Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Autokritik HGN 2019

5 Desember 2019   13:59 Diperbarui: 5 Desember 2019   14:22 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Selamat Hari Guru. Salam hangat untuk seluruh pendidik di Indonesia. Mari terus belajar

Tulisan ini terlambat saya tayangkan. Hari Guru Nasional telah diperingati sepekan yang lalu, tepatnya 25 November 2019. Di tanggal tersebut, yang tahun ini bertepatan dengan hari Senin, seluruh sekolah diperintahkan untuk melaksanakan upacara memperingati Hari Guru Nasional tahun 2019, sekaligus membacakan sambutan seragam Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang juga agak berbeda tahun ini.

Para guru di hari tersebut mendapat penghargaan. Ada penghargaan dalam bentuk materi, ada yang dalam bentuk bunga sebagai simbol kebahagiaan, dan ada yang sekadar ucapan selamat dari sesama guru dan dari peserta didik mereka.

Kali ini saya akan sedikit menulis kenyataan pahit di dunia pendidikan kita yang sudah berumur semakin dewasa. Tulisan ini merupakan kritikan terhadap diri sendiri dan berharap kritikan ini tidak ada yang terjadi pada kita semua, pendidik seluruh Indonesia.

Autokritik untuk Pendidik

Teks "Pahlawan tanda tanda jasa" telah diganti dengan teks yang lebih terhormat "Pembangun Insan Cendekia". Teks ini menghilangkan anggapan negatif bahwa seorang pendidik itu orang yang miskin, orang yang tidak diberi jasa, dan orang yang sangat diharapkan bekerja ikhlas tanpa imbalan. 

Saat ini, negara telah memberikan kesejahteraan kepada setiap pendidik. Mulai dari gaji bulanan yang disesuaikan dengan golongan mereka. Setiap saat pun diberikan kenaikan gaji berkala sesuai dengan masa kerjanya. 

Sertifikasi pendidik telah diberikan kepada guru tersertifikasi/profesional. Belum lagi daerah-daerah tertentu yang memberikan tambahan penghasilan bagi pendidik dan seluruh pegawai yang ada di daerahnya. Bonus dalam bentuk gaji ke-13 dan THR pun tetap diberikan setiap tahun.

Lalu apakah semua itu berpengaruh positif terhadap profesionalisme pendidik? Jawabannya boleh iya, boleh tidak. Artinya ada pendidik yang bersyukur dengan semua itu dan berusaha untuk meningkatkan profesionalismenya. 

Akan tetapi, tidak banyak juga pendidik yang hanya sibuk menghitung dan merencanakan penggunaan uang yang diberikan oleh negara kepada mereka tanpa sedikitpun berusaha meningkatkan profesioanlismenya. Mereka hanya mengajar dengan cara pertama sejak menjadi guru hingga kini sudah bertahun-tahun mengajar di dalam ruang kelas.

Ada beberapa tipe-tipe pendidik yang mesti berubah saat ini. Sekali lagi, tulisan ini adalah autokritik, artinya, juga mengenai diri saya sendiri sebagai pendidik.

Metode Ceramah dan Tugas

Ini kebiasaan paling klasik. Pendidik masuk ke dalam kelas, menyuruh seluruh siswa diam, menjelaskan materi sesukanya lalu memberikan tugas bertubi-tubi kepada peserta didik.  Semakin susah dan semakin lama tugas yang diberikan dikerjakan oleh peserta didik, semakin dia suka. Selalu saja ada kesalahan bagi peserta didik yang terlalu cepat menyelesaikan tugasnya. 

Metode ini terus dilakukan hingga mengulur waktu sampai bel pergantian pelajaran berbunyi. Bahkan terkadang menganggap peserta didik tidak mampu bekerja dengan baik dan tidak bisa disiplin waktu.

Jika kita, termasuk saya, sering seperti ini marilah berbenah. Tinggalkan cara seperti ini. Jadikan ruang kelas kita lebih bergairah.

Pendidik yang Sibuk Bermedsos di Kelas

Tidak ada larangan bagi pendidik untuk membawa telepon seluler dan segala macam perangkat telekomunikasi yang dimilikinya. Bahkan, diharapkan telepon pintar yang saat ini banyak dimiliki oleh pendidik dapat membantu semakin memaksimalkan metode dan materi pengajarannya. 

Akan tetapi, apa jadinya jika telepon pintar tersebut lebih menyibukkan pendidik untuk bermain dan mengutak atik media sosial. Pendidik pasti mengenal facebook, Instagram,  whatsapp, telegram, bahkan hingga aplikasi tiktok. 

Mari mengecek telepon genggam kita (pendidik) masing-masing. Adakah yang hanya memiliki salah satu dari lima bagian yang saya tuliskan. Saya curiga tidak. Bahkan di antara kita ada yang memiliki semuanya dan atau lebih dari itu. Mari kita instrospeksi diri. Adakah aplikasi-aplikasi tersebut sering kita buka dan gunakan saat mengajar di kelas? 

Jika iya, lanjutkan pertanyaan tersebut dengan Berapa lamakah kita menatap gawai kita masing-masing saat mengajar? Apakah tatapan terhadap gawai tidak mengganggu proses pembelajaran? Atau bahkan terkadang kita baru tersadar sedang bermain gawai pada saat ada peserta didik yang bertanya atau menginformasikan bahwa sekarang waktu istirahat? Mari, simpan gawai kita sementara. 

Gunakan waktu di ruang kelas untuk berkomunikasi dengan peserta didik. Dekati mereka, tanya dengan pelan, dengarkan jawaban mereka, diskusikan, lalu beri penguatan.

Pendidik yang Sering Meninggalkan Kelas

Tipe ini sering terjadi pada diri kita. Jika meninggalkan kelas karena ada tugas lain yang berkaitan dengan status sebagai pendidik, tidak menjadi soal. Berikan tugas kepada peserta didik. Kontrol melalui gawai, guru piket, atau ketua kelas. Pembelajarn tetap berlangsung. 

Akan tetapi, bagaimna jadinya jika seorang pendidik masuk ke dalam kelas, menjelaskan sedikit lalu meninggalkan kelas. Terkadang juga menjelaskan sedikit, memberi tugas, lalu meninggalkan kelas. 

Pendidik menuju ke ruang guru untuk bercerita banyak hal, bermain catur atau tenis meja, dan bahkan sekadar nongkrong sambil minum kopi di taman-taman sekolah atau kantin. 

Perilaku ini mesti kita ubah. Peserta didik mengharapkan kehadiran kita di ruang kelas. Mereka butuh diskusi. Mereka butih kolaborasi. Mereka butuh didampingi secara emosional dalam pembelajaran. Hadirkanlah diri kita di dalam ruang kelas, secara pemikiran dan secara fisik. Yuk!

Pendidik yang Menganggap Diri sebagai Manusia Sempurna

Pendidik yang menganggap diri sebagai manusia setengah dewa juga ternyata masih ada. Menganggap diri sebagai subjek yang serba tahu lalu memosisikan peserta didik sebagai objek yang merupakan ruang kosong yang hanya berhak diisi oleh pendidik. Tidak ada kebenaran terhadap sebuah materi yang diajarkan selain dari mulut sang pendidik. Wow, dunia sudah semakin modern. 

Dunia telah bergerak melampaui kecepatan langkah dan pikiran kita. Peserta didik saat ini berhak dan mampu menemukan informasi dari mana saja. Dari buku, dari perbincangan, dari majalah, dan bahkan paling banyak dari internet. 

Tugas kita sebagai pendidik memberikan penguatan. Mendengarkan informasi dari meraka, membantu memfilter informasi tersebut, dan memberikan penguatan. Yang paling aneh jika pendidik yang merasa sempurna ikut terlibat dalam penyebaran informasi hoaks lalu meyakini informasi itu sebagai sebuah kebenaran yang harus diterima oleh peserta didik dan wajib menularkannya kepada orang lain. Bangun Pak, Bu. Buka internet lalu tanyakan apa saja di sana. Mari Ngopi!

Pendidik yang Malas Mengembangkan Kompetensi

Saat ini sedang berlangsung Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) 2019 terhadap beberapa mata pelajaran. Instruktur telah dilatih berhari-hari.  Dites dan dinyatakan lulus serta diberikan sertifikat sebagai instruktur. Guru mata pelajaran sebagai guru sasaran diwajibkan untuk mengikuti kegiatan tersebut dengan pola in-on. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali. 

Pun setiap pendidik diberikan tugas dalam bentuk Lembar Kerja (LK) yang harus mereka selesaikan. Ada yang antusias mengikutinya. Akan tetapi, tak sedikit juga yang berat dan hanya mengikutinya dengan setengah hati. Andai diberikan pilihan, mereka memilih untuk tidak ikut. Padahal pengembangan kompetensi ini sesuatu yang harus dilakukan. 

Peserta didik setiap saat berubah. Dunia pendidikan selalu mengalami perkembangan. Pejabat dalam tataran pengambil kebijakan selalu melakukan perubahan-perubahan positif dalam tata kelola pendidikan. Lalu apa artinya semua itu jika diaplikasikan dalam dunia nyata oleh para pendidik yang tidak berminat untuk mengembangkan potensi diri. Hay, saatnya terus belajar.

Selamat Hari Guru. Salam hangat untuk seluruh pendidik di Indonesia. Mari terus belajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun