Periode emas adalah masa keemasan pada anak-anak di awal kehidupannya. Masa emas ini berada pada kurun waktu dimana anak sangat peka dalam menerima rangsangan sebagai pembentuk kepribadiannya.Â
Menurut WHO, anak pada rentang usia 0-6 tahun merupakan masa emas dalam perkembangan yang mana pada usia ini anak berada pada masa eksplorasi secara itensif terhadap lingkungan dalam mencari tahu bagaimana semua terjadi.
Anak usia dini merupakan anak yang masa pertumbuhan dan perkambangannya unik, mereka mulai berekspresi atas keingintahuan yang tinggi dan meniru semua yang dilihatnya.Â
Pada fase ini, anak mulai mengenal perasaan senang, sedih,kecewa, marah, dan lain-lain yang dirasakan dan mulai bisa mereka ekspresikan. Karakter yang ditampakkan pada anak usia dini akan tertanam pada diri mereka.
Ketika anak merasakan dan mengespresikan emosinya, terkadang orangtua dan pendidik dalam menanganinya lebih sering meredam emosi anak ketimbang membimbing anak untuk menerima apa yang dirasakan dan menyalurkannya secara positif.Â
Pendapat Hurlock dalam (Fatimah, dkk., 2020) mengenai anak yang dapat mengontrol emosi dengan wajar akan menampakkan gambaran emosi yang tenang. Hal yang dimaksudkan ini mengenai bagaimana anak mengendalikan emosi dengan gaya tubuh, raut wajah, dan perkataan
Emosi yang tidak disalurkan dengan baik akan berdampak negatif pada diri anak dan jika terjadi secara terus-terusan akan membentuk tumpukan emosi negatif yang sewaktu-waktu dapat meledak tak terkendali. Dengan kata lain menyebabkan tantrum pada anak.
Apa Itu Tantrum?
Anak yang tidak bisa mengendalikan emosi karena ketidakmampuannya menyampaikan keinginan cenderung menangis, menjerit, dan berperilaku negatif secara berlebihan yang biasa disebut dengan temper tantrum.Â
Temper tantrum menurut Chaplin (2009) adalah suatu emosi yang meledak-ledak disertai serangan agresif dan amarah yang sangat kuat dengan tangisan, jeritan, hentakan. Tantrum seringkali muncul pada anak yang aktif dan energi berlimpah dengan rentang usia 1-3 tahun.Â
Anak yang tidak mampu dalam mengeksperisikan keinginannya menyebabkan emosinya tidak tersalurkan dengan baik. Apabila hal tersebut terjadi terus menurus hingga menumpuk dan mencapai pada batasan anak, maka tidak menutup kemungkinan jika sewaktu-waktu emosinya akan lepas kendali.
Ketika anak sudah mencapai batasnya, emosi yang selama ini ditekan akan meledak-ledak dan memunculkan perilaku-perilaku berlebihan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.Â
Perilaku yang biasa ditemukan pada anak tantrum dalam mengungkapkan perasaannya yakni dengan membuang barang, memukul, membenturkan kepala, menangis hingga menjerit-jerit secara berlebihan.Â
Sedangkan Hurlock (2010) mendefinisikan temper tantrum sebagai dari perasaan takut yang hebat disertai dengan iri hati yang tidak masuk akal yang menimbulkan ledakan amarah kuat pada anak. Kemarahan yang dirasakan anak ini karena sukarnya mereka dalam mengutarakan keinginan dan maksud sebenarnya. Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, tantrum memang tergolong normal terjadi karena pada masa ini anak menunjukkan kebebasannya dalam berekspresi.
Bagaimana Cara Mengenali Tantrum Normal dan Abnormal Pada Anak?
Orang tua dan guru sering kesulitan dalam membedakan tantrum normal dan abnormal. Adapun cara mengenalinya sebagai berikut :
- Tantrum Normal
- Terjadi pada kisaran usia 1 - 4 tahun dengan perilaku menangis, menggapai-nggapai lengan atau kaki, jatuh ke lantai, mendorong, menarik, atau menggigit. Rentang waktu ternjadinya tantrum selama 1-15 menit dengan durasi kurang dari 5 kali per-hari. Suasana hati normal di antara periode marah
- Tantrum Abnormal
- Terjadi pada kisaran usia lebih dari 4 tahun dengan perilaku melukai diri sendiri atau orang lain saat marah. Rentang waktu terjadinya tantrum selama lebih dari 15 menit dengan durasi lebih dari 5 kali per-hari. Suasana hati menetap selama periode marah.
Apa Penyebab Temper Tantrum Pada Anak?
Meskipun tantrum merukapan salah satu tahap dalam perkembangan anak. Namun bukan berarti tantrum dimaklumi dan diabaikan, bimbingan dari orang tua maupun pendidik diperlukan dalam proses mereka belajar mengontrol emosi.Â
Pengabaian dapat menimbulkan pikiran negatif dan ketakutan berlebih pada anak seperti takut tidak dicintai akibat dari ketidakpuasan anak atas perilaku atau respon yang diberikan lingkungan. Hasan (2011) menyebutkan bahwa temper tantrum sering terjadi karena anak merasa frustasi dengan keadaannya, sedangkan ia tidak mampu mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya. Supriyanti (2019) mengemukakan faktor penyebab temper tantrum yakni
1) Faktor fisiologi seperti lelah, lapar, sakit,
2) Faktor psikologis seperti tekanan atas kegagalan anak dalam memenuhi harapan orang tua,
3) Faktor lingkungan seperti pola asuh orang tua yang kurang tepat dirumah, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang kurang baik dapat mengganggu kestabilan jiwa anak.
Pada masa ini, anak menjelajahi lingkungan disekitarnya sebagai sesuatu hal untuk ditiru. Ketika anak terbiasa melihat orang disekitarnya kesulitan menyelesaikan masalah dan marah-marah, anak akan merekam dan dapat terpengaruh dengan mudah yang akan menjadikan anak meniru perilaku tersebut. Artinya, Tindakan-tindakan negatif dari luar akan berpengaruh dan mendukung anak untuk bersikap seenaknya dari hasil pengamatan yang diterapkannya.
Bagaimana Cara Membedakan Pada Tantrum Anak?
Menurut Wiyani (2014) tantrum pada anak dapat dibedakan berdasarkan jeni- jenisnya yakni:
1) Manipulative tantrum yakni perilaku tantrum yang dilakukan anak ketika tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan dan baru bisa berhenti ketika keinginannya terpenuhi.
2) Verbal frustation tantrum yakni perilaku tantrum yang dilakukan anak ketika merasa frustasi karena tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keinginan dengan jelas, namun perilaku ini bisa berhenti seiring peningkatan kemampuan komunikasi anak.
3) Tempramental tantrum yakni perilaku tantrum yang dilakukan anak ketika mencapai tahap frustasi yang tinggi dan tidak terkontrol lagi. Anak yang tidak bisa mengontrol emosinya akan lebih agresif. Hal ini dapat menyebabkan anak sukar dalam menghadapi lingkungan luar dan sulit beradaptasi maupun mengatasi berbagai masalahnya kelak.
Anak yang terbiasa menggunakan tantrum dalam mengekspresikan kemarahan dan frustasinya cenderung akan belajar mengontrol lingkungan dan memanfaatkannya untuk mendapatkan semua yang diinginkan secara semena-mena. Mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang egois yang dapat membuatnya sulit diterima masyarakat. Maka dari itu, bimbingan dari orang tua dan pendidik sangat diperlukan dalam proses tumbuh kembang anak ketiak masa tantrum.
Bagaimana Cara Menangani Tantrum Pada Anak?
Tantrum merupakan fase wajar dalam masa pertumbuhan anak-anak. Laforge (2002) mengungkapkan bahwa keterlambatan penanganan perilaku tantrum akan menjadi sifat tetap saat dewasa. Ketepatan dalam menangani anak yang tantrum merupakan tuntutan bagi orang tua dan pendidik. Kekeliruan dalam menangani anak yang tantrum akan membuat hilangnya kesempatan orang tua dan pendidik mengajarkan anak dalam bertindak dan meluapkan emosi secara normal agar tidak menyakiti diri sendiri maupun orang lain sehingga dalam tumbuh kembang anak tidak terganggu. Â Adapun langkah bagi orang tua dalam menangani tantrum pada anak yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Belajar mengendalikan kemarahan sendiri dan orang lain.Â
Orang tua sering melakukan kesalahan dengan cara bereaksi negative dalam upaya berusaha mendisiplinkan anak. Orang tua harus berlatih untuk tenang, berupaya memahami kondisi anak, dan melakukan manajemen dalam mengelola konflik sehingga anak akan menjadi tenang karena orang tua memahami anak dan memenuhi kebutuhannya.
2. Mengalihkan perhatian atau mengarahkan anak.Â
Ketika seorang anak tidak berperilaku baik, orang tua bersikap tenang sambil mengarahkan anak pada hal positif. Contoh, "ini adalah seember air. Mari kita letakkan di luar di mana kamu bisa bermain air sepuasmu."
3. Singkat dan jelas dalam mendisiplinkan anak.Â
Orang tua sebaiknya menegakkan aturan secara konsisten, dapat dilakukan dengan mengangkat dan memindahkan anak dari ruangan dan mengsolasinya selama dua hingga lima menit.
4. Menemukan penyebab munculnya amarah atau temper tantrum pada anak.Â
Alasan seorang anak memiliki tantrum bervariasi, seperti ingin mendapat perhatian, ingin didengar, protes terhadap hal tidak sesuai dengan keinginan, menghindari kegiatan yang tidak ingin dilakukan,untuk balas dendam, atau sebagai pelampiasan ketakutan diabaikan.
5. Menghindari tindakan mempermalukan anak tentang amarahnya.Â
Tindakan orang tua yang mempermalukan anak dapat berdampak negative terhadap keinginan anak untuk melepaskan tekanan kepada orang lain.
6. Mengajarkan anak tentang intensitas amarah
7. Menetapkan batasanÂ
Memberika batasan yang jelas dan harapan tinggi untuk mengatasi kemarahan anak yang sesuai dengan usia, kemampuan, dan temperamen anak. Contoh ketika menghadapi anak yang mengamuk, "Saya berharap kamu dapat mengendalikan amarah tanpa memukul. Saya berharap kamu jujur dan memperhatikan orang lain, melakukan yang terbaik disekolah, meminta apa yang kamu inginkan, dan memperlakukan orang lain seperti kamu ingin diperlakukan" .
8. Memperhatikan, memuji, dan memberikan penghargaan atas perilaku yang sesuai.Â
Contoh, "terimakasih karena telah memanggil saya sebelumnya dan bertanya apakah kamu dapat mengubah rencanamu dan pergi ke rumah temanmu sepulang sekolah.
9. Menjaga komunikasi yang terbuka dengan anak.Â
Secara konsisten dan tegas, orang tua harus menjelaskan peraturan dan menjelaskan kenapa aturan itu dibuat.
10. Mengajarkan pengertian dan empati dengan cara menyadarkan anak mengenai efek tindakannya pada orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Falaah, Miftakhul, Nirfadhilah, I. (2021). Modifikasi perilaku anak usia dini untuk mengatasi temper tantrum pada anak. Jurnal Pendidikan Anak, 10(1), 76. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/view/28831/15926
Hanura, A. F. R. D. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Temper Tantrum Pada Anak Usia Prasekolah (3-5tahun) di Paud Pelangi II Desa Kepel Kec.Kare Kab. Madiun.
Izzatul Fithriyah, Yunias Setiawati, S. Y. (2019). Buku Mengatasi Temper Tantrum.pdf (p. 45).
Umi Salamah. (2019). Perilaku Tantrum Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak Di Kota Palangka Raya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H