"Makanan di hari pertama kita bertemu? Yakin?"
"Iya, Gama."
Gama tak menolak maupun mengiyakan, sekalipun raut wajahnya terlihat ragu tapi aku yakin dia akan tetap menurutinya. Gama mulai membuka maps untuk mencari rute terdekat sampai ke tempat makan itu. Tidak jauh, hanya sepuluh menit.
Sebenarnya hari ini tepat tahun kedua kita dipertemukan oleh semesta. Gama mungkin lupa tapi tidak untukku, sehari pun tak akan pernah luput dari hitungan. Hari ini akan menjadi hari yang tertinggal. Hari yang berbeda dari hari-hari sebelumnya maupun hari-hari setelahnya.
...
Mobil tua Gama sudah berdiam diri di parkiran yang terlihat luas. Bagaimana tidak terlihat luas, hanya ada mobil tua Gama dan dua motor bebek yang berdempetan seperti sepasang sejoli. Satir memang.
"Una, yakin?"
Aku tak menanggapi pertanyaan retoris Gama. Aku sibuk dengan buku menu yang kini sudah menyusut menjadi selembar. Sepertinya resto ini telah melakukan PHK besar-besaran terhadap beberapa menu, tapi beruntung menu yang dulu kita makan di sini masih dipertahankan.
"Kita pesan yang ini."
Gama yang sudah begitu pasrah hanya tersenyum. Tanpa menunggu lama pelayan datang mengambil kertas pesanan dan tanpa menunggu lama pula makanan yang kita pesan tersaji. Setelah mengelap sendok dan garpu, Gama segera menyantap makanannya.
"Gama, enak?"