Bulan Ramadhan 1441 Hijriyah yang bertepatan di masa-masa sulit dampak Pandemi COVID-19 (Corona Virus Disesae-2019) yang menginvasi seluruh wilayah yang ada di dunia, khususnya Indonesia, bagai rasa air laut yang tak asin lagi, apabila tradisi mudik atau pulang kampung, ntah versi KBBI atau Presiden Jokowi yang sedang viral itu, sangatlah mempengaruhi kondisi para perantau, lebih-lebih mahasiswa yang sekarang masih berada di tanah rantau tempat mereka mengenyam pendidikan formal itu, serta para pekerja yang terpaksa menahan diri walaupun sudah tidak ada lagi pekerjaan, jangankan gaji ke-13 atau segala bonus ala THR (Tunjangan Hari Raya), harapan untuk hidup tetap melanjutkan ikatan pekerjaan dengan bosnya di tanah rantau saja sangat kecil.
Mudik, yang artinya mulih atau pulang, dan udik, atau kampung halaman, desa, atau mungkin asal para perantau. Mudik yang ini versi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaa, Kawan. Beda lagi dengan definisi ala Presiden kita, Pak Jokowi pernah menuturkan saat diwawancarai oleh salah satu media, beliau mengatakan bahwa mudik berbeda dengan pulang kampung. Sempat terbersit pertanyaan, “Apa bedanya dong, Pak?”, “Ya beda, kalau mudik itu waktu hari raya saja”, itulah keterangan lanjutan yang sempat Saya dengar ketika tidak sengaja men-scroll timeline Instagram saya.
Mengapa Saya singgung kedua pargaraf diatas dengan menyebutkan Presiden kita ? Saya mengajak para pembaca yang mungkin sekarang sedang rebahan di rumah aja selama quarantine day dua bulan terakhir ini untuk mengulik sedikit banyaknya kebijakan pemerintah tentang bagaimana menyikapi protokol physical distancing yang dibarengi dengan pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang makin hari diteriaki oleh pro kontra akan pemberlakuannya bahkan isu-isu terkait halnya PSBB yang di beberapa wilayah dimungkinkan untuk diperpanjang atau dihapus saja, dengan pergantian hari demi hari di Bulan Ramadhan yang semakin dekat dengan Hari Raya Idul Fitri, sangat pas apabila menjadi momentum untuk mudik atau pulang kampung, yang masih bingung silahkan tanya Bapak Jokowi saja!
Beberapa isu terkait mudik, dalam hal ini pulang kampung saat hari raya, duh kok manut definisi Bapak Jokowi terus yaa? Haha, Yuk lanjut! Mudik di tahun ini santer diberitakan diperbolehkan, seiring dengan berita-berita yang sempat Saya ikuti, yang redaksinya menghantarkan persepsi bahwa mudik di tahun ini diperbolehkan, hal itu santer membuat teman-teman saya yang saat ini masih berada di Jember sedikit gembira, apalagi Pak Menhub, Budi Karya Sumadi mengizinkan moda transportasi kembali berjalan pada tanggal 10 Mei 2020 kemarin, baik bus, kereta api, maupun angkutan umum yang lain.
Tidak diketahui awalnya, apa motivasi Pak Menhub, karena banyak masyarakat yang saat ini mematuhi protokol kesehatan, baik anjuran social dan physical distancing merasa heran. Bagaimanakah sebenarnya kebijakan pemerintah ini, kok agak slindru menurut beberapa argumen yang telah Saya kelola beberapa waktu yang lalu, anggapan bahwa kebijakan tentang mudik ini seperti pagi-dele sore-tempe kesannya, artinya pemerintah disini tidak konsisten untuk menjalankan apa yang kemarin sudah disepakati sebagai upaya pencegahan pagebluk yang tak kunjung reda ini.
Dan, akhir yang mengejutkan. Ekspektasi yang awalnya menggembirakan, namun akhirnya membuat bimbang untuk pulang kembali dirasakan oleh para perantau, khususnya mahasiswa yang saat ini ada di tanah rantau maupun pekerja yang sedang menganggur di perantauan.
Pada akhirnya, sebuah tagline (SALAH! WARGA TETAP DILARANG UNTUK MUDIK) menjadi jawaban yang sudah fix bagi siapa saja yang hendak kembali ke kampung halaman demi bertemu keluarga.
Tagline yang santer digaungkan dalam Hoax Buster Gugus Tugas COVID-19 itu merupakan sebuah klimaks untuk isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan mengenai mudik atau pulang kampung, kendatipun demikian, masyarakat juga harusnya sadar bahwa mudik mampu mengurangi intensitas tertibnya akan protokol kesehatan yang ada.
Di samping itu, Kementerian Perhubungan sedang menggodok Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tahun 2020, yang nantinya akan mengatur siapa saja yang dapat berkesempatan melakukan perjalanan mudik, atau pergi ke luar kota dengn beberapa alasan yang logis dan dapat disesuaikan serta ditolerir terkait alasan dan kepentingan perjalanannya. Selanjutnya, ada kriteria yang dalam Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 yang akan disesuaikan dengan amanat Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 dan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020.
Dilansir dari wawancara Menhub Budi Karya Sumadi, Pemudik lintas kota yang diizinkan untuk melakukan perjalanan sesuai mandat diatas adalah orang yang bekerja pada pelayanan bidang pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum, kesehatan, kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, fungsi ekonomi, hinnga percepatan penanganan Covid-19.
Kedua, pasien yang membutuhkan penanganan medis.Kemudian, pemerintah juga memperbolehkan masyarakat dengan kepentingan mendesak untuk pulang kampung. Dimungkinkan kepada orang-orang berkebutuhan khusus, sebagai contoh ada orang tua yang sakit, atau ada anak yang akan menikah.