Sejarah Politik Indonesia pasca reformasi mengalami perubahan-perubahan yang signifikan, yang di mulai dari perubahan struktur hukum ketatanegaraan, yakni perubahan kedudukan lembaga negara, posisi partai politik dan Pemilu sebagai siklus dan estafet kepemimpinan.
Sejak 1999 akhir kepemimpinan otoriter menuju kepemimpinan demokratis, namun 2004 barulah pemilu demokratis yang melibatkan semua elemen masyarakat Indonesia. Meskipun pemilu tahun 1955 sebagai pembanding pemilu yang Demokratis.Â
Eksperimen demokrasi dimulai, tetapi tampilnya Wiranto, Megawati, Amin Rais dan Susilo Bambang Yudoyono terlihat adanya kompetisi keterwakilan sipil dan militer.Â
Hal itu kembali terlihat Pada putaran kedua antara SBY vs Megawati. Kemenangan SBY atas Megawati menunjukan masih adanya kepercayaan publik terhadap tokoh militer untuk memimpin bangsa ini setelah Pemimpin sipil yang mengisi transisi kepemimpinan dari Habibie, Gusdur dan Megawati.
Setelah dua periode kepemimpinan Nasional berturut-turut oleh SBY, dua periode berikutnya muncul issu populisme dan hasilnya dimenangkan oleh Jokowi sebagai keterwakilan pemimpin sipil.Â
Apakah pemilu 2024 kembali dipimpin oleh keterwakilan militer mengingat bursa calon presiden dan wakil presiden terlihat ada mewakili dua unsur tersebut yaitu unsur sipil.Â
Tantangan Indonesia masa depan di tengah tengah issu global yang menegangkan dan memberi sinyal terjadinya resesi ekonomi dunia.Â
Hal ini membutuhkan stabilitas keamanan dan politik untuk menyongsong ketidakpastian global, sehingga negara bisa Survive dan mengambil peran penting dalam menentukan arah perubahan zaman.
Mencermati perkembangan beberapa issu di media masa yang mengatakan adanya kemungkinan pilpres satu putaran, dan dilain sisi adanya potensi kecurangan pemilu, memberi insinuasi ketegangan dibelakang layar sebagai gambaran pasca pilpres.Â
Sebagai sebuah pendapat tentu  sah-sah saja, yang penting adalah menjaga kewarasan berpikir dalam mengkonsumsi ruang publik.
Kita memberi Apresiasi M. Qodari yang memberi kesimpulan berdasarkan hasil survei dan metodologi ilmiah bahwa Pilpres 2024 berpotensi satu Putaran. Dalam negara demokrasi, pendapat tentu kita menghargai dan menghormati sebagai wujud kebebasan berpendapat.Â
Apabila terbukti, maka itu akan berpengaruh pada efisensi pembiayaan pemilu. Pembiayaan pemilu yang di rilis oleh Kemenkeu pada media CNBC pada tanggal 23/08/2008 sebesar 37,4 Triliun. Jika terjadi dua putaran tentu akan menelan APBN -+ 30 Triliun.
Untuk memastikan pemilu yang demokratis, berdasarkan asas pemilu (langsung, Umum, Bebas, rahasia jujur dan adil), ketika terjadi dua putaran berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) maka tetap dilaksanakan sesuai amanah konstitusi dan UU pemilu.
Perbedaan Pendapat harus dimaknai sebagai Proses Pendewasaan warga negara dalam memahami fungsi, etis dan moral serta statusnya sebagai warga negara. Pastinya kita tetap berkomitmen untuk merawat keindonesiaan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H