Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mari! Gunakan Bahasa Ibu

21 Februari 2022   20:48 Diperbarui: 21 Februari 2022   20:57 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat kata "pakintaki"? Kawan-kawan pembaca, lema tersebut tetiba viral beberapa pekan lalu dan hingga kini penggunaannya masih sangat masif, minimal di kalangan Suku Makassar. Karena viral, orang ramai-ramai mencari makna kata tersebut. 

Di media sosial, begitu banyak orang yang memberikan pemaknaan terhadap kata yang dilontarkan oleh pemuda dari Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan tersebut. Bahkan, beberapa ahli bahasa daerah memberikan jawaban sesuai dengan pemaknaan dan sudut pandang masing-masing.

Hal ini menggambarkan bahwa begitu banyak penutur bahasa ibu/daerah Makassar yang tidak lagi aktif menggunakan bahasa ibunya/daerahnya dalam komunikasi sehari-hari. 

Kasus ini pula menandakan bahwa bukan sesuatu yang tidak mungkin jika bahasa daerah di negara kita ini lambat laun akan mengalami kepunahan. Kemendikbud mencatat, saat ini, ada 11 bahasa daerah yang telah punah dan 25 bahasa daerah lainnya berada di ambang kepunahan.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Sebagai penutur aktif bahasa ibu, bahasa Makassar, saya akan menuliskan opini pribadi beberapa hal yang bisa dilakukan agar bahasa ibu terus hidup dan berkembang dalam masyarakat. 

Perlu dipahami bahwa bahasa ibu merupakan bahasa daerah atau bahasa lokal yang didasarkan pada keberagaman suku. Artinya, setiap orang yang lahir dari suku tertentu akan menggunakan bahasa suku tersebut sebagai bahasa komunikasi pertama atau bahasa ibu.

1.  Gunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi

Hal sederhana yang bisa kita lakukan dari diri masing-masing adalah menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi. Minimal, komunikasi yang dilakukan di rumah masing-masing.

Jika orang tua (ayah-ibu) semuanya menguasai bahasa daerah dan menggunakannya dalam komunikasi di rumah, pastilah anak-anak pun akan menggunakan bahasa daerah tersebut dalam komunikasinya. 

Orang tua tidak perlu mengajarkan bahasa daerah secara khsus kepada anak-anak mereka. Cukup dengan berkomunikasi, pelestarian bahasa ibu/daerah tersebut akan terjadi secara turun temurun. Yuk, gunakan bahasa daerah di rumah masing-masing.

2.   Menerbitkan bacaan berbahasa daerah

Saat ini begitu sulitnya kita menemukan buku cerita berbahasa daerah. Pun jika ada, biasanya buku tersebut disusun dengan tujuan khusus. Misalnya, sebagai buku pegangan mata pelajaran atau sebagai proyek penulisan di Balai Bahasa. Seharusnya, pemerintah menargetkan proses penerjemahan buku-buku cerita anak ke dalam bahasa daerah. 

Kita juga terkadang menemukan buku cerita dengan judul daerah tertentu, tetapi bahasa yang digunakan dalam buku tersebut bukanlah bahasa daerah.  Terkadang hanya nama tokoh dan nama tempat yang diambil dari daerah tersebut.

3.  Menyelenggarakan kegiatan berbahasa daerah

Komunitas-komunitas atau lembaga-lembaga yang membidangi bahasa daerah harus menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berbahasa daerah. Misalnya penulisan cerpen berbahasa daerah. Kegiatan pidato berbahasa daerah. 

Sebagai contoh di Sulawesi Selatan, tahun 2021, Balai Bahasa melaksanakan lomba puisi dan mendongeng berbahasa daerah. Kegiatan tersebut diikuti oleh perwakilan kabupaten yang lolos seleksi. 

Menurut pengamatan saya, kegiatan tersebut ampuh sebagai upaya mempertahankan dan mengembangkan bahasa daerah. 

Selain itu, saat ini ada beberapa kabupaten yang mengambil kebijakan mewajibkan hari tertentu dalam satu pekan untuk berbahasa daerah di satuan pendidikan dan kantor-kantor pemerintahan. 

4.  Menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di satuan pendidikan

Bagian keempat ini menjadi bagian penting. Jika hal ini bisa dilakukan, harapan akan keberlangsungan bahasa daerah masih begitu cerah. 

Bayangkan, jika bahasa daerah menjadi pelajaran wajib sejak SD, dilanjutkan hingga SMP dan SMA. Artinya, ada 12 tahun waktu bagi kita untuk menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa yang wajib dikuasai oleh peserta didik. Akan tetapi, ada sedikit masalah pada bagian ini. 

Saat ini, sesuai pengalaman saya, sekolah begitu sulit untuk mendapatkan tenaga pengajar bahasa daerah. Jadilah guru mata pelajaran lain, yang dianggap mampu berbahasa daerah, diberikan beban tambahan untuk mengajarkan mata pelajaran tersebut. Akibatnya? Pasti pembelajaran tidak berlangsung secara maksimal. Oleh karena itu, ke depan, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah.

Nah, itulah renungan sederhana bagaimana peran yang harus kita emban sehingga 718 bahasa daerah yang ada di bumi pertiwi bisa terus tumbuh. PAKINTAKI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun