Ketiga, menolak praktik mahar politik dan membangun tradisi dukungan tanpa syarat. Terlepas apakah PDIP meminta mahar politik terhadap Ahok atau tidak, kasus ini menjelaskan dan meyakinkan  publik bahwa mahar politik memang wajib ditolak oleh semua pihak. Bukankah mahar politik adalah awal praktik korupsi, kolusi para kepala daerah? Saatnya kita membangun tradisi dukungan tanpa syarat. Apa yang dicontohkan Partai Nasdem di Pilkada DIK kali ini layak ditiru oleh partai lain. Semangatnya harus mengalir ke daerah lain agar Piilkada  berkualitas akan terwujud pada 2017 mendatang.
Singkat kata, Teman Ahok menjadi momentum bangkitnya kesadaran politik aktif warga negara. Politik sukarela yang digagas dan dibangun oleh mereka telah terbukti menggebrak publik. Momentum ini seharusnya dijadikan pelajaran bagi partai politik. Â Ini menjadi tamparan keras bagi para politisi sekaligus partai mereka. Partai politik selayaknya merekontruksi ulang sistem atau mekanisme rekuitmen calon kepala daerah. Partai politik harus bersikap trasnparan, bahwa tidak ada mahar politik dalam setiap rekomendasi pencacalonan kepala daerah.Â
Pasalnya, menjadi keyakinan orang banyak bahwa praktik percaloan, mahar politik dalam setiap proses pencalonan nyata adanya. Di sini kearifan, kecerdasan partai politik dibutuhkan. Jika Parpol tak mampu bersikap tepat, maka kepercayaan rakyat semakin tergerus. Bukankah selama ini partai politik sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat? Wa Allahu Alam
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H