Penulis: Amira Zahra, Dewa Ayu Srinadi, dan Laila Meiliyandrie Indah Wardani
Sigmund Freud, seorang neurologist yang lahir di Pbor, Czechia. Ia adalah sosok yang mengembangkan teori psikoanalisis, sehingga disebut sebagai Bapak Psikoanalisis. Psikoanalisis sendiri adalah aliran psikologis yang memandang tingkah laku manusia dari ketidak kesadarannya atau unconsciousness. Freud menyatakan keyakinannya bahwa segala aktivitas individu dilakukan dengan motif tidak sadar (Brennan, 2012). Dalam diri kita terdapat tiga lapisan, kesadaran, prasadar, dan ketidaksadaran. Di dalam lapisan ketidaksadaran terdapat id, id adalah tempat dimana letak eros dan thanatos berada. Id bekerja atas prinsip kesenangan (pleasure). Ego memiliki beberapa fungsi, ego menguasai rangsangan eksternal dengan menjadi "sadar" dengan cara menyimpan ingatan-ingatan, menghindari peristiwa flee or fight, dan adaptasi aktif, singkatnya, menurut Freud, ego merupakan bagian dari id yang telah dimodifikasi karena memperoleh pengaruh dan kontak langsung dari dunia luar. Sedangkan superego adalah yang menilai baik dan buruknya sesuatu atau nilai-nilai moral yang ditanamkan dari pola asuh orang tua maupun norma-norma kehidupan di masyarakat. Â Freud berasumsi, dalam area ketidaksadaran, terdapat dorongan-dorongan yang ditahan atau dipendam sehingga sulit untuk dipahami atau diketahui oleh diri karena terabaikan. Hal-hal inilah yang menjadikan kita lupa bahwa ada bagian dalam diri kita pada saat kita kecil hingga beranjak dewasa, inilah yang disebut dengan inner child.Â
Apa sih Inner Child itu?
Pengertian inner child diartikan sebagai tingkah laku dari seseorang yang terbentuk melalui pengalaman di masa kecil, umumnya pengalaman tersebut sangat terpatri dengan jelas pada memori kita sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku kita di masa yang akan datang. Dalam tulisan Stephen A. Diamond Ph. D. dengan judulnya, yaitu Essential Secrets of Psychotherapy: The Inner Child di Psychology Today menyebutkan, inner child adalah suatu himpunan peristiwa baik dan buruk yang terjadi dan dialami oleh anak hingga terbentuknya kepribadian sampai dewasa. Dari pengalaman buruk yang kita alami, dapat membuat inner child kita terluka.
Apa saja Ciri/Tanda Inner Child Terluka?
Seorang Psikoterapis, Maxine Harley mengungkapkan bahwa berikut merupakan beberapa ciri bahwa inner child kita tidak baik-baik saja, di antaranya yaitu, merasa rendah terhadap harga diri,kurang mampu mengendalikan sifat emosional, sulit dalam membedakan situasi antara serius dan bercanda, memiliki masalah tentang identitas dirinya sendiri, memiliki sikap pemberontak atau suka menindas, tidak percaya terhadap komitmen, rasa percaya diri yang rendah, suka berbohong secara berlebih, berambisi untuk selalu berkompetisi, tidak memiliki banyak teman dekat, memiliki perilaku yang cenderung obsesif, pasif, atau agresif (Harley, 2017). Apakah kamu mengalami salah satunya? Mari kita cari tahu penyebabnya.Â
Apa penyebab Inner Child?
Pengalaman masa kecil yang buruk akan menimbulkan sifat yang cenderung buruk pula, sedangkan pengalaman masa kecil yang baik akan cenderung ke arah yang baik pula. Inner child mempengaruhi emosi, hubungan, serta tindakan dalam lingkungan sosial kita.
Kebanyakan inner child dapat terluka dipengaruhi oleh bagaimana orang tua mendidik atau mengasuh kita di saat kecil, terutama saat rentang umur 6-7 tahun. Pengabaian dari orang tua atau kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada kita saat masih kecil dapat membuat inner child kita terluka. Ini artinya, proses parenting memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada pembentukan inner child kita. Jika kamu adalah seseorang yang memiliki masa lalu kurang menyenangkan pada masa lalu tentang parenting, tentunya kamu tidak ingin melakukan hal demikian terhadap anakmu. Tetapi pada dasarnya, kemungkinan terbesarnya kamu akan cenderung melakukan hal yang pernah kamu alami sebelumnya. Dengan kesadaran ataupun tidak, ditanamkan secara langsung maupun tidak, pola asuh akan diturunkan/diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Orang tua akan menumbuhkan suatu nilai tertentu kepada anaknya dimana ketika anak tersebut tumbuh, kemudian menikah, memiliki keluarga dan selanjutnya memiliki anak, ia akan memberikan penanaman nilai-nilai yang serupa dimana dulu  ia diajarkan, selanjutnya perilaku yang mirip atau bahkan persis akan dilakukan kepada anaknya sebagaimana orang tuanya bersikap dan berperilaku kepadanya terdahulu. Akan tetapi, beberapa kejadian atau kasus dimana seorang anak belajar dari lingkungan luarnya juga tentang pola mendidik yang tepat dan belajar tentang nilai atau hal-hal yang lebih baik dan baru.
Faktor kedua adalah faktor lingkungan, bagaimana lingkungan memperlakukan kita atau bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain tentunya sangat mempengaruhi bagian dari inner child kita. Kebanyakan ada beberapa pengalaman yang tidak mampu terlupakan dan menjadi bagian dari ingatan kita. Jika pengalaman itu buruk dan selalu tertanam dalam otak kita maka kita akan tumbuh seperti dihantui oleh pengalaman itu dan menjadikan pengalaman itu bagian dari karakter atau inner child kita. Contohnya, saat kecil kamu pernah mengalami kejadian memalukan, misalnya dihukum oleh gurumu maka kamu akan tumbuh menjadi sosok yang kurang percaya diri.
Cara Mengatasi Inner Child yang Terluka
Setelah mengetahui penyebab Inner Child terluka, kita perlu mengetahui bagaimanakah cara mengatasinya? Berdamai dengan Inner Child. Berikut adalah cara untuk berdamai dengan inner child (Dewi, 2020):
Kita perlu belajar untuk menghargai keinginan hati kecil, agar inner child kita tidak merasa diabaikan dan membuatnya percaya bahwa kita akan selalu mendukungnya dan ada bersamanya.
Memahami dan menyadari bahwa kita pernah terluka. Apabila diri kita sendiri tidak mau menerima bahwa kita pernah terluka, maka tentu ada kesulitan untuk berdamai dengan inner child kita.
Mengakui dan menerima emosi/perasaan yang ada dengan jujur. Saat kita berhasil berdamai dengan perasaan terburuk kita, kita akan mampu menerima diri kita secara utuh.
Pada akhirnya, inner child adalah bagian dari diri kita dalam ketidaksadaran (unconsciousness) yang direpresi atau ditekan, sehingga tanpa sadar terbawa sampai kita tumbuh menjadi dewasa. Inner child yang terluka perlu untuk ditangani agar tidak mengganggu cara bagaimana kita bertindak, bertingkah laku, dan berinteraksi dengan orang lain. Dengan menerima bahwa ada bagian dari diri kita yang berupa sosok kecil, berarti kita menerima diri kita apa adanya.
Referensi:
Blomfield, O. H. D. (1993, Maret). The Essentials of Psychoanalysis. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry, 27(1), 86-100.
Brennan, J. F. (2012). History and System of Psychology. Rajawali Pers.
Dewi, M. S. (2020, September 30). Inner Child, Cobalah Berdamai Dengannya. Gensindo. https://gensindo.sindonews.com/read/181636/700/inner-child-cobalah-berdamai-dengan nya-1601467785
Diamond, S. A. (2008, Juni 7). Essential Secrets of Psychotherapy: The Inner Child. Psychology Today.
Harley, M. (2017, Juni 19). How To Heal And Re-parent Your Inner Child. Lifelabs. https://lifelabs.psychologies.co.uk/posts/17933-how-to-heal-and-re-parent-your-inner-child
Hoffman, L. (2010). One hundred years after Sigmund Freud's lectures in America: towards an integration of psychoanalytic theories and techniques within psychiatry. History of Psychiatry, 21(4), 455-470.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI