Mohon tunggu...
Amisha Putri Indah Sari
Amisha Putri Indah Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - sebagai mahasiswa

Mahasiswa semester 5 jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan angkatan 2022 Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Euthanasia di Ujung Kehidupan, Apakah Perawat Berhak Menentukan Akhir Hidup?

27 November 2024   10:36 Diperbarui: 27 November 2024   10:46 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi euthanasia dan hukum (Sumber : www.kumparan.com)

Euthanasia menjadi salah satu hal yang masih sangat kontroversial di berbagai belahan dunia. Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, alat serta perawatan intensif yang terbaru sebagai upaya dalam memperpanjang hidup dan pemahaman terkait penyakit terminal yang lebih rinci turut dalam memperumit diskusi terkait euthanasia (Shafrina et al, 2024). Euthanasia ini merupakan suatu istilah yang merujuk pada tindakan mengakhiri hidup seseorang secara berperikemanusian yang pada umumnya untuk mengurangi penderitaan seseorang akibat dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan (Warjiyati, 2020). Euthanasia dapat disebut juga dengan mercy killing yakni suatu praktik dalam mengakhiri kehidupan atas rasa belas kasihan untuk mempercepat ataupun mempermudah kematian pasien dengan penyakit yang tidak ada harapan kesembuhan pada penderitanya (Saputra & Alam, 2022). Beberapa negara telah menetapkan aturan terkait perizinan euthanasia dengan beberapa kondisi tertentu yang menimbulkan perdebatan dari berbagai pihak seperti pasien, keluarga, tenaga kesehatan bahkan masyarakat secara luas. Indonesia menjadi salah satu negara yang kental terkait budayanya dimana kehidupan merupakan suatu hal yang berharga untuk perlu dihormati dan negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Euthanasia masih menjadi perdebatan yang sangat kompleks karena berkaitan dengan moral dan etika. Sehingga praktik ini masih dianggap illegal dan bertentangan dengan norma moral dan agama (Qolby et al, 2024).

Pasien dengan penyakit terminal pastinya memiliki penderitaaan fisik maupun psikis mendalam yang tidak seharusnya untuk diabaikan sehingga adanya pertanyaan terkait hak pasien dalam memilih cara mereka untuk mengakhiri hidupnya menjadi lebih relevan sebagai upaya untuk mengakhiri penderitaannya. Perawatan paliatif merupakan salah satu pendekatan pada pasien yang sedang menghadapi masalah terkait penyakit yang mengancam jiwa sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidup baik bagi pasien maupun keluarganya (Shatri dalam Adriana, 2021). Pada pemberian perawatan paliatif tidak melihat hanya dari aspek medis tetapi juga adanya dukungan emosional serta spiritual (Firmana & Anina, 2024). Dalam hal ini, komunikasi antara pasien, keluarga dan tenaga kesehatan menjadi sangat penting terkait keputusan perawatan yang diinginkan oleh pasien. Keputusan dari pasien maupun keluarga harus dihormati sebagai hak untuk hidupnya oleh tenaga medis dengan tetap mempertimbangkan nilai moral dan etika yang berlaku (Wahyuningsih et al, 2023). Pendekatan perawatan paliatif ini menjadi salah satu penyelesaian permasalahan bagi pasien terminal yang lebih etis dan sesuai dengan nilai-nilai moral. Pada penelitian Patri (2022) disebutkan bahwa sebagian besar kasus dengan pasien penyakit terminal mengalami penderitan yang teramat panjang secara berkelanjutan namun alih-alih mengakhiri hidup, dalam etika medis mendorong tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan yang memadai dan meredakan sakit pada pasien tanpa mengarah pada tindakan untuk mengakhiri hidup pasien. .

Mengapa masih pro-kontra euthanasia ?  

Euthanasia merupakan suatu praktik yang melibatkan prinsip pinsip seperti autonomy (kemandirian), beneficience (kebaikan), non-maleficience (tidak menyakiti) dan justice (keadilan) (Kusmryanto dalam Syauqi, 2024). Hal ini menjadi perdebatan yang bertentengan dengan norma-norma sosial dan kemanusiaan secara luas. Apabila dilihat dari sudut pandang kesehatan, euthanasia menjadi keputusan yang tidak hanya berdampak pada individu pasien melainkan pada sistem pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Dalam hal ini, maka keputusan dalam melakukan euthanasia dapat memengaruhi kesejahteraan pasien dan akses terhadap layanan kesehatan yang memiliki kualitas baik (Bellon et al, 2022). Praktik ini dapat membuat tenaga medis mengalami dilema etik seperti pada hasil penelitian yang menyebutkan bahwa tenaga medis yang terlibat dalam praktik euthanasia dapat mengalami dampak emosiaonal yang signifikan, perasaan bersalah berlebihan dan mengalami stress. Dalam pandangan agama juga menentang terkait adanya praktik ini karena apada agama menekankan pada kehidupan yang suci dan hanya Tuhan yang memiliki kehendak atas akhir kehidupan seseorang (Batool & Saeed dalam Hafidz, 2024).

Beberapa pertanyaan diajukan terkait apakah euthanasia ini diakui secara sah sebagai hak asasi manusia atau tidak ? pertanyaan ini masih menimbulkan pro-kontra di sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka yang berpendapat setuju terkait euthanasia memiliki pemikiran bahwa hak untuk mati ialah suatu konsekuensi alami dari hak untuk hidup. Dengan hal ini, maka seseorang berhak hidup juga berhak mengakhiri hidupnya dengan cara apapun yang dianggapnya dapat bermanfaat untuk dirinya. Sedangkan bagi mereka yang tidak sependapat dengan praktik euthanasia adalah mengakui bahwa harapan hidup pasien memang berkurang tapi seharusnya hak untuk hidup pasien tetap dipertahankan oleh tenaga medis atau dokter (Gracia et al, 2022 ). Secara hukum, belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara pasti terkait euthanasia namun jika ditelaah euthanasia dapat dimaknai sebagai tindakan pembuhan terhadap nyawa yang tercantum pada pasal 461 UU No. 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan pada pandangan etika medis euthanasia ini disebutkan pada pasal 461 KUHP yang diperkuat dengan Sumpah hippokrates dimana didalamnya ialah kewajiban seorang dokter untuk senantiasa menjaga nyawa dan terus mengusahakan berbagai hal dalam perawatan pasien yang disertai kondisi apapun untuk mencapai kesembuhan (Rahmawati & Zafi, 2020). Dalam hukum kesehatan, euthanasia berkaitan dengan hak otonomi pasien yang dijunjung tinggi dan dihormati secara etik (Askin & Yegrim dalam Fachrezi & Tomi, 2024). Hak dalam menentukan hidupnya dengan euthanasia ialah dimiliki oleh pasien dan keluarganya yang dilakukan melalui persetujuan yang sebelumnya telah disampaikan informasi medis pada pasien dan keluarganya. Hal ini untuk adanya pernyataan tertulis dari pihak terkait sesuai dengan pasal 3 ayat (1) Permenkes No. 290/2008 tentang persetujuan tindakan dokter. Namun, praktik euthanasia ini masih selalu diperdebatkan yang dianggap rumit untuk ditangani dan juga bertentangan terkait moral dan etika.

Legalisasi euthanasia masih sangat ditentang karena adanya potensi penyalahgunaan dan penyimpangan yang akan terjadi. Praktik euthanasia bisa disalahgunakan pada pasien yang memiliki kondisi tertentu seperti tekanna social ataupun finansial yang dapat dikhawatirkan terkait kondisi keselamtan pasien itu sendiri (Hedge et al, 2024). Praktik euthanasia dapat melanggar kemanusiaan yang dimana hak untuk hidup harusnya dihormati dan dilindungi dan merupakan Anugerah Tuhan. Di Indonesia sendiri, praktik Euthanasia dianggap illegal dan bertentangan dengan nilai budaya serta nilai dari ajaran agama sehingga menciptakan dilema hukum bagi mereka yang terlibat dalam praktik euthanasia ini (Azizah et al & Cayetano, Penman et al, 2021).

Perawat berhak menentukan akhir hidup pasien ?

Perawat memiliki peran yang  terbatas dalam menentukan euthanasia karena pada umumnya praktik ini melibatkan keputusan medis yang lebih luas yang diputuskan oleh dokter dan berdasarkan hukum yang berlaku. Di Indonesia, euthanasia menjadi praktik illegal sehingga perawta tida diperbolehkan untuk terlibat dalam tindakan ini. Namun, perawat memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan dukungan bagi pasien dan keluarga dalam proses perawatan paliatif sebagai upaya dalam mengurangi penderitaan tanpa mengarah pada tindakan untuk mengakhiri hidup pasien. Perawat dapat memberikan informasi secara jelas dan rinci terkait kondisi medis pasien, pilihan perawatan paliatif serta alternative untuk mengurangi rasa sakit yang diderita pasien. Perawat dapat memberikan dukungan pada keluarga dan pasien secara emosional ketika sedang menghadapi keputusan yang sulit dengan memastikan pasien merasa dihargai dan dihormati selama perawatan. Selain itu juga, perawat memiliki tanggung jawab atas pemberian perawatan bagi pasien terminal untuk mengelola rasa nyeri yang muncul pada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan melibatkan diri dalam diskusi antar anggota medis terkait kebutuhan perawatan dan kenyamanan pasien, meskipun mereka tidak memiliki keputusan akhir terkait euthanasia.

DAFTAR PUSTAKA 

Azizah, N. A., Rosyidah, M., Badrussholeh, B., & Huri, D. (2021). Hukum Euthanasia Menurut Hukum Islam Dan Hukum Indonesia. Komparatif: Jurnal Perbandingan Hukum Dan Pemikiran Islam, 1(2), 124--140.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun