Dari jalan utama, kami berbelok ke kanan memasuki pasar Sariguna yang merupakan pasar rakyat yang hanya buka di hari Selasa dan Jumat saja. Ini adalah jalan terobosan yang lebih dekat ke rumah. Sejak kecil mamakselalu mengajari saya untuk melepas helm ketika lewat jalan desa. Alasannya, “supaya senyum manismu terlihat ketika menyapa warga”, kata beliau yang selalu terpatri kuat dalam ingatan saya.
Malam harinya kakak-kakak yang sudah pada berumah tangga biasanya datang, kami berkumpul bersama, bertukar cerita, bercanda ria lalu diakhiri dengan tidur bersama. Aktivitas macam ini sangat langka di perantauan. Untuk saat ini hanya bisa dialami satu tahun atau bahkan dua tahun satu kali. Paginya, saya biasa berkeliling sawah, memberi makan ikan-ikan di kolam sembari bertegur sapa dengan warga desa yang berangkat ke sawah membawa cangkul di bahu mereka. Penduduk desa adalah cerminan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya, senyumnya penuh ketulusan, sapa-annya penuh dengan kemurnian
Kebiasaan masyarakat di desa saya adalah mengunjungi tetangga dan kerabat yang merantau lama. Bukan untuk meminta jajanan dan oleh-oleh, tapi suatu bentuk uluran tangan simbol kerinduan dan rentangan tangan untuk memeluk lama anggota desa yang telah pergi lama. Kunjungan semacam ini adalah bentuk ucapan welcome, “selamat datang, kamu adalah keluargaku” atau, “selamat datang, jangan merasa sungkan, desa ini juga desamu”. yah, sangat tepat kalau mudik adalah wisata (hati).
Makna Spiritualitas di Balik Mudik
Mudik tidak hanya bermakna kembalinya seorang perantau dari bumi perantauannya. Akan tetapi lebih dalam dari sekedar itu. Manusia dilahirkan dengan keadaan "nol" dari dosa, bersih, suci, tidak mempunyai dosa sama sekali. Dalam proses proses perkembangannya manusia berhubungan dengan banyak orang yang tidak menutup kemungkinan akan terjebak kedalam perselisihan yang menimbulkan luka dan sakit hati. Dosa antara manusia dengan Tuhan bisa dihapus dengan ber-Istighfar, namun dosa antara manusia kepada manusia lain hanya akan dihapus dengan adanya maaf dari para pihak yang bersangkutan. Idul Fitri adalah proses pengosongan diri dari segala dosa yang pernah diberbuat.
Entah berapa gunung besarnya dosa bila diwujudkan dalam sebuah bentuk, ditampakkan kepada mata dan indera yang lainnya. Seandainya dosa dideretkan dengan angka, entah mau berapa kilo meter untuk menyelesaikan penulisannya. Memohon maaf adalah cara mengembalikan trilyunan digit dosa ke angka netral, nol, kosong. Mudik lebaran adalah proses perjalanan menuju kekosongan, menuju kesucian.
Mudik lebaran adalah momentum yang sangat mahal. Sangat disayangkankan kalau mengisi liburan di rumah untuk mengurung diri di kamar, bermain smartphone,hp, ataupun perangkat modern yang bersifat individual. Mudik adalah momen untuk berkumpul, bercanda tawa, dan bersilaturahmi kepada keluarga-keluarga. Mudik juga momentum untuk menchargeenergi sebagai persiapan kembali lagi ke ranah rantaunanti, menjalankan aktifitas seperti biasa sambil sesekali bercengkerama dengan alam semesta dan segala isinya.
Ini video editan kawan saya Orit dan Dwi, sisa pbeberapa puing kenangan berjlan bersama.