Mohon tunggu...
Bagas De
Bagas De Mohon Tunggu... -

Buruh sosial. Tinggal dan bekerja di Slovakia-Eropa Tengah. Aslinya, Anak Kampung, dari Nehi-Enoraen, ntt. Laman blog pribadi: www.confessionoflife21.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Citra DPR di Tangan Novanto Cs

24 Oktober 2017   03:05 Diperbarui: 24 Oktober 2017   03:41 2146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kursi Haram DPR/micecartoon.co.id

Fahri juga akan mudah dikenal publik apabila ditautkan dengan cerita tentang pelanggaran etik Ketua DPR Novanto dalam kasus Papa Minta Saham. Pada kasus itu, Fahri berdalih bahwa kasus Novanto merupakan konspirasi dengan tiga rekaman palsu yang tidak dapat diverifikasi.

Fahri juga akan gampang dikenal publik bila ditautkan dengan drama gugat-menggugatnya akibat Surat Pemecatan yang dilayangkan Partai Keadilan Sosial (PKS). Dan ia juga akan dikenal dengan segera apabila publik bercerita tentang orasi parlamen jalanan dan massa demonstrasi 212 di depan Istana Merdeka pada Desember 2016 kemarin.

Dengan rekam laku dan moral politik tiga pimpinan DPR di atas, bagaimana kita menggambarkan wajah Institusi DPR saat ini?

Terlampau naif dan berlebihan bila kemudian publik menggunakan rekam laku dan moral politik milik Novanto, Fadli dan Fahri sebagai materi dasar untuk mengonstruksi wajah Institusi DPR. Mengapa?

Sebab kalau demikian, maka mungkin model atau wajah dari lembaga terhormat ini menjadi tidak karuan. Boleh jadi, wajah atau citra institusi ini layaknya lembaga pelatihan sosial tempat di mana pengabaian/pembangkangan atas hukum dimungkinkan, atau tempat di mana puisi dan sarkasme politis dibentuk dan dipropagandakan. Itu simpulan logisnya.

Simpulan di atas mungkin terlampau kasar, dan tentu saja sulit diterima oleh para anggota dewan terhormat. Namun dari sudut pandang tertentu, hemat saya, kebanyakan publik akan beraklamsi setuju dengan simpulan naif itu. Bahwa sesungguhnya 'Institusi DPR begitu buruk rupa di tangan Novanto Cs.'

Hasil rilis beberapa lembaga survei seakan menjustifikasi jomplangnya citra Institusi DPR di mata publik. DPR sebagai lembaga terkorup, demikian hasil rilis lembaga Transparency International Indonesia (TII). Tingkat dukungan publik atas DPR menurun - akibat kasus-kasus korupsi anggota DPR, timpal lembaga survei Centre For Strategic and International Studies (CSIS).Senada dengan itu, lembaga  Polling Center dalam kerjasamanya dengan lembaga Indonesia Coruption Watch (ICW) juga melapor bahwa tingkat kepercayaan publik atas DPR menurun - akibat polemik Hak Angket atas KPK.

Lantas, dengan apakah kita akan umpamakan atau menilai laku dan moral politik pimpinan dan atau Institusi DPR RI angkatan 2014-2019 ini?

Meminjam salah satu kutipan populer dari tulisan Lukas yang muncul sekitar tahun 80/85 M dalam tradisi Yudaisme, kita boleh bersiul sumbang; 'Mereka sama dengan anak-anak yang duduk di pasar dan berseru-seru; Kami meniup seruling bagimu, tapi kalian tidak menari. Kami menyanyikan kidung duka, tetapi kalian tidak menangis...".

Sebagai catatan penutup, saya lampirkan refleksi sosiologis Michael Bloomberg berikut. Bloomberg bilang, 'political controversies come and go, but our values and our traditions endure.' Sekalipun demikian, selayaknya adagium corruptio optima pessima (pembusukan moral--korupsi--dari orang yang paling tinggi kedudukannya adalah yang terburuk) dibiarkan tetap tertancap pula pada nubari setiap pelaku demokrasi. Itu saja dulu deh. Wasalam (bagas de')

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun