Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Antara yang Bertato dan Merokok dengan yang Tidak

3 November 2014   15:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:48 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_371626" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Kompas.com"][/caption]

Tato

Sejak kecil saya dibesarkan dalam lingkungan yang menstigma bahwa orang yang memiliki tato adalah orang jahat, kriminal kambuhan dan suka mengganggu. Bahkan dari cerita-cerita di jaman Orde Baru, mereka yang bertato seolah harus dibasmi. Cerita dari mulut ke mulut dan berita media massa jaman Orde Baru seringkali mengisahkan tentang lelaki bertato yang ditemukan tewas. Kata orang-orang itu akibat ulah "Petrus", yang setelah cukup umur baru saya tahu artinya adalah "Penembak Misterius" yang melakukan pembersihan dalam rangka menegakkan keamanan.

Dari berbagai literatur yang saya baca, ternyata tato sudah ada sejak masa yang lampau sekali. Tato juga merupakan bagian dari warisan budaya dan adat istiadat suatu komunitas/masyarakat, juga adalah bagian dari budaya Indonesia, suka ataupun tidak. Dari pengetahuan agama yang didapatkan, saya mengetahui bahwa agama saya (Islam) mengharamkan pembuatan tato (permane) ditubuh orang-orang yang beragama Islam. Sebab utamanya karena tato menutupi bagian kulit sehingga tidak bisa terbasuh oleh air saat mandi ataupun berwudhu, sehingga tidak bisa disucikan. Namun seingat/setahu saya, agama Islam tidak pernah mengajarkan pemahaman bahwa manusia bertato itu otomatis jahat, kriminal, tidak jujur, tidak bisa bekerja, atau berbagai stigma negatif lainnya. Juga tidak pernah ada anjuran untuk memusuhi ataupun menjauhi orang yang bertato. Yang saya tahu Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, itu artinya termasuk didalamnya adalah bisa menjadi rahmat bagi orang-orang yang bertato.

Mungkin banyak orang-orang bertato yang tidak baik bahkan menjadi penjahat. Namun juga bukan suatu keanehan jika banyak juga orang-orang bertato yang baik, berbudi pekerti, bermanfaat bagi orang lain/masyarakat dan warga negara yang tertib serta taat peraturan dan patuh pada hukum. Sebaliknya, apakah orang-orang yang tidak bertato dipastikan adalah orang-orang baik, tidak mungkin merugikan masyarakat, bangsa dan negara?

Membuat tato di bagian tubuh adalah keputusan pribadi masing-masing. Efek ataupun konsekuensinya juga akan dihadapi pribadi yang bersangkutan. Terkait ajaran agama yang melarangnya, maka hal tersebut akan menjadi urusan yang bersangkutan dengan Tuhan yang Maha Kuasa. Pribadi lain tidak berhak mencampurinya karena tidak ada orang lain yang dirugikan apalagi tidak melanggar peraturan dan hukum. Lain hal bila mereka yang bertato memaksa orang lain untuk sama-sama bertato. Adapun bagi mereka yang menganggap tato adalah hal yang tidak baik, itu juga urusan pribadi masing-masing terkait keyakinannya. Silahkan menginformasikan yang sebenarnya mengenai tato, namun tidak perlu menambah-nambah dengan stigma yang tidak terjamin kebenaran dan kepastiannya.

Rokok

Sejak kecil kita telah diajarkan untuk tidak merokok karena sangat banyak kerugian yang akan diakibatkan oleh rokok. Terlebih lagi bagi orang-orang miskin yang untuk makan saja susah, apalagi bagi anak usia sekolah hingga mahasiswa bahkan para pengangguran yang belum bisa mandiri. Alangkah bodohnya, karena untuk memenuhi kebutuhan dasar saja berupa makanan sehari-hari, jangankan yang bergizi, untuk sekadar kenyang saja sangat susah, bisa-bisanya membakar uang yang tidak seberapa dan sangat susah dicari tersebut dengan merokok. Betapa durhakanya orang tua yang tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya dengan alasan tidak ada biaya, namun jelas-jelas tidak sayang membakar uang yang tersisa dengan merokok.

Apabila tiba masanya mendapatkan sakit karena efek dari rokok, maka dipastikan akan segera datang ke fasilitas kesehatan dengan mengandalkan surat keterangan tidak mampu. Betapa tidak punya malu dan hati nurani. Bukankah orang tidak mampu akan berusaha berhemat dan menjaga dengan sebaik-baiknya sedikit harta yang dimilikinya? Lain halnya jika orang kaya, wajar saja bila tidak sayang dengan uangnya dengan membakarnya melalui aktivitas merokok. Mereka masih memiliki banyak tabungan, deposito, saham, tanah dan berbagai harta lainnya. Orang kaya bisa tetap makan enak, anak-anak bersekolah mahal bahkan di luar negeri, saat sakit akibat efek negatif dari rokok pun mereka punya asuransi premium atau membayar sendiri di rumah sakit elit dan mewah hingga ke rumah sakit di luar negeri.

Aktivitas merokok dengan resikonya juga adalah urusan pribadi masing-masing persis seperti keputusan untuk mentato bagian tubuh. Namun secara objektiv, merokok jauh lebih merugikan dibandingkan tato. Agama (Islam) pun sangat jelas mengajarkan prinsip-prinsip bahwa aktivitas yang meracuni diri sendiri dan orang lain adalah haram dan berdosa bila dilakukan.

Terkait hal efek yang sangat merugikan dari rokok, banyak pihak termasuk pemerintah mengeluarkan serangkaian aturan hukum yang membatasi aktivitas merokok agar tidak merugikan orang lain. Perkara mau merugikan diri sendiri, silahkan saja. Makanya dilarang merokok di tempat-tempat umum apalagi yang jelas-jelas ada larangan merokok. Silahkan nikmati rokok dan asapnya sendirian atau bersama-sama para perokok di ruangan yang ditentukan, di rumah sendiri, di kamar sendiri atau ditempat-tempat yang tidak akan mengganggu dan merugikan orang lain. Bila melanggar maka akan terkena sanksi dan hukuman. Kita semua yang tidak suka dengan asap rokok pun harus tegas pada mereka yang tidak tahu malu, merokok di sembarang tempat. Tegurlah mereka, bila masih bebal maka panggilkan petugas yang berwenang, bila masih tetap bebal, foto atau videokan aktivitas tak tahu malu tersebut untuk dipublikasikan ataupun sebagai bukti untuk melaporkan ke pihak yang berwajib.

Mereka yang merokok dan/atau bertato adalah tidak baik?

Saya berani memastikan bahwa hal tersebut belum tentu atau tidak menjamin. Saya pernah punya pengalaman berkesan terkait interaksi dengan orang yang bertato sekaligus merokok. Saat itu saya dan istri hendak naik ke dalam angkutan kota untuk menuju klinik dokter dalam rangka pemeriksaan rutin kehamilan. Begitu berada di dalam angkot, kami terkejut karena melihat dipojokan ada seorang laki-laki bertampang sangar, telinganya bertindik dan kedua lengan bertato sedang asyik merokok. Kami awalnya ingin segera turun dari kendaraan, namun tidak jadi karena melihat laki-laki sangar tersebut segera membuang jauh-jauh rokoknya yang masih panjang ke luar jendela. Saya segera mengucapkan terimakasih dengan bersungguh-sungguh. Sang lelaki sangat itu tersenyum kecil dan mengangguk menerima ucapan terima kasih saya.

Namun demikian, banyak juga para perokok yang merupakan pribadi yang tidak baik, setidaknya dengan tidak mempedulikan lingkungannya saat merokok. Cuek saja walau ada larangan merokok, tidak peduli dalam ruangan tertutup dan ber-AC, tidah tersentuh hatinya tatkala ada anak-anak, ibu hamil ataupun orang lain yang telah mengipas-ngipaskan untuk mengusir asap rokok. Pengalaman seperti ini tidak terhitung lagi, entah di kantor yang seharusnya tempat orang-orang terpelajar, di sekolah, di angkutan umum, di rumah ibadah hingga di fasilitas kesehatan seperti pos yandu, puskesmas dan rumah sakit. Anehnya lagi banyak dari mereka yang merokok tersebut tampak atribut-atribut yang di masyarakat dianggap sebagai orang-orang baik dan sholeh. Mereka menggunakan topi haji, baju koko, jidatnya hitam layaknya ustads-ustads di televisi, ada yang bersorban, ada yang menggunakan seragam entah PNS, Polisi ataupun Tentara. Secara logika, orang-orang dengan tampilan-tampilan dan atribut-atribut tersebut harusnya adalah mereka yang peka hati nuraninya, punya rasa malu tinggi, taat pada hukum dan peraturan. Tapi faktanya bertolak belakang seratus delapan puluh derajat.

Jadi, baiknya kita coba resapi ajaran-ajaran mulia di masyarakat baik dari budaya, adat istiadat ataupun ajaran agama seperti: jangan hanya melihat dari penampilannya, semua manusia adalah sama derajatnya kecuali dilihat dari kebaikannya dan lain sebagainya yang memiliki pesan moral yang kurang lebih sama. Jadi, apakah mereka yang merokok dan/atau bertato itu buruk secara profesional maupun bermasyarakat? Apakah mereka yang berpenampilan rapi, wangi, menggunakan atribut-atribut agama, tidak bertato, tidak merokok adalah orang-orang baik secara profesional maupun bermasyarakat. Normalnya kita semua sudah tahu jawabnya. Lain hal bila memang tidak normal. Salam :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun