Contoh saja soal menstruasi yang memang merupakan kodrat perempuan, masih banyak yang menganggap tabu bahkan harus ditutupi. Untuk sekedar menyebut pembalut, harus menggunakan nama pengganti seperti roti jepang atau roti selai.
"Tapi kata Ibu, begitu."
"Orang-orang bilangnya memang harus demikian."
"Ya kan memang perempuan ga cocok di bidang ini."
Kalimat seperti ini yang terlalu sering diucapkan sehingga dianggap wajar. Dari orang tua ke anak, dari bos ke karyawan, dari atasan ke bawahan, dari budhe ke ponakan, dan rantai-rantai lainnya.
Memang, patriarki memiliki sejarah yang sangat panjang dan masih cukup kental di masyarakat. Namu jika pemikiran ini dihapus perlahan atau bahkan hilang, akan lebih banyak mimpi dan cita perempuan akan terwujud. Perampasan hak perempuan, stereotip, kekerasan, pelecehan, dan lain sebagainya yang menempatkan perempuan sebagai korban akan sangat berkurang.
Kabar baiknya, sudah banyak orang yang melek akan isu ini sehingga perjuangan emansipasi perempuan juga meningkat. Pemikiran patriarki semakin banyak ditepis. Tetapi hal ini juga tidak bisa digunakan untuk membuat perempuan bisa 'menindas' balik laki-laki, karena berjalan bersandingan akan lebih nyaman daripada saling dorong.
Sebagai penutup, saya berterimakasih kepada pembaca apabila memberi kritik maupun saran untuk kepenulisan saya yang selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H