Etika komunikasi akan mencoba mencari standar etika apa yang digunakan oleh komunikator dan komunikan dalam menilai di antara teknik, isi, dan tujuan komunikasi (Karimah dan Wahyudin, 2010:74). Menurut Nilsen (Johannesen, 1996), untuk mencapai etika komunikasi perlu diperhatikan sifat-sifat yaitu penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa memandang umur, status, atau hubungan dengan pembicara (komunikan), kemudian penghormatan terhadap ide, perasaan, makna, dan integritas orang lain, sikap suka memperbolehkan keobjektifan dan keterbukaan pikiran yang mendorong kebebasan berekspresi, penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional terhadap berbagai alternatif serta terlebih dahulu mendengarkan dengan cermat dan hati-hati sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.
   Penerapan etika komunikasi diperlukan terkait WhatsApp dikarenakan media mudah memanipulasi dan mengalienasi khalayak, dengan demikan etika komunikasi dapat dan mau melindungi publik yang lemah. Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab. Ketiga, mencoba menghindari sebaik mungkin dampak negatif dari logika instrumental (yang cenderung mengabaikan nilai dan makna). Jika kita berkomunikasi menggunakan WhatsApp dan mengabaikan penerapan etika komunikasi, informasi tersebut akan sangat mudah dipercayai dan terlebih akan diteruskan kepada orang-orang lain. Padahal, informasi tersebut belum tentu benar. Berdasarkan survei Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) bahwa terdapat 7 ragam informasi bohong (hoaks) yaitu tulisan, foto editan, foto dengan caption palsu, video editan (dubbing palsu), video yang dipotong-potong sesuai kebutuhan, video dengan caption plasu, serta berita, foto, atau video lama yang diunggah kembali.
   Maulinda etika komunikasi dalam menggunakan media sosial berhubungan dengan empat hal sebagai berikut:
Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya
Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
   Sebagai contoh: pada saat memberikan komentar pada sebuah kejadian, berikan contoh-contoh yang terjadi pada Negara dan/atau kota dan/atau tempat-tempat lain yang memiliki kejadian yang sama, di samping itu memberikan solusi. Bahkan solusipun dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
Solusi yang memiliki muatan sebagai contoh yang sudah terjadi.
 yang hanya memiliki muatan pendapat pribadi (pada bagian ini, harus berhati-hati agar tidak hanya mengeluarkan sebuah statement yang bernada kasar, menyerang, dan juga seakan- akan mengetahui segala hal).
Jika tidak menyetujui sebuah informasi, maka solusi apa yang dapat diberikan. (Hal-hal positif apa yang bisa menjadi masukan) (Gamayanto, Nilawati, & Suharnawi, 2017)