Kritik adalah suatu hal yang baik bahkan sangat dianjurkan dan dinantikan bagi yang menginginkan perbaikan. Akan tetapi kritik yang dimaksud adalah kritik membangun, yaitu menggunakan argumentasi yang berdasarkan ilmu pengetahuan, didukung data-data yang valid dan kredibel.Â
Dengan demikian dapat diketahui dari sudut pandang lain terkait suatu pokok pembahasan, bahkan bisa jadi jalan untuk mengetahui apabila ada suatu masalah sehingga bisa segera diatasi. Syukur-syukur jika memiliki solusi atas permasalahan tersebut.
Akan tetapi, banyak yang belum atau kurang memahami atau bahkan tidak peduli, bagaimana kritik yang berdasar atau kritik yang membangun.Â
Banyak kalangan, pihak, individu yang merasa kritis dalam membahas suatu masalah, namun tanpa didasari ilmu pengetahuan yang memadai sehingga tidak mengetahui bahwa terdapat cara-cara (tools) dan indikator tertentu yang dipakai dalam membahas suatu materi.Â
Jika pun mengetahuinya, belum tentu didukung oleh data yang akurat, valid dan kredibel. Bahkan ada yang sengaja hanya memilih data-data tertentu saja demi mendukung argumennya. Data-data yang sama tersebut tidak dipakai lagi jika tidak mendukung argumennya yang lain, walaupun sangat berhubungan erat dan merupakan syarat untuk melakukan analisis.
Salah satu materi yang sering dibahas dan ramai diperbincangkan berbagai kalangan adalah terkait Utang Negara. Saat membahas tentang utang negara, hanya fokus pada jumlah nominal akumulasi utang. Jumlah utang negara sekitar Rp5.000 triliun dinilainya sangat besar lalu menyimpulkan seenaknya saja bahwa negara dalam keadaan bahaya, akan bangkrut bahkan sedang mengalami krisis. Â
Padahal berdasarkan Ilmu Ekonomi yang berlaku di seluruh dunia, sangat jelas bahwa indikator kesehatan utang negara adalah jumlah utang dibandingkan dengan jumlah PDB pada tahun yang sama.Â
Standard jumlah maksimal utang secara umum adalah 30% dari penghasilan. Berdasarkan indikator tersebut, maka utang Indonesia masih dalam tahap aman karena masih berkutat di seputaran 30% PDB, bahkan berada di bawahnya.
Indikator lain tentang keamanan utang Negara adalah sesuai amanat konstitusi yaitu berdasarkan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara. Batasan utang negara yang diperbolehkan adalah maksimal 60% PDB.Â
Hal ini tercantum dalam penjelasan Pasal 12 ayat (3) UU Keuangan Negara dimana tertulis jelas bahwa jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB). UU Keuangan Negara ini dibahas oleh Pemerintah bersama DPR, dan setelah disepakati lalu disahkan.
Setelah APBN dilaksanakan maka dibuatlah Laporan Keuangan Pemerintah yang selalu diaudit oleh BPK dan dinilai apakah memenuhi syarat sesuai standard dan ketentuan peraturan/undang-undang.
Jadi, berdasarkan ilmu pengetahuan, standard dan indikator yang berlaku di seluruh dunia, juga berdasarkan Undang-undang, maka utang negara saat ini masih dalam koridor yang seharusnya yaitu masih dalam tahap aman dan dikelola dengan hati-hati.Â
Apalagi banyak pihak dari dalam dan luar negeri yang juga berpendapat bahwa utang Indonesia masih dalam tahap yang aman dan terjaga. Lembaga ekonomi dunia memuji perekonomian Indonesia. Pihak pemberi rating utang memberikan rating yang baik dan menyatakan bahwa Indonesia adalah negara layak investasi.
Jika demikian, maka mengapa masih ada saja pihak-pihak yang meributkan utang negara dengan menyatakannya dalam kondisi berbahaya, Indonesia dikuasai asing, negara bangkrut dan mengalami krisis? Apa yang menjadi dasar mereka mengatakan demikian? Apa standard dan indikatornya? Apa landasan ilmu pengetahuan yang dipakai sehingga menyimpulkan demikian? Â