Hemat Sejak Perencanaan Anggaran
Dalam administrasi publik terdapat Teori Budget Maximizing Behaviour. Teori ini menyatakan bahwa birokrasi pemerintah berusaha meningkatkan besaran anggaran untuk jabatan atau satuan yang dikelolanya sendiri. Birokrasi ingin terus memaksimalkan anggaran guna membiayai kegiatan bagi diri sendiri sampai pada titik mereka tidak lagi peduli apakah anggaran tersebut bermanfaat langsung bagi masyarakat atau tidak (Sumber: Mengatasi Pemborosan Birokrasi).
Dengan demikian, sejak awal birokrasi berpotensi berusaha membesarkan anggaran yang menjadi kewenangannya. Tidak mengherankan bila dalam pembuatan anggaran masih lumrah melakukan copy paste anggaran tahun sebelumnya yang tinggal ditambahkan dengan sekian persen peningkatan anggaran. Sangat dimungkinkan anggaran tersebut sudah memperhitungkan kemungkinan pemotongan di tahun berjalan, sehingga bila pun telah dipotong tetap mendapatkan keuntungan yang besarnya sama dengan tahun sebelumnya.
Fenomena tetap banyaknya kegiatan-kegiatan yang mendapat kritikan dari masyarakat karena mengesankan pemborosan seperti rapat-rapat dan perjalanan dinas (meskipun telah dilakukan pemotongan anggaran/penghematan), bisa jadi menunjukkan adanya fenomena Teori Budget Maximizing Behaviour dalam pembuatan anggaran belanja pemerintah Indonesia.
Untuk membuat anggaran belanja pemerintah menjadi sehat dan kredibel guna memberikan manfaat yang besar bagi rakyat, maka diperlukan perubahan total terkait visi dan pola pikir birokrasi (mindset). Hal ini sejalan dengan Revolusi Mental yang menjiwai Nawacita Presiden Jokowi. Bagaimana agar birokrasi memikirkan bahwa anggaran negara yang merupakan uang rakyat tersebut harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Birokrasi tidak lagi memikirkan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri ataupun kelompoknya karena telah mendapatkan penghasilan dan remunerasi yang lebih baik dari sebelumnya. Birokrasi yang sadar sepenuhnya bahwa makin maju perekenomian negara dan rakyat yang sejahtera akan berdampak langsung bagi membesarnya penerimaan negara, yang pada akhirnya akan berdampak pada makin besarnya penghasilan birokrasi.
Dengan demikian, sejak masa penganggaran sudah dipikirkan dengan matang untuk melakukan efisiensi dari setiap kegiatan pemerintah di setiap Kementerian/Lembaga (termasuk pemerintah daerah). Tidak ada lagi pembuatan kegiatan yang copy paste tahun sebelumnya. Anggaran belanja negara pun menjadi lebih efisien seiring dengan birokrasi yang efisien.
Saat ini, suka atau tidak suka, birokrasi di Republik Indonesia masih dinilai tidak efisien. Berdasarkan penelitian Political Economic Risk Consultancy tahun 2012, indeks efisiensi pemerintahan di Indonesia mendapat skor 8,37 (skor 1 = terbaik dan sekor 10 = terburuk). Jadi bisa dimaklumi bagaimana pemborosan anggaran masih kerap terjadi setiap tahunnya walaupun telah melakukan pemotongan dan penghematan anggaran.
Tidak bisa tidak, pemborosan yang terus terjadi di birokrasi kita harus segera diminimalisir dan bahkan bila memungkinkan dihentikan agar tidak terjadi lagi. Â Hal ini harus dilakukan sejak dalam masa perenacanaa dan pembuatan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran juga agar tegas dalam menghadapi segala bentuk pemborosan hingga penyimpangan. Presiden Jokowi dan jajaran menterinya harus melakukan kebijakan mendasar untuk melakukan perubahan mental birokrasi agar dapat melaksanakan tugas secara efisien dan efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H