Dengan demikian, pendidikan berbasis kearifan lokal dapat membantu kita membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

  Kearifan budaya lokal khususnya di Maluku begitu penting dalam pengembangan pendidikan, karena kearifan budaya lokal Maluku merupakan produk masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup dan tertanam dalam jati diri orang Maluku. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terdapat dan terkandung di dalamnya sangat universal. dan juga memiliki nilai tentang bagaimana hidup dalam harmoni.

  Di tahun 2004 yang lalu terjadi pergantian kurikulum 2004 dengan kurikulum tahun 2006 dan kemudian pada tahun 2006 pemerintahan mengganti dengan kurikulum tahun 2013 yang banyak menuai kritikan. Dimana pelajaran muatan lokal lebih bersifat kearajinan tangan seperti; menyulam, menjahit, dan memasak. Apa yang salah dengan nilai-nilai budaya daerah lokal yang perlahan hilang di telan arus moderenisasi yang seolah mulai menyingkirkan peajaran-pelajaran seputar budaya daerah setempat. Serta nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para leluhur secara turun temurun baik dalam bentuk seni maupun nilai-nilai seputar etika dalam karakter sebagai manusia sosial.

  Ada istilah pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum pendidikan, namun pemaknaannya sangat formal karena muatan lokal kurang mengapresiasi dan mengeksplorasi kearifan budaya lokal itu sendiri. Jika kita melihat kepada muatan lokal di beberapa sekolah di kota Ambon yang hanya sebatas menjahit, menyulam dan memasak yang diajarkan kepada siswa. Dapat diketahui bagaimana tantangan yang begitu kompleks yang dihadapi sekolah. Apalagi jika kita meihat kemajuan dibidang sains dan teknologi, yang mana telah mampu menggeser nilai-nilai lokal. karena itu eksplorasi kekayaan leluhur budaya sendiri sangat perlu untuk dilakukan.

  Nilai-nilai yang terkandung dalam konteks ke-Maluku-an mengajarkan anak-anak belajar tentang kejujuran, disiplin dan menghargai perbedaan. Dalam falsafah hidup orang Maluku, perbedaan agama atau etnik tertentu tidak menjadi masalah. Nilai-nilai ini perlu ditanamkan dan diajarkan sejak dini agar generasi muda dapat belajar dan membiasakan diri hidup di tengah keberagaman. Kita juga dapat melihat gejala dekulturisasi atau pemudaran budaya lokal dalam berbagai bentuk. Salah satu contohnya dalam penggunaan bahasa daerah. Jika kita melihat penggunaan bahasa daerah di Maluku, dapat ditemukan situasi yang sangat menyedihkan. Anak-anak yang berasal dari daerah-daerah penutur asli bahasa daerah mereka masing-masing terkadang malu menggunakan bahasa daerah jika bertemu dengan saudara, teman atau kerabat di tengah orang ramai.

  Kota Ambon pun menjadi ibukota provinsi yang memiliki permasalahan menyedihkan di dalam penggunaan bahasa daerah. Kemampuan siswa di Ambon dalam berbahasa daerah sesuai dengan daerah mereka sangat rendah. Siswa cenderung dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang membuat mereka malu berbahasa daerah, sehingga kesadaran akan budaya mereka menjadi rendah. Pada saat seseorang kehilangan akan identitas daerah maka tanpa disadari orang tersebut kehilangan jati diri.
  Bukan saja soal bahasa, namun dalam beretika, orang Maluku terkenal sopan-santun dan berbudi pekerti luhur sesuai ajaran para leluhur, namun perlahan-lahan hilang tergerus arus kehidupan modern.

  Keluarga, sekolah, maupun lingkungan sangat berperan penting dalam pengembangan kecakapan hidup dengan berpijak pada kearifan budaya lokal. Nilai-nilai hidup orang saudara yang sering disebut dalam ungkapan laeng sayang laeng, artinya hidup rukun bersaudara saling menyayangi satu dengan yang lainnya. Manusia dengan nilai keluhuran akan sang pencipta semesta didalam satu satuan kosmologis yang erat hubungannya dengan hidup harmonis bersama-sama hasil ciptaannya. Demikian sumber daya alam berupa sasi, larangan untuk tidak mengambil suatu jenis produk dari alam untuk jangka waktu tertentu dengan maksud untuk melestarikan alam baik hewan maupun tumbuhan. Juga nilai-nilai dalam menghormati orang tua-tua atau orang yang lebih tua. Hampir di seluruh daerah Maluku terdapat penghormatan kepada orang tua-tua. Hal ini tentu saja dapat menjadi alat belajar mengajar yang di eksplorasi baik oleh guru maupun oleh siswa.

  Sekolah menjadi lembaga pendidikan formal yang mampu melakukan upaya dan program agar potensi kearifan budaya lokal dapat diangkat kembali sebagai alat resolusi konflik. Pelatihan dan pembiasaan dalam proses pembelajaran di sekolah bisa melibatkan guru, orang tua serta lingkungan komunitas-komunitas terkait, dapat membantu dalam melestarikan kearifan budaya lokal. Para siswa yang datang ke sekolah tidak bisa dianggap begitu seperti gelas kosong yang mudah diisi. Siswa tidak seperti tanah liat yang bisa dibentuk sesuai keinginan guru. Mereka sudah membawa nilai-nilai budaya yang sudah di dapat dari lingkungan keluarga dan masyarakatnya. yang bijaksana harus dapat menyertakan nilai-nilai kearifan lokal mereka di dalam proses pembelajaran. Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris maupun muatan lokal-seni budaya, dapat menugaskan siswa membuat karangan tentang potensi wisata tempat asal mereka masing-masing, sehingga ada keterlibatan siswa di dalam proses  belajar yaitu dimana siswa berusaha untuk mencari tahu dan mengetahui potensi tempat-tempat di daerah asalnya yang dapat dijadikan objek wisata. Bagi guru sejarah juga dapat menugaskan kepada siswa untuk membuat cerita tentang legenda atau mitos  yang terdapat di daerah asal mereka.
  
  Untuk tingkat SD, guru dapat menggunakan metode seperti mendongeng atau bercerita dengan menyertakan gambar, boneka, iringan music dan miniatur rumah adat serta pembawaan guru yang menarik. Dengan metode ini tentu saja dapat membuat guru begitu mudah menanamkan pengajaran kearifan budaya lokal. Guru yang kurang memahami makna kearifan lokal, cenderung kurang sensitif terhadap kemajemukan budaya setempat.  

  Hambatan lain juga yaitu biasanya muncul dari guru yang mengalami lack of skill, akibatnya mereka kurang mampu menciptakan pembelajaran yang menghargai keberagaman budaya daerah. Untuk guru yang sudah memahami tentang pentingnya kearifan budaya lokal, melalui wadah tulisan-tulisan di blog yang kepada siswa untuk mereka dapat dibaca sehingga mereka juga dapat mengetahui lebih banyak tentang budaya Maluku.

  Secara psikologis, pembelajaran berbasis kearifan lokal memberikan sebuah pengalaman psikologis kepada para siswa. Dampak psikologisnya bisa terlihat dari rasa keingintahuan melalui pertanyaan yang diajukan, presentasi di kelas dan juga komunikasi dengan masyarakat sebagai akibat dari tugas yang diberikan guru. Dengan kata lain, pemanfaatan lingkungan ini dapat membuat kebutuhan sosialnya terpenuhi, dapat  mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan perilaku individu tersebut. Faktor lingkungan ini disebut sebagai faktor empiris yang memiiki makna pengalaman.

  Secara politik dan ekonomi pembelajaran berbasis kearifan budaya lokal dapat memberikan sumbangsih. Untuk kompetensi dalam mengenal persaingan dunia kerja. Dari segi ekonomi pembelajaran seperti ini dapat memberikan contoh nyata kehidupan sebenarnya kepada siswa untuk mengetahui kegiatan yang memenuhi kebutuhan hidup. Pada akhirnya siswa dididik dan dipersiapkan untuk mengahadapi kehidupan dunia nyata, yang menuntut keterampilan dan kompetensi tinggi. Para siswa juga harus mampu berpikir dan terlibat didalam proses kreatif sehingga melahirkan gagasan untuk pengembangan potensi daerah Maluku, baik dalam bidang wisata, kuliner maupun produk-produk kerajinan tangan serta potensi usaha kelautan. Dengan demikian banyak sekali potensi-potensi daerah yang bisa digali.

  Pembelajaran berbasis kearifan lokal dapat mengarahkan siswa untuk lebih menghargai warisan budaya Maluku. Sekolah tidak hanya menjadi tempat untuk membantu peserta didik menjadi generasi yang berkualitasdarisegi kognitif, tetapi juga harus membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai ke-Maluku-an.

  Kearifan budaya lokal mengandung banyak sekali ketauladanan, kebijaksanaan, hidup dalam kerharmonisan dengan alam dan sesama manusia. Pentingnya kearifan budaya lokal dalam pendidikan kita secara luar adalah bagian dari upaya untuk meningkatan ketahanan nasional orang Maluku sebagai suatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara substansial, kearifan budaya lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari. Manusia sebagai makhluk integral merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta memiliki perilaku tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua semua kehidupan di alam semesta serta Nilai-nilai kearifan budaya lokal yang terkandung di dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati, diperhaktikan, diajarkan, dan diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya, sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia seharihari, baik terhadap alam maupun terhadap sesama manusia melalui nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para leluhur dari suatu priode yang panjang. Maka dari itu adalah penting untuk orang Maluku hidup di dalam harmoni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun