Tulisan ini saya awali dengan mengutip surat edarana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang mengeluarkan Surat Edaran tentang Larangan Penggunaan Kemasan Air Minum Berbahan Plastik Sekali Pakai dan/atau Kantong Plastik di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Surat edaran tersebut dikeluarkan dalam rangka melaksanakan komitmen Pemerintah lndonesia untuk memerangi sampah plastik.
Dalam Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2019 itu, Mendikbud meminta agar pejabat dan pegawai Kemendikbud tidak menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan sampah, seperti piring, gelas, kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai, dan/atau kantong plastik di lingkungan kerja masing-masing.
Kemudian di dalam pelaksanaan kegiatan rapat, sosialisasi, pelatihan, dan kegiatan sejenis di kantor, tidak menggunakan pembungkus makanan atau kemasan minuman plastik.
Selain itu, di setiap ruang kerja/ruang pertemuan/ruang rapat/aula harus tersedia dispenser dan/atau teko air minum, dan gelas minum.
Mendikbud juga mengimbau seluruh pegawai Kemendikbud untuk meningkatkan penggunaan peralatan makan dan minum yang terbuat dari kaca, melamin, keramik, dan rotan.
Pegawai juga diharapkan membiasakan diri dengan penggunaan botol minum/tumbler sebagai alat minum, dan membawa alat makan pribadi. Aktivitas jual beli di area kantin Kemendikbud juga harus dapat meningkatkan penggunaan kantong yang dapat digunakan kembali (reusable bag).
Surat edaran tersebut juga mencantumkan imbauan agar mengurangi penggunaan spanduk, backdrop, baliho, dan media iklan lainnya yang berbahan plastik pada kegiatan rapat, sosialisasi, pelatihan, dan kegiatan sejenis lainnya.
Pimpinan tiap unit kerja diharapkan dapat melakukan sosialisasi terhadap pegawai di unit kerja masing-masing mengenai larangan penggunaan kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai dan/atau kantong plastik. (Desliana Maulipaksi)
Itulah isi surat edaran Mendikbud yang saya salin dari laman kemdikbud.go.id.
Surat edaran tersebut menjadi sesuatu langkah nyata dalam menjaga bumi kita. Seluruh lembaga yang berada dalam naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mesti menyambut baik hal tersebut dan segera mencari, mendiskusikan, dan menentukan pola pelaksanaannnya di instansi masing-masing.
Bagaimana SMA Negeri 9 Gowa menerapaknnya.
Mungkin saja, sudah ada beberapa instansi-instansi, termasuk sekolah, yang telah menerapkan gaya hidup tersebut sebelum Mendikbud mengeluarkan surat edaran.
Akan tetapi, sekolah kami yang baru menerapkan, tak apalah berbagi dan saling mengajak untuk kegiatan yang baik ini. SMA Negeri 9 Gowa yang terletak tak jauh dari Ibu Kota Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan berusaha semaksimal mungkin menerapkan kebijakan positif ini. Kegiatan diawali dengan sosialisasi kepada seluruh warga sekolah.
Sosialiasi dilakukan oleh kepala sekolah, staf, dan seluruh pendidik. Mereka menjelaskan bagaimana kita semua mesti berperan menjaga keberlangsungan bumi dengan cara yang dapat kita lakukan.
Guru yang mengampuh mata pelajaran berkaitan langsung dengan lingkungan akan menjelaskan lebih lengkap dampak dan akibat yang ditimbulkan ketika kita terus menggunakan plastik atau wadah-wadah yang membutuhkan waktu lama untuk terurai.
Langkah Nyata
Sekolah memanggil para pemilik kantin yang berada di area sekolah. Mereka diberikan penjelasan mengenai program dan mendiskusikan solusi yang dapat dilakukan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Para pemilik kantin pun memberikan saran dan tanggapan sehingga mereka dapat tetap melakukan proses jual beli dan program ini dapat dilaksanakan secara bersama. Selesai. Sepakat.
Selanjutnya, penjelasan secara detail dilakukan kepada peserta didik. Seluruh ketua kelas diundang dalam pertemuan khusus. Mereka disampaikan program tersebut sambil mendiskusikan tata cara penerapannya sehingga kebijakan ini efektif. Berbagai macam tanggapan dan saran dari peserta didik.
Mulai dari teguran lisan, kerja bakti, hingga pada penerapan denda jika ada peserta didik yang ditemukan melanggar kebijakan/program ini. "Dendanya dalam bentuk apa?" tanya salah seorang peserta didik. Pihak sekolah tidak menjawab. Memberikan kesempatan kepada peserta didik lain untuk menjawabnya.
Salah seorang peserta didik menyampaikan tanggapan. Dia mengatakan bahwa denda yang diterapkan dalam bentuk uang (nominalnya seribu, dua ribu, dan maksimal lima ribu). Hasil denda tersebut dikumpulkan dan disumbangkan ke masjid. Kurang lebih sejam. Pertemuan itu mencapai kesepakatan.
Seluruh warga sekolah telah komitmen untuk menjaga bumi. Menjaga lingkungan. Kantin-kantin tidak boleh menjual minuman dan makanan yang menggunakan plastik sebagai wadahnya. Pendidik dan peserta didik dihimbau untuk membawa wadah makanan dan minuman dari rumah. Sekolah menyiapkan beberapa sumber air sebagai tempat untuk mencuci wadah yang telah digunakan. Sebagai langkah awal, jika ada yang melanggar, peringatan diberikan.
Selanjutnya, denda diterapkan. Peserta didik yang ditemukan atau mengaku melanggar, secara sukarela membayar denda. Di hari pertama, ratusan ribu uang terkumpul, sebagai denda.
Uang tersebut langsung diserahkan kepada bendahara masjid. Hari kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya, denda semakin menurun.
Memang, sebenarnya, denda itu bukanlah sesuatu yang diharapkan. Denda hanya salah satu jalan untuk selalu mengingat. Berkaitan dengan uang merupakan sesuatu yang sangat mudah untuk diingat. He..he...
Kesadaran pendidik dan peserta didik semakin meningkat. Wadah-wadah minuman dan makanan semakin banyak di kelas. Sampah-sampah semakin sedikit. Kelas-kelas semakin bersih. Kantin pun tetap jalan seperti biasa.
Lalu bagaimana hasilnya?
Dalam jangka pendek, hasil yang dicapai terlihat nyata. Kelas-kelas terlihat semakin bersih. Laci-laci peserta didik yang biasanya dipenuhi dengan pembungkus kerupuk dan gelas-gelas/botol minuman tidak terlihat lagi.
Bekas-bekas kecap di lantai tidak kita temukan pula. Tong-tong sampah yang biasanya penuh sesak sekarang menjadi lebih lowong. Tempat pembuangan akhir sampah di sekolah pun terlihat semakin enak dipandang.
Hanya sampah-sampah berupa kertas dan dedaunan yang banyak terlihat di sana. Sekolah semakin asri, kebersihan semakin terjaga, perasaan semakin nyaman, dan warga sekolah pun terlihat semakin ceria dan sehat.
Dalam jangka panjang, inilah langkah nyata yang kami ambil. Kami melakukan apa yang kami bisa untuk berperan dalam menyelamatkan bumi.
Menjaga bumi tetap lestari harus dimulai dari sekarang, dimulai dari diri masing-masing, dan dilakukan pada hal yang mampu kita terapkan. Percayalah, setiap gerakan kecil kita akan berpengaruh besar dalam keberlangsungan ekosistem bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H