Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kasus Ahok dan Kematangan Demokrasi Kita

15 Desember 2016   06:11 Diperbarui: 15 Desember 2016   13:21 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
POOL / SAFIR MAKKI Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, hadir dalam sidang perdana kasus penistaan agama di Pengadilan Jakarta Utara

Ketiga, menahan diri. Tak kurang dari tiga bulan, energi bangsa ini terkuras oleh kasus hukum Ahok. Pro-kontra mewarnai. Ahok bahkan melupakan kita tentang banyak hal. Seperti disinggung sebelumnya, demokrasi kita sudah matang. Terbukti segala perbedaan yang ada tetap dalam kesadaran kebhinekaan. Persatuan menjadi hal terpenting yang dijunjung tinggi oleh semua pihak. Sekarang saatnya kita menahan diri, bersabar menanti hasil akhir apa yang diperdebatkan tentang dugaan penistaan agama oleh gubernur non aktif Jakarta tersebut. Sungguh, jika itu bisa dilakukan kita menjadi bangsa besar. Bangsa yang matang berdemokrasi. Kuat bersatu dalam kebhinekaan.

Keempat, legowo menerima putusan hukum. Peradilan pasti akan mengeluarkan keputusan kasus Ahok. Pertanyaanya, apa kita akan menerimanya? Ini yang akan menguji ketaatan bangsa ini terhadap hukum. Sebagai negara yang berdasarkan hukum tak ada alasan bagi siapapun untuk menolak vonis para hakim. Taat dan mengikuti hukum adalah kewajiban setiap dari kita.

Walhasil, kita tunggu saja apa yang akan diputuskan dalam proses peradilan yang sedang berlangsung. Ahok apa bersalah atau tidak biarlah hukum yang menentukan. Selama ini kita mampu menunjukkan siapa bangsa Indonesia sesungguhnya. Jangan kotori wajah bangsa ini dengan prilaku yang tak taa hukum. Kita bukan bangsa barbar yang gemar memaksakan kehendak dan mengedepankan kekerasan. Sekali lagi, bukan.Wa Allahu Alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun