Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Remunerasi dan Mental Abdi Negara

9 Januari 2016   22:19 Diperbarui: 9 Januari 2016   22:19 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pun andaikan keinginan-keinginan tersebut terpenuhi, maka akan muncul banyak keinginan lainnya yang tak berkesudahan. Misalnya mempunyai rumah untuk diwariskan pada masing-masing anak; punya mobil baru atau yang lebih bagus; memiliki lebih dari satu kendaraan baik motor atau mobil, hingga kendaraan mewah seperti kapal pesiar bahkan dan pesawat jet pribadi; umroh berkali-kali atau naik haji setiap tahunnya; rekreasi bersama keluarga ke luar negeri; dan lain-lain dan seterusnya dan sebagainya. Makin banyak keinginan-keinginan yang tak akan ada habisnya yang seolah-olah menjadi kebutuhan. :)

Intinya, berapapun penghasilan yang diberikan tidak akan cukup untuk memenuhi semua keinginan abdi negara. Apalagi bila standar hidupnya begitu tinggi, berkelas dan mewah. Sementara itu rakyat yang menjadi majikan para abdi negara masih banyak yang terseok-seok kehidupannya. Rakyat miskin tersebut bahkan dengan mudah dilihat bahkan ditemukan di sekitar gedung-gedung kantor pemerintah yang megah dan mewah serta dilengkapi berbagai fasilitas yang nyaman. Juga di sekitar rumah-rumah abdi negara di kompleks elit, cluster dan dijaga 24 jam di mana tidak sembarangan orang bisa masuk ke lingkungannya. Sungguh fakta kehidupan yang ironis, sangat mengherankan dan menyedihkan.

Masalah Mental

Sayang sekali, Reformasi Birokrasi dengan remunerasinya seperti yang digagas oleh Sri Mulyani ataupun tokoh-tokoh lainnya, tenyata tidak berdaya melawan gaya hidup hedonis dan mental serakah para abdi negara. Kini bukan lagi "nut" yang diberikan, melainkan banyak ragam menu yang enak dan berkualitas seperti "apel, korma, lobster, tuna, ayam, daging" dan banyak lagi yang lainnya. Meskipun begitu, ternyata tidak begitu sukses menghasilkan abdi negara dari yang sebelumnya diibaratkan “monkey” atau monyet menjadi Singa, Harimau, Elang, Gajah, Beruang, dan sebagainya.

Mungkin bisa dikatakan yang didapatkan adalah simpanse, bekantan, orang utan, gorilla dan semacamnya. Semua itu masih dalam keluarga "monkey" juga dengan mental yang relatif sama. Hanya bedanya kini berubah menjadi omnivora atau pemakan segala, yang tidak akan pernah merasa kenyang atau cukup terhadap apa yang diberikan atau didapatkannya.

Kalau boleh disimpulkan, istilah "you pay nut you've got monkey" sepertinya kurang tepat untuk menggambarkan abdi negara yang tidak pernah merasa cukup atas apa yang didapatkannya meskipun telah diberikan peningkatan penghasilan yang relatif besar dan signifikan. Masalahnya bukan pada “makanan” apa yang harus diberikan, karena mental yang serakah dan jiwa yang hedonis tidak akan pernah merasa cukup. "It's not about the food, it's about the mentality". Oleh karena itu, Revolusi Mental harus secepatnya dilaksanakan khususnya bagi seluruh abdi negara. Wallahu ‘alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun