Mohon tunggu...
Amirotul Haibah
Amirotul Haibah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa IAIN kediri

Wanita muslimah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penafsiran Sufistik Sabiqun bil Khoirot dalam Terang Kitabullah

24 Desember 2023   12:26 Diperbarui: 24 Desember 2023   12:33 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggapan tentang Sabiqun bil Khoirot dalam tingkatan ahlul qur'an itu menunjukkan seberapa istimewahnya manusia, Ketika dia bisa mencapai maqom para ahli sufisme untuk memperoleh tujuan tersebut. Mereka menyebutnya dengan istilah maqamat, yaitu ibaratkan tempat - tempat yang harus dijalani para sufi untuk sampai ke tujuan mereka. Dari sekian banyak versi maqamat, yang biasa disebut adalah taubat, zuhud, sabar, tawakkal, ridha. Kelima itu harus ditempuh secara bertahap. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat berikutnya diperlukan waktu dan usaha yang tidak sedikit seperti beliau harus menjaga dan menjalankan apa yang di perintahkan sebenarnya. Terkadang seorang sufi harus menyelami satu tempat selama bertahan-tahun sebelum akhirnya ia merasa mantap dan dapat berpindah ke kedudukan berikutnya. 

Sabiqun bil khoirot mengarah pada maqom yang tertinggi dalam menjaga dan mengamalkan al qur'an setelah muqtasyid dan dzolimun linafsi. Dan bagi mereka yang telah mencapai maqom itu akan diberi surga 'adn sebagai tempat tinggalnya seperti yang disebutkan dalam tafsir jalalin QS. Fatir 32 :

"(Bagi mereka surga Adn) sebagai tempat tinggalnya (mereka masuk ke dalamnya) yakni ketiga golongan tersebut; lafal ayat ini dapat dibaca Yadkhuluunahaa atau Yudkhaluunahaa, berkedudukan menjadi Khabar dari Mubtada yaitu lafal Jannaatu 'Adnin (mereka diberi perhiasan) kalimat ayat ini menjadi Khabar yang kedua (di dalamnya dengan) lafal Min di sini menunjukkan makna Ba'dh atau sebagian (gelang-gelang dari emas dan dengan mutiara) yang berbingkai emas (dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera.)"

Persepsi (gambaran) sabiqun bil khoir tentang pribadi muslim banyak yang pemahamannya sempit, sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Jika melihat fenomena sekarang, banyak seorang muslim yang tidak mencerminkan berkepribadian seorang muslim yang baik. Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang berjiwa lemah seperti jiwa koruptor, kriminal, dan tidak amanah. Oleh karena itu standar pribadi muslim sabiqun bil khoir yang berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan. Mengetahui pendapat para mufassir mengenai QS Faathir ayat 32

yang merupakan kandungan dari sabiqun bil khoirot lalu esensi pendapat para pakar pendidikan tentang kepribadian muslim dan implikasi pendidikan. Sayyid Quthb berpendapat bahwa ayat tersebut menyebutkan tentang kemuliaan seorang hamba disisi Allah, dan juga membayangkan mereka tentang besarnya konsekuensi yang timbul dari pemilihan dan pewarisan ini. ia adalah tanggung jawab besar yang mempunyai beban-beban tersendiri. Kelompok pertama adalah orang 'yang menganiaya dirinya sendiri', yang keburukannya mengalahkan kebaikannya. Kelompok kedua adalah kelompok 'pertengahan' yang keburukannya sejajar dengan kebaikannya. Sedangkan kelompok yang ketiga adalah 'yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah', yang kebaikan- kebaikannya melebihi keburukannya. Namun anugerah Allah mencakup ketiga kelompok tersebut secara keseluruhan. Mereka semua akan berakhir dengan masuk surga dan merasakan kenikmatan yang ada didalamnya.

Orang muslim yang memiliki sifat sabiqul bil khairat termasuk orang-orang yang beruntung. Seorang Muslim yang kokoh mempunyai sifat sabiqun bil khair dalam dirinya.

Adapun implikasi pendidikannya adalah;

Seorang Muslim harus mampu menghindari sifat zhalim dan muqtasid untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai Muslim yang kokoh.

Seorang muslim harus semangat dan berlomba-lomba dalam hal kebaikan sebagai sebagai tanda bahwa dia seorang muslim yang kokoh.

Dengan sifat sabiqul bil khairat dapat membuat kepribadian muslim yang kokoh.

"Sekularisasi ilmu pengetahuan" menjadi fondasi utama dalam sepanjang sejarah peradaban Barat modern. Dengan adanya sekularisasi ilmu pengetahuan, sedikit demi sedikit akan memisahkan jarak antara ilmu dengan agama, melenyapkan wahyu (Al-Quran) sebagai sumber ilmu, dan juga memisahkan wujud dari yang sakral. Selain itu sekularisasi ilmu juga telah menjadikan rasio sebagai basis keilmuan secara mutlak, dan mengaburkan maksud serta tujuan ilmu yang sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai metodologi ilmiah.

Sebagai solusi menghadapi krisis epistemologi yang sedang melanda segala bentuk pemikiran dan juga sebagai jawaban dari berbagai tantangan yang muncul dari hegemoni westernisasi ilmu, maka perlu kiranya menghadirkan suatu gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, yang mana dalam bahasa Arab istilah islamisasi ilmu disebut juga dengan "islamiyyat al-ma'rifat, atau bahasa Inggris disebut sebagai "islamization of knowledge".

Menjadi "sabiqun bil khoirot" merupakan Usaha islamisasi ilmu pada dasarnya telah terjadi sejak masa Rasulullah SAW dan para sahabatnya, yang waktu itu diturunkan Al-Quran dengan bahasa Arab, sehingga dengannya mampu mengubah watak serta pandangan hidup (worldview) dan tingkah laku bangsa Arab (Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam, Wan Mohd. Nor Wan Daud, 1998). Oleh karena itu, "sabiqun bil khoirot" bukanlah suatu yang baru, hanya saja dalam konteks operasionalnya pengislaman ilmu-ilmu masa kini dicetuskan oleh tokoh-tokoh ilmuwan islam, seperti: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, al-Faruqii, Fazlur Rahman, Syed Husein Nasr , dan lain-lain.

Golongan sabiqun bil-khair adalah mereka yang cepat mengamalkan Alquran begitu mereka baca dan pahami. Persis sebagaimana dicontohkan Nabi SAW dan para sahabat. Sedangkan golongan muqtashid dapat dikatakan parsial dalam pengamalan Alqur'an. Mereka mencampuradukkan antara ibadah dan maksiat, hak dan batil. Mereka termasuk orang yang merugi karena Allah memerintahkan agar kita berislam secara total (kaffah).

Sebagian kalangan sabiqun bil khoir, banyak kalangan juga yang tidak menerima kaum sufi dalam penafsirannya dianggap tasawuf hanya berdasarkan isyarat saja dan tidak memiliki landasan dari al-Qur'an dan hadis. Hal ini dijelaskan oleh Al- Sarraj dalam bukunya bahwa kaum sufi tidak diperselisihkan keberadaannya yang diakui dalam al-Qur'an, dan Allah telah mengakui keberadaan orang-orang jujur (as-sadiqin-as sadiqat), orang-orang yang khusyu (al khasi'in), orang-orang yang sangat yakin (al-muqinin), orang-orang yang ikhlas (al-mukhlisin), orang-orang yang berbuat baik (al-mukhsinin), orang-orang yang takut pada siksa Allah (alkhaifin), orang-orang yang berharap pada rahmat Allah (al- raji'in) orang-orang yang bersabar (al -sabirin), orang-orang yang bertawakal (al-mutawakkilin), orang-orang yang tawadhu (al-Mukhbitin), para kekasih Allah (auliya'), orang- orang bertaqwa (al-muttaqin), orang-orang pilihan (al-mustafin dan al-mujtabin), orang-orang baik (al-abrar), dan orang-orang yang dekat dengan Allah (al- muqarrabin).

Oleh karena itu, pada saat ghirah kita tinggi untuk membaca Alquran waktu romadhon tiba, sebaiknyah al-qur'an di atas menjadi perhatian serius. Kita tidak sekadar mengejar pahala "satu huruf sepuluh pahala" alias membaca, tetapi lebih dari itu berupaya memahami dan menghayati maknanya, untuk kemudian semampu kita (mastatho'tum) mengamalkan dan mendakwahkannya.

Semoga sabiqun bil khoirot bisa membangkitkan kesadaran kita untuk iqra' lebih intensif dan luas. Baik dalam hal membaca ayat qauliyah (Alquran) maupun ayat kauniyah (fenomena alam) berdasarkan petunjuk Alquran agar kita semua, umat Islam, menjadi umat yang terbaik, menjadi teladan bagi umat-umat lain, dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Wallahu a'lam

P Sabiqun Bil Khairat ialah golongan para penghafal Al-qur'an yang berlomba- lomba dalam kebaikan. Ia tidak akan menunda-nunda kebaikan atau amal sholih yang ada dihadapannya bahkan ia telah mempersiapkan dirinya untuk mengejar kebaikan tersebut, misalnya untuk melaksankan sholat Tahajjud, ia telah mempersiapkan dirinya sebelum tidur, agar ia tidak terlambat untuk sholat Tahajjud. Bahkan setelah sholat tahajjud, ia tidak tidur lagi akan tetapi beristighfar hingga shubuh. Sebagaimana disebutkan dalam Al-qur'an Surah Adz-Dzariyat artinya:

"Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar" Penghafal Al-qur'an yang termasuk dalam golongan ini ialah orang yang menghafal Al-qur'an sekaligus memahami dan mentadabburi makna kandungan dari ayat yang dihafalnya, sehingga ayat tersebut membimbingnya untuk selalu berbuat kebaikan dan tentunya ia tidak akan sempat untuk berbuat keburukan. Menghafal Al-quran merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia, sehingga Allah akan memberikan pahala dan keistimewaan yang diperoleh baik di dunia maupun di akhirat. Penghafal Al-qur'an yang kualitas dan kuantitas bacaannya lebih tinggi, artinya ia dapat memahami dan mentadabburi ayat yang dihafal, maka ia akan setiap harinya akan bersama malaikat yang selalu melindungi dan mengajaknya kepada kebaikan. Kondisi penghafal Al-qur'an di masa ini, jauh berbeda dengan kondisi penghafal Alqur'an pada masa sahabat dan

salafus sholih. Penghafal Al-qur'an masa sahabat dan salafus sholih mampu mengalahkan kilaunya cahaya dunia dengan hafalannya, sebab mereka menjadikan Al-qur'an sebagai pedoman hidupnya dan dengan hafalan yang dimiliki dan yang mereka tuju bukanlah hal duniawi, akan tetapi syafaat kelak di akhirat dan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di masa ini, banyak penghafal Al-qur'an yang menjadikan hafalannya untuk memperoleh materi dunia. Mereka berlomba-lomba menampilkan hafalannya agar dihormati dan dipuji. Inilah kesalahan yang sangat fatal yang bermula dari niat. Niat bagi penghafal Al-qur'an adalah tolak ukur utama dalam menentukan bagaimana ia dan ayat Al-qur'an akan berinteraksi. Jika niatnya baik, maka akan baik pula interaksinya dengan Al- qur'an. Akan tetapi jika niatnya salah, maka interaksinya dengan Al-qur'an hanya sebatas untuk memenuhi keinginan nafsunya saja. Niat yang baik akan membawanya pada perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai qur'aniyah dan kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah dalam Al-qur'an dan hadist. Sedangkan niat yang salah akan membawa ia pada kenikmatan yang fatamorgana. Dan sejatinya penghafal Al-qur'an dapat memahami tujuannya dalam menghafal agar hafalan tersebut dapat membimbing kehidupannya. Penghafal Al-qur'an adalah hamba pilihan Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun