Meliputi senyawa berserat (Methylcelullose dan Psyllium) yang terdiri atas polimer sakarida dari tanaman. Senyawa ini diambil secara parsial dan tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, sehingga serat-serat ini akhirnya masuk ke dalam feses yang menarik lebih banyak air dan membuat feses "membengkak" menjadi massa yang lebih lunak dan besar. Peningkatan ukuran ini merangsang motilitas usus dan feses lebih lunak sehingga mudah dikeluarkan.
Bulk forming agents biasanya baik untuk digunakan sebagai obat sembelit dalam jangka panjang karena tidak memiliki banyak efek samping, tetapi akan tidak cocok untuk penderita obstruktsi usus karena peningkatan massa feses akan memperburuk penyumbatan yang dialami oleh orang tersebut.
2. Stool Softeners (Pelunak Feses)
Meliputi docusate yang dapat dikonsumsi secara oral atau supositoria. Normalnya, air dan lemak tidak dapat bercampur sehingga lemak di dalam feses dapat mencegah masuknya air. Karakteristik docusate sebagai surfaktan yang memiliki bagian kepala bersifat hidrofilik (larut dalam air) dan ekor bersifat hidrofobik (tidak larut dalam air) menyebabkan docusate dapat menonjol pada struktur lipid, sehingga dapat mengganggu tegangan permukaan normal antara air dan lemak yang mengakibatkan air dapat menembus feses dan membuatnya lebih lembek. Docusate memiliki khasiat lebih rendah untuk pengobatan sembelit, tetapi dapat mengobati dan memperlancar keluarnya feses keras yang dialami oleh anak-anak.
3. Osmotic Laxatives
Meliputi pembentuk ion senyawa, seperti magnesium sulfat, magnesium hidroksida, dan sodium fosfat. Osmotic laxtives tidak terserap dengan baik oleh usus sehingga menarik lebih banyak air keluar dari sel-sel di dinding usus melalui osmosis dan meningkatkan jumlah air di dalam lumen. Hal ini dapat meningkatkan motilitas usus yang mendorong feses melalui saluran pencernaan dan membantu feses bercampur dengan air. Osmotic laxatives digunakan untuk mengobati sembelit, membersihkan usus sebelum melaksanakan operasi seperti colonoscopies atau surgeries. Dampak dari konsumsi osmotic laxatives adalah terjadinya kehilangan banyak cairan yang menyebabkan dehidrasi, sehingga obat-obatan ini tidak cocok digunakan untuk penderita jantung, orang yang memiliki kelainan pada elektrolit, dan penderita gagal ginjal.
Adapun alkohol dan gula yang tidak dapat dicerna seperti polietilen glikol dan laktulosa. Laktulosa adalah disakarida sintesis dari galaktosa dan fruktosa, yang tidak dipecah oleh enzim usus sehingga tidak dapat diserap oleh usus yang menyebabkan peningkatan air pada lumen usus melalui osmosis. Ketika di usus halus, laktulosa dipecah oleh bakteri menjadi asam laktat dan asam asetat yang selanjutnya merangsang gerak peristaltik. Laktulosa digunakan untuk mengobati ensefalitis hepatik yang disebabkan oleh disfungsi hepar. Hepar berperan memecah amonia (racun bagi sel-sel otak), sehingga ketika hepar gagal memecahnya, racun-racun tersebut akan menumpuk di dalam tubuh. Namun ketika laktulosa dapat dipecah menjadi asam laktat, maka dapat menurunkan pH di lumen usus yang dapat mendorong terjadinya konversi amonia menjadi ion amonium yang tidak dapat diserap kembali, sehingga dikeluarkan melalui feses. Efek samping utama penggunaan laktulosa adalah perut kembung karena adanya produksi gas metana yang diproduksi oleh bakteri yang memakan obat laksatif tersebut. Obat pencahar diare yang digunakan oleh kelompok kami dalam penelitian termasuk ke dalam kelompok osmotic laxatives, karena di dalamnya mengandung laktulosa.
4. Stimulant Laxatives
Meliputi bisakodil dan senna yang diminum peroral atau sebagai supositoria. Stimulant laxatives bekerja dengan menyebabkan peradangan ringan yang mengiritasi dinding usus halus dan usus besar. Hal ini dapat merangsang kontraksi otot polos yang meningkatkan motilitas usus. Peradangan juga meningkatkan sekresi elektrolit dari sel-sel dinding usus yang menarik lebih banyak air ke dalam lumen usus. Efek samping penggunaan stimulant laxatives di antaranya keram, diare, penurunan cairan elektrolit; karena bersifat iritan. Jika digunakan dalam jangka panjang akan mengakibatkan atonic (lazy/malas) melalukan pekerjaannya di dalam usus sehingga menyebabkan musle tone mengalami penurunan. Adapun senna yang apabila digunakan secara berlebihan akan memicu terjadinya melanosis yaitu perubahan warna menjadi gelap pada dinding usus besar, tetapi bersifat reversible jika pengobatan dihentikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H