Mohon tunggu...
ammara nur rokhis
ammara nur rokhis Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hobi traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penyalahgunaan Wewenang oleh Aparat Pemerintah

19 April 2024   13:24 Diperbarui: 19 April 2024   13:24 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kewenangan merujuk pada kekuasaan yang sah disandang atas pejabat pemerintah bersama kata lain penggelar negara di dalam menempatkan simpulan atas menjalankan penanganan dari implementasi pengelolaan pemerintahan suatu negara (Ansori, 2017). Penyalahgunaan wewenang merujuk pada penyalahgunaan kekuasaan atas pemangku jabatan pemerintahan ketika membuat pengesahan ataupun melakukan respons dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini terjadi ketika mereka melampaui kewenangan dan kapasitas semestinya patut dihadiahkan kepada mereka, juga berlaku seadil-adilnya, seperti terkandung pada UU Nomor 30 Tahun 2014 perihal administrasi pemerintahan Pasal 17 juga Pasal 18(Voll, 2010).

Negara memberikan kewenangan kepada pejabat khusus mengimplementasikan amanat serta tanggung jawab, selayaknya diorganisir di dalam kebijakan perundangan yang legal. Tetapi, ada kalanya kewenangan yang diberikan tersebut disalahgunakan untuk agenda individu atau kelompok, dengan keyakinan bahwa kewenangan tersebut dapat digunakan tanpa kendali. Penyalahgunaan wewenang resmi terkadang dapat dikaitkan dengan ketentuan umum, secara keliru ditelaah layaknya kegagalan prosedural atau administratis belaka. Kendati demikian, jika penyalahgunaan ini diberlakukan atas maksud memperkaya per seorangan , orang lain, kemudian koorporasi, dan mengakibatkan kecacatan ekonomi kemudian finansial negara, disimpulkan terklasifikasi atas tindak pidana (Admin, 2021).

Untuk menilai dan menangani kasus penyalahgunaan wewenang, sangat penting untuk menetapkan bukti konkret yang menunjukkan apakah seorang pejabat telah menggunakan wewenang mereka untuk tujuan yang dimaksudkan. Selain itu, penting untuk menunjukkan bahwa penyalahgunaan wewenang adalah tindakan yang disengaja, yang melibatkan penyimpangan yang disengaja dari tujuan yang ditetapkan dari wewenang tersebut (Harun, Nuria Siswi, SH, & Galang Taufani, 2018).
Sumber yang dikutip adalah Hadjon (2012). Menurut analisis hukum, penyalahgunaan wewenang dalam UU Administrasi Pemerintahan didefinisikan sebagai tindakan pejabat pemerintah yang melampaui wewenang yang diberikan kepadanya dalam membuat ketetapan kemudian menjalankan tindak serta upaya.
a) Mencapai tenggat berakhirnya kewenangan
b) Melewati perbatasan yurisdiksi yang ditentukan.
c) Berselisihi paham atas wewenangan aturan perundang-undangan yang berkuasa.

Didasarkan atas UU Nomor 30 Tahun 2014 Pasal 17, pemangku jabatan tidak diperkenaankan memanfaatkan wewenangnya. Ketentuan ini mencakup melewatkan kewenangan, menggabungkan kewenangan, serta berperilaku seadil-adil. Pemegang jabatan pemerintah dianggap telah melawatkan kewenangannya ketika membuat pertimbangan kemudian melakukan upaya menerobos periodik amanah serta tenggat waktu ketetapan kewenangannya. Hal ini juga berlaku ketika mereka melampaui batas-batas yurisdiksi mereka atau bertindak melanggar Undang-Undang (Hulu & Pujiyono, 2018). Pemangku jabatan pemerintah dianggap menyalahgunakan wewenang ketika mereka membuat simpulan atau melakukan tindakan yang melampaui batas kekuasaan yang dihadiahkan, kemudian berselisihi paham bersama dimaksudkan dari kewenangan tersebut (Barhamudin, 2019).

Penentuan ada atau tidaknya penyalahgunaan wewenang ini ditentukan oleh asas-asas legalitas yang merupakan hukum tertulis yang menetapkan muncul serta tidak muncul wewenangan dalam pengambilan simpulan. Maknanya, klasifikasi untuk mengidentifikasi "penyalahgunaan wewenang" harus selaras dengan aturan yang mengatur tanggung jawab, posisi, fungsi, struktur organisasi, dan prosedur kerja.

Individu utama yang bertanggung jawab atas meluasnya kasus penyalahgunaan wewenang umumnya disebut sebagai administrator publik, Aparatul Sipil Negara (ASN) (Sundarso, 2015). Sesaaat penerapan UU Administratis Pemerintah, didapatkan ketidaksamaan penafsiran perihal penyelewengan kewenangan yang diuraikan termuat pada UU Penumpasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya yang merujuk pada penggunaan wewenang yang tidak semestinya (Harjono, 2016).

Indonesia ialah negeri yang fluaktif atas ciri-ciri maraknya inisiatif pemerintah atas maksud untuk memajukan elemen perekonomian, digital, kemudian peradaban maju bidang-bidang termuat atas tanggung jawab dinegaranya diperuntukkan menegakkan kemudian meningkatkan kesejahteraan warganya. Dalam konsep negara kesejahteraan, pemerintah berkewajiban untuk memperluas perannya dalam mengatasi tantangan sosial-ekonomi yang dialami oleh banyak individu, termasuk terlibat dalam berbagai elemen kehidupan bersama.

Untuk memenuhi tanggung jawab negara dan memajukan kesejahteraan masyarakat, pemerintah bergantung pada personel yang ditugaskan untuk melaksanakan dan melayani berbagai program negara. Program-program ini dirancang untuk memenuhi tujuan negara. Tujuan negara tidak dapat dicapai secara mandiri; oleh karena itu, negara merekrut sumber daya manusia untuk bekerja sebagai pegawai negeri dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, negara berupaya untuk mendorong warganya atau masyarakat untuk bergabung dengan pemerintah dijadikan Pekerja Sipil Negara saat ini dikenal atas sebutan ASN (Aparatul Sipil Negara).

Administrasi ASN efisien sangat penting untuk kelancaran roda pemerintahan. Simpulannya, aturan Undang-Undang berkenaan atas kepegawaian mengatur tentang manajemen ASN. Ketentuan yang dimaksud terdapat dalam "Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mendefinisikan manajemen Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut ASN). Manajemen ini bertujuan untuk mewujudkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, dan bebas dari intervensi politik, serta tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme." (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 5 perihal Aparatul Sipil Negara).

Bergabung menjadi ASN dipandang oleh banyak orang sebagai sebuah tawaran kepada masyarakat akan jaminan masa depan dan keuntungan serta jaminan dari negara. Ketika seseorang menjadi Aparatur Sipil Negara, mereka dipercayakan dengan wewenang yang diberikan oleh negara untuk menjabat sebagai pejabat pemerintah atau menduduki suatu jabatan dalam struktur pemerintahan. Peran utama pemerintah adalah berfungsi sebagai penyelenggara negara, memastikan pelaksanaan tanggung jawab negara dengan baik.

Kegiatan penyelenggaraan dijalankan melalui pemangku jabatan pemerintah juga dimuat pada UU Nomor 30 Tahun 2014 atas Administasi Pemerintahan, mengenai Penggelaran Negara yang sehat kemudian terbebas atas Korupsi, Kolusi juga Nepotisme terkandung aras UU No 28 Tahun 1999, serta pokok-pokok dasar pemerintahan yang mengerti.

Dijalankannya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau wewenangan yang berselisihi paham atas kepribadian umum. Kasus-kasus manipulasi kekuasaan oleh pejabat terus terjadi dan menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat awam, terutama mereka yang tidak memahami hukum administrasi negara.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan upaya-upaya yang konsisten untuk meningkatkan pemahaman umum tentang hukum administrasi negara di kalangan masyarakat. Selain itu, sangat penting untuk menerapkan langkah-langkah penegakan hukum yang tegas dan tidak tergoyahkan terhadap mereka yang terlibat dalam penyalahgunaan wewenang untuk mencapai sistem pemerintahan yang transparan dan berwibawa.

Selanjutnya, pemangku jabatan yang berkuasa melemparkan vonis kedisiplinan teruntuk Aparatul Sipil Negara diduga melanggar kewajiban dan larangan yang telah ditetapkan, berdasarkan penelitian yang cermat. Tanggung jawab administratif ini harus proporsional bersama kesalahan kedisiplinan yang dijalankan, sampai dapat dianggap bijak dan layak. Jika ASN menganggap hukuman disiplin tersebut tidak adil, mereka memiliki pilihan untuk mengajukan pengaduan kepada atasan mereka. Dalam kasus-kasus tertentu, pengaduan tersebut dapat diteruskan ke Badan Pertimbangan Kepegawaian. Tujuan pemberian hukuman disiplin semata-mata adalah untuk meningkatkan dan mendidik ASN, serta untuk memfasilitasi pelaksanaan misi perdinasan dengan efektif. Vonis kedisiplinan bisa dikategorikan berdasarkan taraf kemudian jenisnya, yang kelompoknya disesuaikan atas etika kemudian keberatan atau keringanan atas kecerobohan, kemudian tanggungan atas ditimbulkan dari celah yang dilakukan ASN terkait. Merujuk PP Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 7, perhukuman kedisiplinan
1. Vonis Kedisplinan Ringan
2. Sanksi Kedisplinan Berat

Kebijakan Pemerintahan No. 53/2010 perihal Kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil telah menghilangkan kemampuan pegawai negeri untuk berdebat dan menjadikan disiplin sebagai hal yang tidak dapat ditawar. Pemerintah telah menetapkan kriteria untuk mengevaluasi kinerja aparatur. Jenis-jenis hukuman telah dirancang sesuai taraf keseriusan kecerobohan yang dijalankan. Berbeda daripada itu, telah terjadi peningkatan dalam pengawasan terhadap efisiensi dan efektivitas pejabat publik atau sistem administrasi.

Daftar Pustaka

Ansori, Lutfil. (2017). Diskresi Dan Pertanggungjawaban Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurnal Yuridis, 2(1), 135--150.
Voll, Willy D. S. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara.
Harun, S. H., Nuria Siswi, E., SH, M. H., & Galang Taufani, S. H. (2018). Hukum Administrasi Negara: Di Era Citizen Friendly. Muhammadiyah university Press.
Hadjon, Philipus M. (2012). dkk. Hukum Administrasi dan Good Governance. Jakarta.
Hulu, Sabarudin, & Pujiyono, Pujiyono. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Atas Tindakan Diskresi Pejabat Pemerintahan Yang Berindikasi Adanya Penyalahgunaan Wewenang. Masalah-Masalah Hukum, 47(2), 167--174.
Barhamudin, Barhamudin. (2019). Penyalahgunaan Kewenangan Pejabat Pemerintahan Dan Ruang Lingkupnya Menurut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Solusi, 17(2), 175--192.
Kaloh, I. (2023). Penyalahgunaan Wewenang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang Menduduki Jabatan Administrator dalam Pemerintahan. Lex Privatum, 11(2).
Putra, Z., Wiridin, D., & Hariyadi, S. (2023). Telaah Kritis Penyalahgunaan Wewenang Jabatan (Abuse of Power) Dalam Perspektif UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Jurnal Interpretasi Hukum, 4(3), 663-671.
Sundarso. (2015)Teori Administrasi. Banten: Universitas Terbuka.
Harjono. (2016). Dalam Keterangan Ahli Pada Persidangan di Mahkamah Konstitusi Yang di kutip dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016. 43-44.
Admin. (2021). Penyalahgunaan Wewenang Jabatan (Abuse of Power). Retrieved from Universitas Medan Area.
Azizah, T. N. A. (2021). Unsur penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat pemerintahan. Jurnal Indonesia Sosial Teknologi, 2(11), 2062-2068.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun