Mohon tunggu...
AMIR EL HUDA
AMIR EL HUDA Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Laki-laki biasa (saja)

Media: 1. Email: bangamir685@gmail.com 2. Fb: Amir El Huda 3. Youtube: s https://www.youtube.com/channel/UCOtz3_2NuSgtcfAMuyyWmuA 4. Ig: @amirelhuda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wahai Mahasiswa, Perbuatan Ini Sangat Memalukan Kalau Sampai Kamu Lakukan!

13 Maret 2016   16:48 Diperbarui: 13 Maret 2016   23:54 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="The agent of change, bukan the agent of cengeng. Doc. Amir El Huda"][/caption]Dunia maya lagi-lagi memberikan ilmu baru. Seperti biasa, aktivitas sore diselingi dengan berselancar dan surfing di sosial media, face book (FB). Stalking FB, dan membaca status-status baru dari teman-teman dunia maya yang siapa tau bisa diambil ilmu dan hikmah darinya. Benar saja, mata saya terpaku pada salah satu status yang menurut saya menarik, bahkan sangat menarik. Status yang diupload oleh pemilik FB Wuri Hadiwidjojo ini betul-betul mengelus-elus lembut nurani kemahasiswaan saya. Bukan sekedar sindiran terhadap kelakuan kebanyakan mahasiswa jaman sekarang, akan tetapi tamparan yang sangat keras dan menyakitkan. Kalau yang pernah melakukan perbuatan seperti ini lalu tidak merasa dan merubah diri, berarti sangat keterlaluan dan kelewatan.

Selebihnya saya copas dan saya kupas sedikit di tulisan ini saja, siapa tahu bisa membawa perubahan pada kehidupan perkuliahan dan mahasiswanya, khususnya pada diri saya sendiri.

-----------------------------------------------------9 Maret 2016----------------------------------------------------------------

Based on true story.

Perbedaan kebanyakan generasi anak kuliahan jaman sekarang dengan kebanyakan generasi anak kuliahan jamanku :

Situasi 1: Habis pengumuman nilai ujian

Generasi sekarang (GS) : sibuk nelponin dosen utk protes. Klo perlu, minta tolong ke ortunya juga utk nelponin atau ndatengin dosen yg bersangkutan ke kampus krn udah ngasi nilai yg tidak memuaskan (padahal wis jelas, nilainya jelek krn si anak jarang masuk atau hasil tugasnya mmg gak bermutu).

Generasiku (GQ) : menerima nilai dengan legowo krn menyadari kekurangan dan kelebihannya. Yg nilainya bagus, seneng. Yg nilainya jelek, nyengir jaran trus berjanji utk bisa lbh baik semester depan.

Situasi 2 : Mau bikin janji dengan dosen utk asistensi

GS : Hubungi via WA dengan bahasa komunikasi yg bikin dosen yg baca pingin mbanting HPnya.

"Pak, Bapak dimana? Besok bisa ketemu nggak, Pak?"

Dosen menjawab, "Saya bisa jam 1."

"Lho klo jam 1 aku nggak bisa, Pak. Aku ada kuliah. Gini aja deh, Pak. Klo Bapak udah nyampe kampus, tolong aku di WA ya, Pak?" Menanggapi dg tanpa rasa bersalah, memakai kata 'aku'  utk menggantikan kata 'saya' yg jauh lebih sopan, dan mengakhiri percakapan tanpa minta maaf krn telah mengganggu waktu sang dosen.

GQ : Memegang HP dengan keringat dingin dan gemeteran ditambah wirid dan doa2 sebelum memencet nomor HP dosen.

Pas terdengar ada nada sambung, debaran jantung rasanya menggila.

Pas ada bunyi telp diterima dan ada suara sang dosen, "Hallo?" Rasanya jantung berhenti berdetak.

Trus dengan kalimat paling sopan yg bisa disusun saat itu, mulai bicara : "Selamat sore, Pak. Saya si A angkatan ****. Mohon maaf, pak. Apakah besok Bapak ada jadwal ke kampus? Karena jika ada, apakah saya boleh minta waktu Bapak sebentar untuk asistensi tugas Despro 3 saya, Pak?"

Dosen menjawab, "Bisa. Tapi jadwal saya belum pasti. Bisa jam 10, jam 1, atau jam 5."

Mendengar jawaban itu, dengan pasrah menanggapi, "Baik kalau begitu, Pak. Saya akan tunggu di kampus Bapak bisanya yang jam berapa. Saya ikut jadwal Bapak saja."

"Oke. Besok tunggu aja di kampus. Ntar klo ketemu saya, langsung aja asistensi. Tapi klo gak ketemu ya mungkin besok aja." Jawab dosen.

"Baik, pak. Terima kasih banyak. Maaf sudah mengganggu waktu Bapak.Selamat sore." Memencet tombol off diikuti helaan nafas puanjang nan legaaaa... Besoknya stand by di kampus sedari pagi sampai malam nungguin dosennya bisanya jam berapa. Perjuangan yang sama sekali gak sepele. Butuh kegigihan tingkat advance. Pokoknya jamanku kuliah dulu, nungguin dosen tu direwangi mbambung nang kampus. Mbambung dalam arti sebenarnya. Gak adus, makan seadanya, kompakan sama temen-temen utk saling ngabari keberadaan dosen ada di mana demi sebuah asistensi tugas.

Mau nggak mau aku jadi bertanya-tanya, lha klo sudah seusia anak kuliah masih gak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri dg dosen, masih minta bala bantuan dari orangtua, trus kapan mandirinya? Lha kalau masih gak bisa sopan dengan dosen yg notabene adalah gurunya, bikin dosen gak nyaman, trus ilmunya bisa barakah dari mana?

Anak kuliahan tu sudah mulai ditempa dengan sangar utk persiapan terjun ke masyarakat.

Asli.

Klo gak dibiasakan mandiri dan tangguh terutama saat kuliah, pas terjun ke masyarakat biasanya remek ajur lembut sampe bisa diayak pake ayakan kayak gula halus.

Masyarakat bisa jauh lebih kejam daripada yg bisa kita bayangkan. Lha klo gak mandiri dan tangguh, bisa survive dari mana?

Adik-adikku, aku tak kemenggres sithik yo?

Society is wilder than any jungle on earth. With that attitude, your ability to survive is questionable.

#revolusigenerasimuda

#demiIndonesia

---------------------------------------Selesai------------------------------------------

 

Pepatah arab mengatakan, “undzur ma qoola, wala tandzur man qoola”, lihatlah apa yang diucapkan dan jangan melihat siapa yang mengucapkan. Saya tidak mencoba stalking pemilik FB ini, akan tetapi langsung saya invite ke pertemanan karena saya yakin akan banyak ilmu yang saya dapatkan darinya.

Dari tulisannya saya tahu bagaimana perjuangan para mahasiswa tempo doloe atau mungkin pada zamannya (penulis) kuliah yang begitu “ikroomul ustadz” menghormati gurunya dan “qona’ah” menerima apapun perlakuan dosennya. Betapa mereka diberi nilai kecilpun sudah merasa cukup, tanpa protes lalu berjanji akan lebih baik lagi di semester selanjutnya dan yang diberi nilai besar sangat besar juga kegembiraan serta kesukurannya. Lalu, betapa menghormatinya para mahasiswa terhadap para dosennya sehingga mendengar suara mereka di teleponpun bergetar hati karena segan,.

Situasi 2 yang digambarkan penulis tentang mahasiswa sekarang (kalau betul-betul terjadi sungguh amat sangat memalukan). Membaca komentar-komentar dibawahnyapun banyak pihak yang mengamini bahkan menambahkan dengan perilaku lain yang menurut saya betul-betul perlu direhabilitasi. Degradasi moral dan mental yang seperti ini harus segera dibenahi. Tujuan belajar yang sejatinya untuk peningkatan akhlak dan moral sudah diambang kegagalan. Duhai, di universitas mana hal seperti ini terjadi? Atau jangan-jangan sayakah yang dimaksud oleh sipenulis tadi ? Kalau benar saya, mohon dimaafkan. Jangan Karena nila setitik rusaklah susu sebelanga, karena pada kenyataannya masih banyak sahabat saya yang ketika melihat dosen langsung sembunyi menghindar. Entah karena apa ? (tanda tanya)

Izinkan saya menengahi dan memberi usulan untuk kondisi dan situasi di scene 1  & 2 ini.

Mahasiswa protes nilai.

Apakah ini hal yang salah ketika seseorang menuntut haknya ketika merasa haknya tidak dicukupi padahal kewajibannya terpenuhi ? Mahasiswa baik dan rajin yang memprotes ketika diberi nilai kecil adalah para pencari keadilan yang harusnya didukung dan difasilitasi dengan baik supaya apa yang hilang darinya bisa betul-betul kembali didapatkan. Protes adalah upaya hukum. Protes juga merupakan aktivitas ilmiah yang gagah dan jantan demi menemukan sebuah kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adanya protes pasca nilai keluar ini kalau tidak dikehendaki maka harus disiasati:

1.       Mahasiswa pasti diberi tugas, setelah tugas dikoreksi dan diberi nilai silahkan lembar tugas  dikembalikan lagi kepada mahasiswa supaya mahasiswa bisa dari kesalahan dan tidak mengulangi lagi.

2.       UTS dan UAS, setelah dikoreksi dan diberi nilai silahkan dikembalikan lagi supaya mahasiswa juga bisa dipelajari kembali kesalahan yang dialami.

Dengan adanya poin 1 dan poin 2 di atas mahasiswa juga bisa menghitung sendiri apakah nilainya sudah pas dengan yang tertera di buku rapor/ transkrip atau belum. Kalau belum sesuai/tidak pas silahkan klarifikasi dengan santun kepada dosen pengajar.

Protes juga bisa diantisipasi dengan memberikan rapor nilai yang rinci. Misalnya seperti rapot para santri di Gontor yang tertulis rinci sampai nilai aklaq dan kebersihan santri. Lebih lanjut lagi rapor dikirikan ke wali santri, supaya meraka tahu dan bisa memantau study anak mereka sendiri.

[caption caption="DI RAPOT INI TERTULIS SANGAT JELAS SEMUA NILAI, NILAI ASLI HASIL ULANGAN DAN NILAI YANG DITULIS DI RAPOT YANG BERDASARKAN PENAMBAHAN HASIL TUGAS-TUGAS. DI DALAMNYA JUGA MENCAKUP NILAI AKHLAQ, KEBERSIHAN. LENGKAP SEKALI.. Doc. Amir El Huda"]

[/caption]

 bukankan rapor pelajaran di bangku kuliah umumnya hanya ditulis nilai A,B,C,D,E nya saja ???

Namun sekali lagi, protes nilai adalah aktivitas akademik yang harus difasilitasi. Namun dengan cara yang santun pastinya.

Komunikasi

Komunikasi antara dosen dengan mahasiswa di luar jam kuliah merupakan hal yang sangat urgen. Di zaman modern yang serba canggih ini penggunaan peralatan komunikasi harus betul-betul dimaksimalkan. Harus ada kesepakatan antara dosen dengan mahasiswa dengan cara apa dan bagaimana mereka berkomunikasi ataupun mengikat janji supaya tidak ada kesalahpahaman di antara keduanya.

Misalnya, mahasiswa yang akan menemui dosen apakah harus Mbambung Gak adus (tidak mandi), makan seadanya, dan stand by front of teacher’s room ataukah boleh menelpon atau bahkan cukup dengan SMS saja. Ini harus disepakati. Kalau misalnya mahasiswa hanya boleh menelepon dan ternyata suatu waktu mengirim SMS dengan sopan mohon dimaklumi, mahasiswa seperti saya sering tidak punya pulsa, paling-paling ada uang sedikit digunakan untuk membeli kuota internet, lebih murah.

Upaya pembangunan manusia harus terus dilanjutkan. Mahasiswa yang kelihatannya sudah dewasa sebetulnya masih membutuhkan bimbingan dan arahan. Apalagi dalam urusan moral, harus diutamakan. Kesan selama ini universitas hanya sebagai pabrik robot harus dihilangkan, bahwa mahasiswa adalah manusia yang setelah lulus harus siap untuk berbaur dengan masyarakat umumnya.

Dosen dan mahasiswa bukan saingan, apalagi musuh bebuyutan. Mahasiswa yang lulus besok ini harus lebih baik dari dosen yang telah lulus 5 tahun yang lalu. Mengutip kata-kata Kyai saya di pesantren dulu, “kalau kamu tidak bisa lebih baik dari saya, maka mendingan saya tidak pernah mati dan kamu tidak pernah dilahirkan”. Murid harus dua tapak lebih maju dari guru tanpa kehilangan sopan santun dan etika berperilaku. Maafkan kami yang tak tahu diri.  Yah, inilah yang katanya the agent of change, semoga Bukan the agent Of Cengeng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun