Mar’ie Muhammad, mungkin orang-orang sekarang banyak yang tidak tahu atau setidaknya lupa terhadap tokoh Indonesia yang dijuluki Mr. Clean ini. Di Indonesia yang masih carut marut dengan kasus korupsi yang datang silih berganti, dari dulu hingga sekarang, tidak banyak tokoh-tokoh dan pejabat di negeri ini yang mendapat gelar bersih karena telah teruji integritasnya.
Mar’ie Muhammad merupakan Menteri Keuangan di jaman orde baru yang diakui integritas dan kebersihannya. Kita semua tahu bahwa jaman orde baru adalah masa-masa berjayanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), saat itu penegak hukum tidak bisa diharapkan, akses informasi dan media dibatasi, serta KPK pun belum ada. Jadi, bisa dibayangkan betapa merajalelanya tindakan-tindakan KKN di masa itu.
Penulis mengetahui Mar’ie Muhammad secara kebetulan, atau bisa dibilang keterpaksaan. Kebetulan saat itu penulis sedang kuliah di perguruan tinggi kedinasan di bawah naungan Kementerian Keuangan. Sangat keterlaluan bila sampai tidak tahu siapa Menteri Keuangannya :)
Namun yang membuat penulis dan juga banyak teman-teman idealis yang mengidolakan Mar’ie Muhammad adalah tindak-tanduknya yang lurus kala menjadi pejabat tinggi di Kementerian Keuangan. Cerita dan kisah terkait keteladanan beliau berhembus ke kampus, menjadi pembicaraan dan membuat kami semua para mahasiswa yang bakal bekerja di Kementerian Keuangan takjub sehingga bersemangat memelihara idealisme.
Salah satu yang sering diceritakan di kampus adalah tatkala Mar’ie Muhammad datang ke kantor dengan menggunakan kendaraan mobil Volvo tua. Mobil tersebut sangat kontras dengan mobil-mobil pejabat dibawahnya, bahkan pegawai biasa pun menggunakanmobil-mobil terbaru yang berharga mahal. Hal ini terlihat aneh, karena tempat parkir yang diperuntukkan untuk pejabat tinggi seperti Mar’ie Muhammad diisi oleh mobil tua, sedangkan jejeran kendaraan di samping dan sekitarnya adalah mobil-mobil berharga mahal bahkan mobil mewah. Mungkin pemandangan yang kurang sedap tersebut membuat para pejabat dan pegawai lainnya risih atau malu.
Di hari-hari berikutnya, para pejabat dan pegawai mengganti mobil yang di bawa ke kantor agar tidak tampak terlalu mencolok dan berbeda dengan mobil pemimpinnya yaitu Mar’ie Muhammad. Cerita ini membuat kami para mahasiswa semakin mengidolakan Mar’ie Muhammad. Kami pun membuat kaos yang bertuliskan “Mar’ie Muhammad” di bagian dadanya yang melambangkan kebanggaan.
Saat menjadi Dirjen Pajak, Mar’ie berusaha membersihkan institusinya dari para koruptor. Buat Mari'e, jangankan pengusaha, Presiden Soeharto saja harus menyetorkan data yang benar sebagai wajib pajak. Tahun 1989, Direktorat Pajak sedang mengumpulkan data untuk pajak bumi dan bangunan (PBB).
Mar'ie pun datang sendiri memimpin tim ke Jl Cendana, kediaman Presiden Soeharto lalu mengukur sendiri luas rumah Soeharto. "Tak peduli presiden atau pengusaha, soal keharusan membayar pajak, tidak ada pengecualian. Paling tidak selama saya jadi Dirjennya," ujar Mar'ie tegas. Berkat upaya bersih-bersih Mar'ie itulah selama lima tahun Ditjen Pajak mengumpulkan uang pajak sebesar Rp 19 triliun. Padahal targetnya cuma Rp 9 triliun. Soeharto pun mengangkatnya menjadi Menteri Keuangan tahun 1993. (Sumber)
Tindakan nyata yang dilakukan Mar'ie adalah menolak dana taktis dan anggaran perjalanan dinas yang dinilainya terlalu besar. Bukan rahasia lagi kalau dua anggaran untuk pejabat Kemenkeu ini saat itu berjumlah sangat besar. Tak seperti menteri lain yang 'ABS' alias 'asal bapak senang', Mar'ie bekerja profesional. Bahkan berani menolak perintah Soeharto dan beradu argumen karena tidak mau membiayai program pemerintah membeli 39 kapal perang dari Jerman timur yang dinilai terlalu mahal. Akhirnya dari total USD 1,1 miliar hanya USD 319 juta, yang disetujuinya. Begitu juga dengan proyek pesawat CN 235, Mar'ie tak langsung setuju karena saat itu tidak ada dana yang cukup. (Sumber)
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Menkeu, Mar’ie Muhammad juga memberikan contoh langsung melalui Kementerian yang dipimpinnya. Kala dicanangkan penghematan anggaran, Mar’ie Muhammad segera memotong pos-pos pengeluaran yang dinilainya kurang/tidak penting. Hal ini bahkan berdampak pada perguruan tinggi kedinasan di Kementerian Keuangan tempat penulis kuliah. Tidak ada lagi tunjangan bulanan yang diberikan kepada para mahasiswa, namun kuliah tetap gratis.
Padahal di perguruan tinggi kedinasan di Kementerian/Lembaga lain saat itu tetap diberikan tunjangan bagi mahasiswa setiap bulannya. Hal ini sempat menurunkan citra Mar’ie Muhammad di kalangan pihak yang tidak senang dengan kebijakannya sehingga mempelesetkan namanya menjadi “Mari Menghemat”. Meskipun begitu, penulis dan banyak mahasiswa lainnya tetap mengidolakan Mar’ie Muhammad karena mau memahami latar belakang dari kebijakan tersebut.
Selama menjadi Menteri Keuangan di era orde baru yang merupakan masa-masa jaya KKN, Mar’ie Muhammad pun mendapat tantangan dari atasannya dan juga orang-orang yang dekat dengan sang atasan. Hal ini diceritakan sendiri oleh Mar’ie Muhammad kala hendak melaksanakan reformasi birokrasi. Suatu hari, Mar’ie Muhammad, Menkeu, menghadap ke Bina Graha, ruang kerja Presiden Soeharto.
Dia menyampaikan gagasan reformasi birokrasi, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan PNS. Gagasan itu sekaligus upaya Mar’ie menekan penyimpangan dan kebocoran anggaran negara. Tanggapan Pak Harto, ternyata di luar dugaan Mar’ie. “Mar’ie, soal kesejahteraan pegawai negeri, jangan dipikirken. Mereka sudah pintar cari duit,” begitu kata Pak Harto. (Sumber)
Demikianlah, sosok salah satu pejabat negara yang sangat penulis hormati dan kagumi. Penulis yakin, banyak masyarakat juga merasakan demikian. Bahkan mereka yang belum mengenal Mar’ie Muhammad akan kagum dan terinsipirasi bila membaca kisah-kisahnya yang banyak diliput media dan ditulis berbagai pihak. Dari sini terlihat jelas, bahwa pemimpin yang bersih akan tercermin dalam tindak-tanduknya yang bersih saat melaksanakan tugas. Tidak menutup mata, pura-pura tidak tahu apalagi menyangkal ketidakberesan yang terjadi dalam institusinya. Pemimpin yang bersih akan berusaha membersihkan institusinya.
Hal ini sepertinya disadari betul oleh Presiden Jokowi yang berusaha mendapatkan menteri-menteri yang bersih dengan meminta KPK dan PPATK menelusuri nama-nama yang diusulkansebagai kandidat menteri.Hanya sapu yang bersih yang bisa membersihkan. Sapu yang kotor tidak akan peduli bila pekerjaan yang dilakukannya justru membuat kotor, menyebabkan kekotoran dan menyebarkan kekotoran. Semua bermula dari sang pemimpinnya.
Semoga makin banyak pemimpin-pemimpin dan pejabat-pejabat yang bersih di negeri ini (aamiin). Mereka akan menginsipirasi anak buahnya untuk berusaha bersih. Pemimpin-pemimpin yang bersih tidak akan sudi dikelilingi mereka yang bermental ABS dan asal kerja. Pemimpin yang bersih tidak akan ragu membersihkan institusi yang dipimpinnya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H