Energi Terbarukan Mendesak Dikembangkan di Indonesia (Shutterstock)
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan akan melaksanakan kebijakan dana ketahanan energi (DKE) mulai 5 Januari 2016. DKE berasal dari pemungutan sebesar Rp 200,00 untuk setiap pembelian per liter premium dan Rp 300,00 per liter solar. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia yang sedemikian berlimpah namun belum diolah secara baik. Padahal mengembangkan EBT adalah amanat UU Energi.
Pro dan kontra terhadap setiap kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah hal yang biasa. Sudirman Said sebagai Menteri ESDM pun menyatakan bahwa hal tersebut bisa dimengerti karena pelaksanaan kebijakan DKE merupakan hal baru. Ia bertekad akan menunjukkan cara pengelolaan DKE yang profesional, akuntabel, dan transparan (esdm.go.id).
Namun sayangnya beberapa argumentasi yang kontra mengesankan adanya pemaksaan logika dan argumentasi. Apa yang diungkapkan belumlah didasari dengan informasi yang berimbang. Semuanya dianggap buruk dan tidak ada baiknya sama sekali. Bahkan sampai begitu tendensius melemparkan tuduhan yang tidak berdasar. Yang penting bisa memenuhi hasratnya menyatakan ketidaksetujuan dan ketidaksukaan.
Pungutan Liar (Pungli) Karena Tidak ada Dasar Hukum
Pihak yang kontra bersikeras bahwa tidak ada dasar hukumnya pemungutan DKE tersebut sehingga menyebutnya sebagai pungli. Hal ini adalah tuduhan yang sangat serius. Melaksanakan pungli berarti tindakan kriminal, bagian dari perbuatan korupsi yang harusnya dibasmi di negeri ini. Sayangnya mereka yang berpendapat seperti ini seringkali bukanlah seorang ahli hukum, apalagi ahli hukum yang berkecimpung dan memahami seluk beluk sektor ESDM.
Padahal sangat banyak pendapat yang menyatakan pungutan DKE telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Pendapat ini dinyatakan oleh berbagai pihak yang ahli dan berkecimpung di sektor ESDM. Lantas pendapat yang mana yang bisa dipercayai atau setidaknya lebih mendekati kebenaran? Jawabannya tentu sangat mudah dengan menggunakan logika yang awam sekalipun.
Adapun mereka yang bersikukuh menyatakan hal ini melanggar hukum atau tidak memiliki dasar hukum, maka harus berani melakukan langkah lebih lanjut yang memungkinkan. Misalnya mengajukan Yudisial Review ke Mahkamah Konstitusi atau melaporkannya kepada penegak hukum atas pungli yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM. Jangan hanya bergaduh dengan berbagai pendapat yang mengkel ataupun melontarkan berbagai tudingan dan tuduhan.
Sudah ada dana dari pencabutan subsidi BBM
Memang benar sejak era Pemerintahan Jokowi subsidi BBM sudah dicabut. Hal ini membuat pemerintah mendapatkan dana yang besarnya sekitar Rp300 triliun. Namun dana tersebut harus dialokasikan untuk berbagai keperluan diantaranya pembangunan insfrastruktur di berbagai daerah yang selama ini tertunda bahkan terkesan diabaikan.
Tentu saja Rp300 triliun relatif belum cukup untuk mengejar ketertinggalan dan keterlambatan pembangunan di berbagai daerah Indonesia yang sangat luas ini. Meskipun ada yang dialokasikan untuk melaksanakan program-program ketahanan energi, namun belumlah cukup memadai untuk memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu diperlukan mobilisasi dana yang memungkinkan agar kebijakan ketahanan energi bisa dilaksanakan dengan optimal.