Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Masih Banyak Anggaran Belanja Negara yang Bisa Dihemat

25 Agustus 2016   12:38 Diperbarui: 25 Agustus 2016   14:17 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: www.cupk.org

Dalam Kompas.com Hari Senin tanggal 22 Agustus 2016 diberitakan bahwa Wapres Jusuf Kalla dan Menkeu Sri Mulyani tengah membahas kemungkinan Pemotongan Anggaran Lagi (sumber). Hal ini untuk mengatasi defisit anggaran apabila target penerimaan pajak tidak tercapai. Tahun 2016 ini pemerintah sudah tiga kali merevisi anggaran.

Revisi anggaran yang terbaru adalah pemangkasan anggaran sebesar Rp133 triliun. Yang dipotong adalah anggaran kementerian/lembaga Rp65 triliun dan anggaran transfer ke daerah Rp68 triliun. Penghematan otomatis akan dilakukan lagi bila penerimaan dari Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) tidak mencapai target yaitu Rp165 triliun.

Setiap tahun selalu dilakukan penghematan anggaran pemerintah. Namun bila dicermati anggaran yang ada dalam kementerian/lembaga, sepertinya masih saja banyak kegiatan-kegiatan yang patut diduga merupakan pemborosan anggaran negara. Berikut beberapa kegiatan yang sangat berpotensi merupakan pemborosan anggaran negara.

Perjalanan Dinas

Sudah seringkali kegiatan perjalanan dinas mendapat banyak sorotan negatif dari masyarakat. BPK pun beberapa kali mengemukakan temuannya terkait perjalanan dinas setelah melakukan audit pada laporan keuangan pemerintah. Berbagai upaya telah coba dilakukan agar kegiatan perjalanan dinas tidak lagi menjadi salah satu celah pemborosan anggaran. Namun tampaknya perjalanan dinas yang merupakan pemborosan masih saja terus terjadi.

Banyak jenis perjalanan dinas yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah. Beberapa diantaranya berpotensi besar merupakan pemborosan karena bisa dilakukan lebih hemat atau bahkan tidak perlu dilakukan sama sekali.

Ambil contoh mudah saja, misalnya perjalanan dinas dalam rangka mengantarkan laporan. Masih ada saja laporan yang dikirimkan dengan diantar langsung oleh personil atau beberapa personil baik pejabat ataupun staff. Padahal bisa menggunakan jasa pengiriman/ekspedisi. Jasa ekspedisi yang tercepat dan termahal pun biayanya jauh lebih kecil dibandingkan perjalanan dinas mengantarkan laporan. Apalagi laporan juga bisa dikirimkan dalam versi ebook melalui email.

Dalam era canggih di bidang komunikasi dan telekomunikasi saat ini dan di masa depan, seharusnya kegiatan perjalanan dinas dapat diminimalisasi. Perjalanan dinas hanya untuk hal-hal yang penting dan mendesak saja. Banyak kegiatan yang seharusnya tidak lagi dilakukan dengan perjalanan dinas seperti monitoring, konsultasi, pencarian/pengumpulan data, koordinasi dan lain sebagainya. Semuanya bisa dilakukan dengan relatif murah namun lebih mudah dan cepat menggunakan sarana komunikasi & informasi.   

Rapat, Seminar dan semacamnya   

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sambil tertawa mengatakan bahwa setiap hari di kementeriannya ada kegiatan seminar. Hal ini dikarenakan dalam anggaran di KKP terdapat kegiatan seminar sebanyak 300 kali dalam satu tahun. Dengan gamblang dikatakan bahwa kegiatan tersebut banyak yang mubazir dan tidak jelas arahnya sehingga harus dipangkas. (Kompas: Pemborosan Anggaran Masih Terjadi).

Bayangkan saja sebanyak apa seminar yang ada di seluruh kementerian/lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah? Berapa banyak uang negara untuk membiayai semua seminar tersebut? Apakah semua seminar tersebut benar-benar penting dan dibutuhkan masyarakat?

Selain seminar, pemborosan juga dapat terjadi pada rapat-rapat di kantor pemerintah. Seringkali rapat-rapat tersebut diadakan kurang efektif karena mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk rapat yang waktu efektifnya hanya satu atau dua jam saja. Ambil contoh rapat yang diadakan jam 10 s.d. 12 siang pada hari kerja. Biaya untuk rapat tersebut biasanya untuk membeli snack dan makan siang peserta rapat. Padahal untuk birokrasi di pemerintah pusat sudah diberikan uang makan setiap hari kerja. Hal ini berarti terdapat duplikasi pengeluaran negara untuk biaya makan birokrasi. Belum lagi, dengan adanya sifat “kekeluargaan” yang kental di birokrasi. Yang rapat hanya beberapa orang namun pembelian konsumsi rapat untuk banyak orang. Yang penting ada tandatangannya pada daftar hadir rapat untuk dibuatkan laporan pertanggungjawaban.

Bayangkan berapa banyak uang rakyat yang digunakan untuk membiayai keperluan rapat-rapat di seluruh instansi pemerintah di seluruh Indonesia? Tidakkah dana tersebut lebih dibutuhkan di sektor lain yang lebih mendesak dan bermanfaat secara langsung bagi rakyat?   

Honor-honor bagi PNS

Honorarium atau Honor atau Honoraria adalah pembayaran atas jasa yang diberikan pada suatu kegiatan tertentu. Honorarium dapat diberikan melalui mekanisme belanja pegawai dan belanja non pegawai (sumber: wikiapbn). Honor yang dimaksud dalam tulisan ini adalah honor pada komponen belanja non pegawai yang khususnya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau yang sekarang disebut sebagai aparatur sipil negara (ASN) baik pejabat ataupun staff/pelaksana.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa PNS mendapatkan penghasilan dari negara dari profesi yang dijalankannya sebagai PNS. Karena statusnya PNS yang melekat tugas-tugasnya sebagai PNS maka seseorang diberikan penghasilan rutin setiap bulannya. Penghasilan rutin tersebut terdiri dari beberapa komponen antara lain gaji pokok, tunjangan-tunjangan, uang makan, uang lembur dan uang makan lembur (bila melaksanakan pekerjaan melebihi jam kerja). Salah satu tunjangan yang relatif signifikan besarnya adalah tunjangan kinerja atau yang disebut dengan remunerasi. Secara umum, saat ini semua kementerian/lembaga telah mendapatkan remunerasi yang meningkatkan penghasilan para PNS yang relatif signifikan dibandingkan sebelumnya.

Pada kenyataannya masih ada penghasilan lain yang didapatkan oleh PNS yang relatif kurang diketahui oleh masyarakat umum yaitu berupa honorarium/honor. Ada berbagai macam honor yang diterima oleh PNS bergantung dari tugas tertentu yang dilaksanakannya. Honor-honor ini ada yang diterima setiap bulan (honor operasional satuan kerja) dan ada yang diterima secara insidentil (honor output kegiatan). Setiap PNS bisa menerima beberapa bahkan banyak honor sesuai penunjukan tugas dari pihak berwenang.

Yang menjadi pertanyaan, apakah pemberian honor-honor kepada PNS tersebut masih relevan seiring dengan telah membaiknya penghasilan rutin setiap bulan yang diterima PNS? Bukankah PNS diberikan penghasilan relatif tinggi untuk menjalankan tugas-tugasnya sehubungan dengan profesinya sebagai PNS? Bila bukan PNS, apakah yang bersangkutan akan ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan tersebut? Tidakkah ini salahsatu bentuk duplikasi pengeluaran negara untuk membiaya PNS dalam melaksanakan tugas-tugasnya terkait pemerintahan dan pelayanan publik?

Contoh honor-honor yang diberikan pada PNS setiap bulannya adalah honor operasional satuan kerja yaitu honor yang diberikan kala PNS mendapatkan penugasan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji SPM, Bendahara, Pejabat Pengadaan dan staf pengelola keuangan. Apakah masih diperlukan pemberian honor-honor tersebut pada PNS yang telah mendapatkan penghasilan relatif besar setiap bulannya? Bila seseorang bukanlah PNS apakah akan ditunjuk sebagai pejabat atau orang yang melaksanakan tugas-tugas tersebut?

Sedangkan contoh honor-honor yang diberikan pada PNS secara insidentil adalah saat bertugas dalam suatu kepanitiaan. Misalkan panita seminar, kepanitian suatu seminar biasanya terdiri dari berbagai jabatan seperti pengarah, pembina, ketua panitia, wakil ketua panita, sekretaris, anggota dan yang lainnya. PNS yang menjadi panitia seminar diberikan honor. Demikian juga bila menjadi panitia kegiatan lainnya. Makin banyak kegiatan dan makin banyak menjadi panitia maka makin banyak pula menerima honor.

Masih banyak lagi jenis honor-honor yang diberikan kepada PNS kala melaksanakan tugasnya dalam pemerintahan seperti honor (uang saku rapat), honor narasumber, dan lain sebagainya. Detil jenis honor beserta besaran jumlah uang negara yang dibayarkan dapat dilihat dalam standar biaya umum atau standar biaya masukan.

Bila dipikirkan secara seksama maka akan timbul pertanyaan, masih relevankan pemberian honor-honor pada PNS yang sudah mendapatkan penghasilan relatif tinggi setiap bulan melalui gaji, tunjangan, remunerasi dan tunjangan lain termasuk yang mendapatkan fasilitas negara berupa kendaraan dinas dan rumah dinas. Tidakkah pemberian honor-honor tersebut merupakan bentuk pemborosan anggaran negara. Akankah lebih baik bila anggaran untuk honor dialokasikan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat apalagi yang mendesak untuk kebutuhan rakyat?

Hemat Sejak Perencanaan Anggaran

Dalam administrasi publik terdapat Teori Budget Maximizing Behaviour. Teori ini menyatakan bahwa birokrasi pemerintah berusaha meningkatkan besaran anggaran untuk jabatan atau satuan yang dikelolanya sendiri. Birokrasi ingin terus memaksimalkan anggaran guna membiayai kegiatan bagi diri sendiri sampai pada titik mereka tidak lagi peduli apakah anggaran tersebut bermanfaat langsung bagi masyarakat atau tidak (Sumber: Mengatasi Pemborosan Birokrasi).

Dengan demikian, sejak awal birokrasi berpotensi berusaha membesarkan anggaran yang menjadi kewenangannya. Tidak mengherankan bila dalam pembuatan anggaran masih lumrah melakukan copy paste anggaran tahun sebelumnya yang tinggal ditambahkan dengan sekian persen peningkatan anggaran. Sangat dimungkinkan anggaran tersebut sudah memperhitungkan kemungkinan pemotongan di tahun berjalan, sehingga bila pun telah dipotong tetap mendapatkan keuntungan yang besarnya sama dengan tahun sebelumnya.

Fenomena tetap banyaknya kegiatan-kegiatan yang mendapat kritikan dari masyarakat karena mengesankan pemborosan seperti rapat-rapat dan perjalanan dinas (meskipun telah dilakukan pemotongan anggaran/penghematan), bisa jadi menunjukkan adanya fenomena Teori Budget Maximizing Behaviour dalam pembuatan anggaran belanja pemerintah Indonesia.

Untuk membuat anggaran belanja pemerintah menjadi sehat dan kredibel guna memberikan manfaat yang besar bagi rakyat, maka diperlukan perubahan total terkait visi dan pola pikir birokrasi (mindset). Hal ini sejalan dengan Revolusi Mental yang menjiwai Nawacita Presiden Jokowi. Bagaimana agar birokrasi memikirkan bahwa anggaran negara yang merupakan uang rakyat tersebut harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Birokrasi tidak lagi memikirkan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri ataupun kelompoknya karena telah mendapatkan penghasilan dan remunerasi yang lebih baik dari sebelumnya. Birokrasi yang sadar sepenuhnya bahwa makin maju perekenomian negara dan rakyat yang sejahtera akan berdampak langsung bagi membesarnya penerimaan negara, yang pada akhirnya akan berdampak pada makin besarnya penghasilan birokrasi.

Dengan demikian, sejak masa penganggaran sudah dipikirkan dengan matang untuk melakukan efisiensi dari setiap kegiatan pemerintah di setiap Kementerian/Lembaga (termasuk pemerintah daerah). Tidak ada lagi pembuatan kegiatan yang copy paste tahun sebelumnya. Anggaran belanja negara pun menjadi lebih efisien seiring dengan birokrasi yang efisien.

Saat ini, suka atau tidak suka, birokrasi di Republik Indonesia masih dinilai tidak efisien. Berdasarkan penelitian Political Economic Risk Consultancy tahun 2012, indeks efisiensi pemerintahan di Indonesia mendapat skor 8,37 (skor 1 = terbaik dan sekor 10 = terburuk). Jadi bisa dimaklumi bagaimana pemborosan anggaran masih kerap terjadi setiap tahunnya walaupun telah melakukan pemotongan dan penghematan anggaran.

Tidak bisa tidak, pemborosan yang terus terjadi di birokrasi kita harus segera diminimalisir dan bahkan bila memungkinkan dihentikan agar tidak terjadi lagi.  Hal ini harus dilakukan sejak dalam masa perenacanaa dan pembuatan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran juga agar tegas dalam menghadapi segala bentuk pemborosan hingga penyimpangan. Presiden Jokowi dan jajaran menterinya harus melakukan kebijakan mendasar untuk melakukan perubahan mental birokrasi agar dapat melaksanakan tugas secara efisien dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun