Ilustrasi salat (i-cas.com)
Isra’ mikraj yang diperingati setiap 27 Rajab harus dipahami sebagai sebuah pesan ulang yang Allah sampaikan kepada kita, umat Islam. Karena seperti yang diketahui bahwa dalam peristiwa besar itu, nabi Muhamad SAW menerima pesan secara langsug dari Allah SWT untuk disampaikan kepada hamba-Nya. Tidak pernah terjadi sebelumnya seorang nabi menerima pesan langsung dari Allah, bahkan para malaikat pun. Malaikat Jibril as sendiri tatkala mengantarkan beliau menghadap-Nya tak mampu menghadap Allah secara langsung di sidratulmuntaha. Jibril AS hanya bisa menemani nabi SAW sampai di langit ketujuh. Pesan agung yang dimaksud adalah kewajiban salat lima waktu.
Peringatan isra’ mikraj mestinya menjadi pengingat bagi kita terhadap  pesan Allah SWT berupa kewajiaban salat tersebut. Mengingat berarti menjadikannya sebagai  momentum evaluasi diri terhadap salat yang dikerjakan selama ini. Dilihat dari motifnya orang salat dapat dikelompokan ke beberapa kelompok. Pertama salat karena terdorong oleh keadaan. Melaksanakan salat sebatas karena terpaksa oleh kondisi atau budaya masyarakat setempat. Misalnya, saat Ramadhan orang yang jarang bahkan tak pernah salat sekalipun mau ramai-ramai mengerjakan salat. Bahkan ada yang salah kaprah mereka hanya salat tarawih yang hukumnya sunnah dan meninggal salat wajib. Atau saat idul fitri, orang biasa menyebutnya salat tahunan. Tradisi mudik mendorong mereka ramai-ramai pulang kampung, mengikuti salat idul fitri walau saat di Jakarta tak pernah salat, lebih ironi lagi tidak sedikit pula yang tidak berpuasa.
Kedua, mengerjakan salat saat susah. Salat dilakukan ketika mendapatkan kesususahan. Terhempit hutang, diputus pacar bagi anak muda misalnya memaksa untuk mengaduh persoalan yang dialaminya kepada Allah SWT. Salat dipilih sebagai media untuk tujuan tersebut. Dan menjadi watak manusia adalah gemar berkeluh kesah. Allah SWT berfirman, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.(Q.S.70:20). Ketika kesulitan telah berlalu salat ditinggalkan.
Ketiga, salat karena kewajiban. Meninggalkan kewajiban adalah dosa. Dosa sesuatu yang menakutkan karena beresiko ke neraka. Sebatas ini salat dilakukan hanya untuk menggugur kewajiban.
Keempat, salat karena kebutuhan. Begitu salat dilakukan secara terus menerus. Salat menjadi suatu kebutuhan yang bila ditinggalkan terasa ada yang hilang atau ada yang kurang. Kebutuhan kepada salat seperti kebutuhan pada makan minum.
Kelima, salat karena kerinduan kepada Allah SWT. Salat pada hakekatnya komunikasi hamba pada Tuhan. Nabi Muhamad SAW menyebut salat sebagai mikraj seorang mukmin. Bagi mereka yang sudah merasakan kenikamatan berdialog dan bermesraan dengan Allah, salat tidak lagi sekedar kewajiban, tidak lagi sekedar kebutuhan. Lebih dari itu salat menjadi hal yang dirindukan oleh hamba. Nah, bagaimana dengan salat kita semua?
Sampai di sini, saya teringat ucapan sayidina Ali bin Abi Thalib RA, beribadah itu ada tiga macam yaitu: 1.ibadahnya hamba sahaya 2.ibadahnya para pedagang 3. Ibadahnya kaum merdeka.Ibadahnya hambah sahaya dibayang-bayangi rasa takut terhadap tuannya. Ini sama dengan mereka yang salat karena takut neraka.
Kemudian ibadahnya para pedagang berorentasi pada untung rugi. Dalam salatpun, mereka berharap surga terhindar neraka. Dengan salat, mereka berharap diberi rizki banyak, meudah mencarinya. Salat diharpkan mempermudah setiap yang dihadapinya.
Dan ibadahnya orang merdeka tak terikat kepada apapun. Kaitan dengan salat,  mereka melaksanakan semata hanya untuk mendekatkan diri kepada pada Allah  SWT saja. Salat mereka hanya mencari keridhahan Allah, mendekat keharibaan-Nya. Mereka tak peduli bahkan dengan surga atau neraka pun.  Bagi mereka di neraka sekalipun akan terasa nyaman jika bersama ridha Allah. Bukankah nabi Ibrahim as pernah dimasukan dalam api Namrudz tapi tak pernah masalah, tetap selamat.
Pengaruh Salat
Secara bahasa salat berartikan doa. Sedang menurut ulama fiqhi salat adalah ibadah yang dimulai dengan takbiratul ihrom dan diakhiri dengan salam. Salat bila dilakukan dengan benar sesuai tuntunan nabi Muhamad SAW yang dijabarkan oleh para ulama fiqhi  akan memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi orang yang melakukannya. Dalam al Quran Allah SWT menegaskan bahwa salat itu untuk mengingat-Nya. Allah berfirman,  Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan  selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.(QS.20:14) Sedangkan dzikir (ingat kepada Allah) itu dapat menenangkan hati. Ditegaskan oleh Quran,  Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS:13:28)Ringkasnya, orang salat hidupnya akan tenang.
Salat yang benar akan menjauhkan pelakunya dari perbuatan jahat dan munkar. Allah berfirman, dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari  keji dan mungkar.(QS.29:45) Salat seharusnya menumbuhkan kesadaran diri terhadap kita semua sebagai hamba Allah yang harus taat dan patuh terhadap semua yang diatur-Nya. Kesadaran yang terjaga setiap waktu akan menunutun untuk selalu ingat dan patuh pada perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian orang yang senantiasa  mendirikan salat lima waktu akan terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Dalam hadist, nabi Muhamad SAW bersabda, kalau salat seseorang tidak mencegah dia dari perbuatan keji dan munkar, maka salatnya tidak menambah sesuatu kecuali hanya menjauhkan diri dari Allah.
Salat menghadirkan rasa takut dan tawadhu’ (rendah hati). Salat adalah komunikasi dengan tuhan pemilik bumi dan langit. Di hadapan kebesaran-Nya seorang hamba seperti sebutir pasir dihamparan jagad raya.  Adalah iman Ali Zainal Abidin, cucu rasulullah SAW. Beliau adalah anak dari sayidina Husein ra. Dijuluki assajjad karena kedekatannya dengan Allah dan kegemarannya bersujud. Setiap kali mendekati tempat wudhu tubuhnya bergetar, tak jarang ia menangis saat atau usai berwudhu. Sahabat-sahabatnya pernah bertanya, gerangan apa yang membuatmu menangis ya imam? Engkau tidak mengetahui ke hadapan siapa sebentar lagi aku akan menghadap, jawab sang imam. Dia robbul alamin tuhan semesta alam. Menghadap pejabat saja kita berkeringat. Menghadap Allash SWT semestinya lebih dari itu. Nah, bagaimana dengan salat kita? Apa sudah berpengaruh? Â
Akhir kata,  peringatan Isra, Mi’raj menjadi saat tepat mengoreksi salat kita. Apa salat kita seperti para pedagang yang berorientasi pada untung dan rugi? Atau seperti hamba sahaya yang salat karena takut? Atau salatnya kaum merdeka yang salat hanya bertujuan bertaqarub atau mendekatkan diri pada Allah SWT.? Bila motif salat kita tepat, pengaruh salat akan dapat dirasakan. Wa Allahu Alam
Penulis Adalah  Guru PAI  SDN Srengseng I, tinggal di Kabupaten Indramayu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H