Oleh Muhammad Amirul Mukminin
Cyber counseling, yang didefinisikan sebagai layanan konseling yang dilakukan melalui media digital seperti email, jejaring sosial, dan aplikasi, telah menjadi salah satu metode yang sangat efektif dalam meningkatkan akses dan efektivitas layanan bimbingan dan konseling di era modernisasi yang sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK).Â
Di era digitalisasi, teknologi telah masuk ke hampir semua aspek kehidupan manusia. Layanan kesehatan mental melalui cyber counseling, juga dikenal sebagai konseling daring, adalah jenis layanan psikologis yang diberikan melalui platform digital seperti panggilan video, pesan teks, email, atau aplikasi khusus. Transformasi ini memiliki dampak yang luas dan mendalam dalam banyak hal, dengan efek positif dan negatif. Pengaruh cyber counseling di era digitalisasi akan dibahas dalam artikel ini dari berbagai sudut pandang, seperti masalah yang dihadapi, aksesibilitas, dan efektivitas.Â
Peningkatan aksesibilitas terhadap layanan kesehatan mental adalah salah satu efek terbesar dari internet counseling. Di masa lalu, banyak orang yang membutuhkan bantuan psikologis tidak dapat mendapatkan layanan ini karena berbagai alasan, seperti mahalnya biaya, stigma sosial, atau keterbatasan geografis. Namun, sekarang, hambatan-hambatan ini dapat diatasi dengan lebih baik dengan bantuan online.
Sekarang orang yang tinggal di daerah terpencil dapat mengunjungi terapis dan konselor profesional tanpa harus melakukan perjalanan jauh. Karena cybercounseling tidak memerlukan infrastruktur yang mahal, biayanya cenderung lebih rendah daripada konseling konvensional. Bagi mereka yang membutuhkan, beberapa platform bahkan menawarkan layanan mereka dengan biaya rendah atau gratis.Â
Cyber counseling sering menjadi subjek perdebatan. Untuk masalah seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma, konseling daring dapat sama efektifnya dengan konseling tatap muka. Klien sering kali lebih terbuka dan jujur selama sesi karena mereka dapat merasakan kenyamanan berbicara dari lingkungan mereka sendiri.
Namun, ada juga tantangan untuk menjamin kualitas layanan. Tidak semua konselor dilatih untuk memberikan layanan secara daring, dan ada kekhawatiran tentang keamanan data dan privasi klien. Untuk mengatasi hal ini, perlu ada standar dan pelatihan yang ketat untuk profesional kesehatan mental.
Cyber counseling memperhatikan keamanan dan privasi. Dalam sesi konseling, informasi sensitif harus dilindungi dengan baik. Jika tidak dikelola dengan baik, penggunaan platform digital menimbulkan risiko kebocoran data dan pelanggaran privasi. Akibatnya, platform konsultasi cyber harus mematuhi standar keamanan ketat seperti enkripsi end-to-end dan mematuhi peraturan perlindungan data seperti GDPR di Eropa atau HIPAA di Amerika Serikat.
Selain itu, anonimitas juga merupakan masalah. Meskipun beberapa orang mungkin merasa lebih nyaman dengan anonimitas yang ditawarkan oleh konseling online, anonimitas ini juga dapat disalahgunakan. Misalnya, seseorang dapat menunjukkan identitas palsu, yang menyulitkan konselor untuk memberikan bantuan yang tepat.Â
Cyber counseling menawarkan fleksibilitas, yang merupakan keunggulan utamanya. Ini sangat membantu bagi mereka yang memiliki banyak jadwal sibuk atau tanggung jawab keluarga. Klien dapat mengatur sesi pada waktu yang paling nyaman bagi mereka tanpa mempertimbangkan waktu perjalanan atau jam operasional kantor.
Kemampuan untuk mengakses layanan dari mana saja menambah kenyamanan. Klien tidak perlu menghadapi lingkungan baru atau menunggu di ruang tunggu, yang seringkali dapat menjadi pengalaman yang menegangkan. Klien lebih mudah berbicara tentang masalah mereka jika mereka berada di lingkungan yang mereka kenal dan nyaman. Â
Stigma kesehatan mental masih merupakan masalah besar bagi banyak masyarakat. Banyak orang menahan diri untuk mendapatkan bantuan psikologis karena khawatir mereka akan dihakimi atau dianggap negatif oleh orang lain. Cyber counseling memberikan anonimitas dan privasi yang lebih besar. Ketika klien memiliki kesempatan untuk berbicara dengan konselor tanpa harus menunjukkan identitas mereka, hal ini dapat membantu mereka menghindari rasa malu atau ketakutan.
Namun, anonimitas juga memiliki kelemahan. Jika identitas klien tidak sepenuhnya diketahui, konselor mungkin kesulitan membangun hubungan yang kuat dengan mereka. Selain itu, dalam beberapa kasus, anonimitas dapat menyulitkan konselor untuk menilai situasi secara akurat dan memberikan intervensi yang tepat.
Teknologi memiliki banyak keuntungan, tetapi juga tantangan. Sesi konseling dapat terganggu dan tidak efektif karena masalah teknis seperti koneksi internet yang tidak stabil, masalah perangkat keras, atau software yang tidak memadai. Selain itu, beberapa orang tidak hanya tidak memiliki akses ke teknologi yang diperlukan, tetapi mereka juga tidak cukup familiar dengan cara menggunakannya.
Platform konsultasi online harus mudah digunakan dan didukung secara teknis untuk mengatasi masalah ini. Selain itu, memberikan pelatihan kepada pelanggan tentang cara menggunakan platform ini dapat sangat bermanfaat, terutama bagi mereka yang baru mengenal teknologi.Â
Kebutuhan akan peraturan dan standar etika yang jelas meningkat seiring dengan meningkatnya popularitas konseling online. Profesional kesehatan mental harus mematuhi standar etika yang sama seperti yang digunakan dalam konseling tatap muka, termasuk menjaga kerahasiaan, memberikan informasi yang akurat, dan bertindak demi kepentingan terbaik klien mereka.
Regulasi juga harus mencakup aspek teknis dan keamanan untuk memastikan bahwa platform yang digunakan aman dan sesuai dengan standar perlindungan data yang berlaku; ini penting untuk membangun kepercayaan antara klien dan konselor dan memastikan bahwa layanan yang diberikan benar-benar berkualitas.
Pengaruh cyber counseling dalam jangka panjang perlu dievaluasi lebih lanjut. Sementara banyak penelitian menunjukkan hasil yang positif, ada juga kekhawatiran tentang bagaimana interaksi digital dapat memengaruhi hasil terapi dalam jangka panjang. Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa pertemuan langsung masih penting untuk menjalin hubungan terapeutik yang kuat.
Namun, di era digitalisasi yang terus berkembang, konsultasi online mungkin menjadi bagian penting dari sistem kesehatan mental dunia. Masa depan cyber counseling tampaknya menjanjikan berkat kemajuan teknologi seperti penggunaan realitas virtual (VR) dan kecerdasan buatan (AI) dalam terapi. Misalnya, VR dapat membuat lingkungan yang aman dan terkendali untuk terapi eksposur atau relaksasi, dan AI dapat menawarkan dukungan awal dan penilaian cepat sebelum klien bertemu dengan konselor manusia. Â
Muhammad Amirul Mukminin, Mahasiswa Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam UIN WALISONGO SEMARANG, Dosen Pengampu Ulin Nihaya S.Sos.I, M.Pd.I
Shaw, H. E., & Shaw, S. F. (2006). Critical Ethical Issues in Online Counseling: Assessing Current Practices With an Ethical Intent Checklist.Â
Journal of Counseling & Development, 84(1), 41–53. https://doi.org/10.1002/j.1556-6678.2006.tb00378.x
Sutijono, S., & Farid, D. A. M. (2018). Cyber counseling di Era Generasi Milenial. Sosiohumanika, 11(1), 23.
Yuhefizar, (2012) 10 Jam Menguasai Internet: Teknologi Dan Aplikasinya.
Sutijono, S., & Farid, D. A. M. (2018). Cyber counseling di Era Generasi Milenial. Sosiohumanika, 11(1), 23.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H