Mohon tunggu...
Money

Prinsip Dasar dalam Mengembangkan Pembentukan Asuransi Syariah di Indonesia

12 Maret 2019   03:20 Diperbarui: 12 Maret 2019   03:34 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebuah tatanan hukum akan tegak secara kokoh, jika dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Ibarat sebuah bangunan, jika dibangun dengan pondasi yang rapuh maka cepat ataupun lambat bangunan itu akan mengalami kehancuran dan roboh diterjang badai. Sebaliknya, bangunan yang didasari dengan pondasi yang kuat akan menghasilkan sebuah bangunan yang kokoh dan tahan terhadap badai, (Hasan Ali, 2004 :125) 

Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syari'ah tidak jauh berbeda dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomika Islami secara komperhensif dan bersifat utama. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi syari'ah merupakan turunan (minor) dari konsep ekonomika Islam. 

Biasanya literatur ekonomika Islami selalu melakukan penurunan nilai pada tataran konsep atau institusi yang ada dalam lingkup kajiannya,. seperti lembaga perbankan dan asuransi. Begitu juga dengan asuransi harus dibangun di atas pondasi dan prinsip dasar yang kuat dan kokoh, (Hasan Ali, 2004 :125). 

Adapun peraturan tentang asuransi islam sebagai landasan operasional secara konvensional lebih mengutamakan peraturan asuransi islam bedasarkan prinsip-prinsip syariah, (Nurul Huda.dkk, 2010 :170)

            Dalam hal ini, dasar asuransi mempunyai sembilan macam yaitu :

  • Tauhid

Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk yang ada dalam syari'ah Islam. Setiap aktivitas kehidupan manusia harus di dasari oleh nilai-nilai ketauhitan. Tauhid dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang tidak dipisahkan dalam setiap gerak langkah yang mencerninkan hukum nilai-nilai ketuhanan yang melekat pada dirinya sendiri. 

Sehingga dalam tingkatan tertentu dapat dipahami semua gerak yang ada di alam semesta merupakan gerak dan asma dari Allah SWT. Dalam hal ini Allah berfirman dalam (QS. Al-Hadid (57):4) ; "Dan dia selalu bersamamu dimanapun kamu berada", (Hasan Ali, 2004 :125)

Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. Dalam melakukan aktivitas berasuransi ada semacam dalam hati bahwa Allah SWT. Selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita, (Hasan Ali, 2004 :126)

  • Keadilan

Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat pada akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi. 

Pertama, nasabah asuransi harus memosisikan pada kondisi yang mewajibkannya untuk selalu membayar uang santunan (premi). Dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi yang mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi berfungsi sebagai pengelola dana yang mempunyai kewajiban membayar klaim ( dana santunan ) kepada nasabah, (Hasan Ali, 2004 :127)

Disisi lain, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah yang dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Jika nasabah yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut, (Hasan Ali, 2004 :127)

  • Tolong -- menolong

Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta'awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi harus mempunyai niat dan motivasi untuk meringankan beban temannya pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian. Dalam hal ini Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya Qs. Al-Maidah [5]: 3

 Yang Artinya "Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjaka) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksanya." Dalam praktik tolong-menolong asuransi adalah unsur utama pembentuk bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini semata-mata untuk mengejar keuntungan bisnis (profit oriented) berarti perusahaan asuransi itu telah kehilangan krakter utamanya, dan wajib terkena penalty untuk di bekukan operasionalnya sebagai asuransi, (Hasan Ali, 2004 :128)

  • Kerja sama

Prinsip kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islami. Manusia sebagai maklhuk sosial yang tidak akan hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain. Sebagai apresiasi dari posisi dirinya sebagai makhluk sosial, nilai kerja sama adalah norma yang tidak dapat ditawar lagi. 

Hanya dengan mewujudkan kerja sama antara sesama manusia yang dapat merealisasikan kedudukan sebagai makhluk sosial, dalam operasionalnya akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah adalah 2 buah konsep dasar dalam kajian ekonomika islami dan mempunyai nilai historis dalam keilmuan ini, (Hasan Ali, 2004 :129)

  • Amanah

Kerelaan

Prinsip kerelaan ( Al-Ridha ) dalam ekonomika islami berdasar pada firman Allah SWT. Dalam QS. An-Nisa' [4] : 29

Yang artinya : " kerelaan diantara kamu sekalian ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridho dalam setiap melakukan akad ( transaksi ), dan tidak ada paksaan antara kedua belah pihak yang terikat oleh perjanjian akad. Sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan, (Hasan Ali, 2004 :131)

Dalam bisnis asuransi kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan  sebagai ana sosial (Tabarru). Dana sosial (Tabarru) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian, (Hasan Ali, 2004 :131)

  • Larangan Riba

Dalam setiap transaksi, seorang muslim dilarang memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan seperti yang dijelaskan firman Allah SWT. Dalam QS.  an-Nisa [4] : 29 yang artinya hai orang-orang beriman, jangan kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka- sama suka diantara kamu. Riba secara bahasa bermakna tambahan (ziyadah), (Hasan Ali, 2004 :132)

  • Larangan Maysir

Larangan gharar

Daftar pustaka

Irmayanto, Juli, dkk. 2002. Bank & Lembaga Keuangan. Jakarta: Universitas Trisakti.

Hasan, Ali. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta : Kencana, 2004.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonomika Dasar : Edisi ke-enam. Jakarta : Erlangga

Sula, Muhammad Syakir, Prinsip-prinsip dan Sistem Operasional Tafakul serta Perbedaannya dengan Asuransi Indonesia (AAMAI). 

Abdul, Wadud Nafis, Manajemen Asuransi Syariah. Lumajang : Cendekia Publishing, 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun