Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Shalat seperti Para Pedagang

4 Mei 2016   05:08 Diperbarui: 4 Mei 2016   09:11 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi salat (i-cas.com)

Isra’ mikraj yang diperingati setiap 27 Rajab harus dipahami sebagai sebuah pesan ulang yang Allah sampaikan kepada kita, umat Islam. Karena seperti yang diketahui bahwa dalam peristiwa besar itu, nabi Muhamad SAW menerima pesan secara langsug dari Allah SWT untuk disampaikan kepada hamba-Nya. Tidak pernah terjadi sebelumnya seorang nabi menerima pesan langsung dari Allah, bahkan para malaikat pun. Malaikat Jibril as sendiri tatkala mengantarkan beliau menghadap-Nya tak mampu menghadap Allah secara langsung di sidratulmuntaha. Jibril AS hanya bisa menemani nabi SAW sampai di langit ketujuh. Pesan agung yang dimaksud adalah kewajiban salat lima waktu.

Peringatan isra’ mikraj mestinya menjadi pengingat bagi kita terhadap  pesan Allah SWT berupa kewajiaban salat tersebut. Mengingat berarti menjadikannya sebagai  momentum evaluasi diri terhadap salat yang dikerjakan selama ini. Dilihat dari motifnya orang salat dapat dikelompokan ke beberapa kelompok. Pertama salat karena terdorong oleh keadaan. Melaksanakan salat sebatas karena terpaksa oleh kondisi atau budaya masyarakat setempat. Misalnya, saat Ramadhan orang yang jarang bahkan tak pernah salat sekalipun mau ramai-ramai mengerjakan salat. Bahkan ada yang salah kaprah mereka hanya salat tarawih yang hukumnya sunnah dan meninggal salat wajib. Atau saat idul fitri, orang biasa menyebutnya salat tahunan. Tradisi mudik mendorong mereka ramai-ramai pulang kampung, mengikuti salat idul fitri walau saat di Jakarta tak pernah salat, lebih ironi lagi tidak sedikit pula yang tidak berpuasa.

Kedua, mengerjakan salat saat susah. Salat dilakukan ketika mendapatkan kesususahan. Terhempit hutang, diputus pacar bagi anak muda misalnya memaksa untuk mengaduh persoalan yang dialaminya kepada Allah SWT. Salat dipilih sebagai media untuk tujuan tersebut. Dan menjadi watak manusia adalah gemar berkeluh kesah. Allah SWT berfirman, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.(Q.S.70:20). Ketika kesulitan telah berlalu salat ditinggalkan.

Ketiga, salat karena kewajiban. Meninggalkan kewajiban adalah dosa. Dosa sesuatu yang menakutkan karena beresiko ke neraka. Sebatas ini salat dilakukan hanya untuk menggugur kewajiban.

Keempat, salat karena kebutuhan. Begitu salat dilakukan secara terus menerus. Salat menjadi suatu kebutuhan yang bila ditinggalkan terasa ada yang hilang atau ada yang kurang. Kebutuhan kepada salat seperti kebutuhan pada makan minum.

Kelima, salat karena kerinduan kepada Allah SWT. Salat pada hakekatnya komunikasi hamba pada Tuhan. Nabi Muhamad SAW menyebut salat sebagai mikraj seorang mukmin. Bagi mereka yang sudah merasakan kenikamatan berdialog dan bermesraan dengan Allah, salat tidak lagi sekedar kewajiban, tidak lagi sekedar kebutuhan. Lebih dari itu salat menjadi hal yang dirindukan oleh hamba. Nah, bagaimana dengan salat kita semua?

Sampai di sini, saya teringat ucapan sayidina Ali bin Abi Thalib RA, beribadah itu ada tiga macam yaitu: 1.ibadahnya hamba sahaya 2.ibadahnya para pedagang 3. Ibadahnya kaum merdeka.Ibadahnya hambah sahaya dibayang-bayangi rasa takut terhadap tuannya. Ini sama dengan mereka yang salat karena takut neraka.

Kemudian ibadahnya para pedagang berorentasi pada untung rugi. Dalam salatpun, mereka berharap surga terhindar neraka. Dengan salat, mereka berharap diberi rizki banyak, meudah mencarinya. Salat diharpkan mempermudah setiap yang dihadapinya.

Dan ibadahnya orang merdeka tak terikat kepada apapun. Kaitan dengan salat,  mereka melaksanakan semata hanya untuk mendekatkan diri kepada pada Allah  SWT saja. Salat mereka hanya mencari keridhahan Allah, mendekat keharibaan-Nya. Mereka tak peduli bahkan dengan surga atau neraka pun.  Bagi mereka di neraka sekalipun akan terasa nyaman jika bersama ridha Allah. Bukankah nabi Ibrahim as pernah dimasukan dalam api Namrudz tapi tak pernah masalah, tetap selamat.

Pengaruh Salat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun