Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Haji Ilegal Dampak dari Panjangnya Antrean Haji?

25 Agustus 2016   18:16 Diperbarui: 26 Agustus 2016   09:54 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negeri ini tak pernah sepi dari masalah. Terakhir, terkait pelaksanaan haji. Jumat (19/8) yang lalu, aparat Filipina menangkap 177 jemaah haji Indonesia yang menggunakan dokumen palsu untuk menggunakan kuota haji Filipina. Cerita haji ilegal sebenarnya bukan barang baru. Ini menjadi rahasia umum. Diakui pula oleh oleh Kementerian Agama RI. Dalam konfrensi pers di Kantor Kemenag, Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mochammad Jasin mengatakan selama ini sebagian orang Indonesia memang sering mencari jalan ilegal untuk naik haji. Penjelasan beliau mengisyaratkan Kemenag sudah lama mengetahui perihal praktek haji ilegal, menjadi tanya kenapa dibiarkan? Mengapa tak ada upaya pelarangan atau pencegahan?

Praktek haji ilegal biasanya menggunakan beberapa cara. Pertama, dengan menjadi pekerja musiman. Pada musim haji, beberapa orang Indonesia menjadi pekerja musiman di Tanah Suci. Misalnya, menjadi pekerja katering. Selaku pekerja musiman, mereka tak memiliki izin menunaikan ibadah haji. Mereka menjalankan ibadah haji secara sembunyi-sembunyi mengindari petugas keamanan Arab Saudi.

Kedua, pergi ke Tanah Suci dengan niat umrah beberapa pekan sebelum musim haji tiba. Setelah selesai umrah, mereka tidak pulang ke Indonesia. Mereka kemudian tinggal di rumah kerabatnya yang bekerja di Arab Saudi. Saat musim haji tiba, mereka menyusup untuk ikut melaksanakan ibadah haji dengan jemaah haji lain.

Ketiga, seperti kasus Filipina. Berhaji melalui negara lain dan menggunakan paspor asal negara lain. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia disinyalir menjadi perantara jamaah haji ilegal Indonesia.

Haji itu kegiatan ibadah. Beribadah mestinya dilakukan dengan cara yang baik. Tapi kenapa sebagian dari kita melakukan cara ilegal, yang melanggar hukum? Apa sebenarnya motif jamaah haji ilegal? Paling tidak ada dua hal. Pertama, terkait biaya perjalanan. Haji resmi dianggap lebih mahal. Orang mengambil jalan pintas dengan cara ilegal. Niat suci mereka berkunjung ke baitullah dikotori oleh mereka sendiri dengan menempuh cara ilegal.

Kedua, antrean haji yang tidak hanya panjang tapi sangat panjang. Kuota yang diberikan Kerajaan Arab Saudi tak sebanding dengan peminat haji yang demikian tinggi di Tanah Air. Di Sulawesi utara saja di mana Islam bukan mayoritas masa tunggunya berkisar 9 tahun. Di Jawa, antrean haji rata-rata sekitar 16 tahun. Antrean ada yang mencapai 20 tahun lebih seperti di Kalimantan Selatan. Antrean terpanjang adalah Propinsi Sulawesi Selatan, yakni 35 tahun.

Antrean Panjang

Antrean panjang adalah fakta yang harus dihadapi calon jamaah haji Indonesia. Antrean menjadi persoalan pelik pengelolaan pelaksanaan haji di Tanah Air. Namun demikian, tak menurunkan minat masyarakat untuk berhaji. Sebab haji tak soal ibadah melulu. Haji juga terkait persoalan sosial dan ekonomi. Motif haji tak sebatas ibadah semata tapi melebar ke persoalan status sosial. Terlebih kemampuan ekonomi masyarakat pun membaik dari waktu ke waktu.

Untuk mengatasi antrean panjang, menurut hemat saya ada beberapa langkah yang kudu dilakukan pemerintah. Di antaranya adalah melakukan morotorium, yakni menghentikan sementara pendaftaran haji. Moratorium pendaftaran haji penting untuk menata kembali seluruh jamaah haji yang telah terdaftar dan memperbaiki pengelolaan dana haji yang sudah masuk atas nama rekening Menteri Agama. Selama pemberhentian dilakukan perbaikan sistem pelaksanaan haji secara menyeluruh. Wacana ini sebenarnya sudah lama disampaikan oleh berbagai pihak tapi belum dilakukan pemerintah.

Kemudian, membatasi haji cukup satu kali. Kewajiban haji itu hanya satu kali dalam seumur hidup. Tidak dianjurkan seorang mengulang-ulang haji. Apalagi saat kondisi antrean panjang seperti ini. Mengulang haji sama saja menutup kesempatan atau mempersulit saudara kita yang belum melaksanakannya. Rasulullah SAW saja selama hidup hanya melakukan haji satu kali.

Mendahulukan yang lebih tua. Untuk hal ini sudah ada terobosan dari Menteri Agama Lukman Saifuddin Zuhri dengan sistem pendaftaran jalur khusus bagi mereka yang berusia 70 tahun ke atas. Tapi cara ini tak cukup. Faktanya banyak pendaftar yang berusia belia diberangkatkan karena lebih dahulu mendaftar. Ke depan calon haji yang belum baligh tidak boleh mendaftar apalagi diberangkatkan.

Pilihan selanjutnya, meminta tambahan kuota haji. Untuk ini butuh lobi politk kelas tinggi. Indonesia pantas mengajukan tambahan kuota karena panjangnya antrean, juga tingginya minat masyarakat di samping karena sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak. Bila perlu, Indonesia sedikit berani dengan mengancam baikot misalnya.

Butuh Komitmen

Selain mengatasi soal antrean panjang, sistem pelaksanaan haji wajib diperbaiki secara secara menyeluruh. Dan ini butuh komitmen yang kuat dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama. Soal haji ilegal di Filipina misalnya, pemerintah wajib serius mengusut, menyelesaikannya. Bila ada oknum aparat negara yang terlibat, pemerintah harus berani menindak. Seperti dilaporkan jurnalindonesia.id, PT Aulad Amin, salah satu travel yang memberangkatkan jamaah, adalah milik Nasir Amin. Nasir ternyata adalah adik dari Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin. Sekarang Kemenag kudu membuktikan komitmennya dalam membersihkan pelaksanaan haji dari praktik-praktik menyimpang.

Kemenag diminta melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang haji resmi. Untuk transparansi, Kemenag bisa mengumumkan pihak ketiga yang bekerja sama dengan pemerintah dalam pengelolaan haji. Sehingga masyarakat bisa membedakan mana yang legal dan ilegal. Sehingga di masa mendatang masyarakat tak menjadi korban penipuan seperti yang dialami 177 jamaah haji Indonesia di Filipina.

Tentang komitmen dan tranparansi itu mutlak dibutuhkan. Dalam ibadah haji dana yang dikelola pemerintah dari setoran calon jamaah haji cukup besar. Sistem daftar tunggu menumpuk dana miliaran rupiah dari masyarakat. Belum lagi soal dana abadi umat (DAU).

Walhasil, Kemenag RI saatnya menunjukkan itikad dan komitmen kuat dalam memperbaiki pelaksanaan dan pengelolaan haji. Tak hanya persoalan haji ilegal dan antrean haji, berbagai masalah menanti seperti soal visa, pemondokan, katering, dan DAU. Kemenag diminta segera menemukan konsep dan formulasi yang tepat dalam mengurus berbagai persoalan tersebut. Jika tak ada itikad dan komitmen kuat, rasanya pelaksanaan haji sulit lebih baik di waktu mendatang. Wa Allahu Alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun