Pemilik toko online Bukalapak membuat heboh dunia maya dengan kicauannya. Yang bersangkutan melalui akun Twitternya mengunggah status sebagaimana dalam gambar yang viral di dunia maya.Â
Saya mengamati bahwa setidaknya ada dua hal yang disoroti oleh publik terkait cuitan tersebut, yaitu terkait etika dan penggunaan data.
Yang bersangkutan mengkritik Revolusi 4.0 yang menjadi salah satu fokus pemerintah saat ini sebagai omong kosong. Alasannya karena dana R&D yang dianggap kecil. Diakhir twit ditutup dengan kalimat "Mudah2an Presiden baru bisa naikin".Â
Publik yang sedang sensitif dengan suasana Pilpres tentu saja bereaksi karena mempersepsikan bahwa yang bersangkutan mengharapkan terjadinya pergantian Presiden, bahwa yang bersangkutan berharap bukan Jokowi lagi yang menjadi Presiden.
Di sisi lain, tanpa embel-embel kalimat terakhir yang berkaitan dengan pilpres pun, secara etika cuitan yang bersangkutan kurang pas.
Hal ini dikarenakan publik sudah tahu tentang perhatian besar dari Pemerintah khususnya Presiden Jokowi pada ekonomi kreatif.Â
Dalam berbagai kesempatan yang diberitakan sangat luas oleh berbagai media, sangat jelas bagaimana Pemerintah khususnya Presiden RI mendukung penuh perusahaan startup di Indonesia seperti Gojek dan Bukalapak.
Bahkan Presiden RI secara khusus datang pada acara ulang tahun Bukalapak dan mengendorse Bukalapak dalam media sosialnya, sebagai salah satu kebanggaan Indonesia.
Dalam cuitannya tersebut, CEO Bukalapak menampilkan beberapa data budget R&D beberapa negara. Tentu saja data yang menjadi sorotan adalah "43.Indonesia 2B". Sayangnya tidak disebutkan sumber data tersebut. Yang terlihat adalah tulisan "(2016, in USD)". Hal ini tentu dipahami bahwa data tersebut adalah data tahun 2016.\
Benarkah Data Jumlah Dana R&D tersebut?
Tulisan saya ini ingin lebih fokus menyoroti data jumlah dana R&D yang ada dalam cuitan pemilik Bukalapak tersebut. Setelah mencari ke sana kemari di internet, akhirnya saya menemukan data-data Jumlah Dana R&D dari sumber-sumber yang kredibel, sumber yang bisa dipercaya.
Untuk yang belum tahu apa itu dana R&D yang dimaksud, dana R&D tersebut adalah pengeluaran suatu negara yang dialokasikan dalam Research and Development atau dalam Bahasa Indonesia adalah pengeluaran Penelitian dan Pengembangan.
 Saya menemukan data yang mirip dengan data dalam cuitan tersebut adalah yang berasal dari wikipedia seperti dalam gambar berikut. Terlihat bahwa Indonesia berada pada nomor (peringkat) 43 dengan Ekspenditures on R&D 2 billions of US$, PPP (kolom 3). Bila data-data tersebut diperhatikan dengan cermat, maka dapat dilihat bahwa dalam kolom 6 berisi tahun daripada data masing-masing negara.Â
Dalam hal ini data Indonesia adalah data tahun 2013, BUKAN data tahun 2016 sebagaimana dalam cuitan Pemilik Bukalapak.
Di kolom 7 (Source) berisi sumber asal data yang dimuat di Wikipedia yaitu berupa catatan kaki yang adalah tautan dari data di website Bank Dunia yang dipublikasikan tahun 2016.
Jadi sepertinya yang bersangkutan salah paham mengira data Indonesia tersebut adalah data tahun 2016, padahal adalah data tahun 2013 yang dipublikasikan oleh Bank Dunia dalam laporan tahun 2016.
Data tersebut terdiri dari banyak negara dan banyak tahun. Untungnya data ini bisa diunduh dalam bentuk file excel sehingga bisa saya singkat dan ringkas sebagaimana dalam gambar.
Terlihat bahwa data R&D Indonesia hanya tersedia tahun 2000, 2001, 2009 dan 2013. Di tahun 2013 memang benar data pengeluaran untuk R&D dengan persentase 0,08% dari GDP.
Jadi jelas data 2013 inilah yang dimuat dalam Wikipedia namun disalahpahami oleh Pemilik Bukalapak sebagai data tahun 2016. Sebagai info tambahan bahwa dalam tahun 2013 adalah masa pemerintahan yang berbeda (Presiden SBY) dan saat itu belum ada atau tepatnya belum ramai penggunaan istilah Revolusi 4.0.
Belum lagi jika perbandingannya mempertimbangkan GDP tahun 2016 yang jauh melesat dibandingkan dengan GDP tahun 2013, tentu secara nominal sangat besar peningkatan pengeluaran R&D.
Meski begitu, Achmad Zaky sudah meminta maaf atas keasalahpahaman dari kicauannya tersebut.
"Saya Achmad Zaky selaku pribadi dan sebagai salah satu pendiri Bukalapak, dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan yang saya sampaikan di media sosial," ujar Zaky dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, seperti dikutip dari Kompas.com (Jumat/15/02/2019).
Kesimpulan.Â
Mengkritik haruslah berdasarkan data yang kredibel. Namun demikian harus ekstra hati-hati dalam menggunakan data-data tersebut, apalagi digunakan untuk mengkritik atau bahkan menyerang pihak lain.
Perhatikan dengan seksama data-data yang digunakan. Jangan terburu-buru menyimpulkan jika sudah memiliki data-data yang valid dan kredibel dari sumber yang terpercaya dan bisa dipertanggungjawabkan. Yang tak kalah pentingnya adalah memahami data-data tersebut dan tentu saja sesuai harus sesuai dengan konteks dan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H