Tahun 2018 menjadi tahun yang penuh duka bagi Indonesia. Bagaimana tidak? Rentetan bencana alama bergantian menghantam bumi pertiwi dan hanya menyisakan kerusakan dan duka bagi orang yang ditinggalkan.Â
Mulai dari Tsunami di Palu, gempa di Lombok, hingga yang baru baru ini melanda adalah tsunami di selat sunda. Bencana alam tersebut memang pada dasarnya tidak dapat diprediksi jauh hari ataupun dicegah.Â
Banyak factor alam yang dapat menyebabkan bencana alam tersebut terjadi. Namnu, terjadinya bencana tersebut seharusnya dapat diperingatkan sejak dini ketika terdapat tanda-tanda akan terjadi. Pemerintah melalui BMKG telah berusaha untuk mengurangi korban jiwa dengan memberikan peringatan dini terjadinya bencana.Â
Pemerintah juga sudah memasang alat-alat pendeteksi tanda-tanda akan terjadinya bencana alam di tempat-tempat yang rawan terjadi bencana. Akan tetapi, hal tersebut terlihat sia-sia dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Bukan, karena alatnya yang tidak berfungsi dengan baik, akan tetapi alat tersebut dicuri oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Dampaknya banyak bencana alam yang tidak dapat diditeksi secara cepat. Sehingga, menelan banyak korban jiwa.
Tsunami di selat sunda memberikan pelajaran berharga bagi kita untuk menjaga agar alat-alat pendeteksi bencana alam tidak dicuri. Karena, bencana tersebut datang secara tiba-tiba tanpa ada peringatan apapun.Â
Pemerintah dalam hal ini tidak dapat berbuat banyak, karena mereka tidak mendapatkan data akan terjadinya bencana akibat alat yang hilang. Berbeda dengan negara jepang yang memiliki penanganan bencana yang canggih dan bekerja dengan baik. Masyarakat jepang sudah sadar betul akan bencana yang mengintai mereka sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik dengan pemerintah dalam peringatan dini bencana alam.
Indonesia dan Jepang merupakan negara kepulauan yang berada padan jalur cincin api yang memiliki ancaman bencana Tsunami yang besar. Tsunami berasal dari Bahasa Jepang yang berarti gelombang di pelabuhan, karena gelombang besar dari lautan yang datang secara tiba-tiba.Â
Tsunami disebabkan oleh adanya gempa di dasar laut baik disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik ataupun adanya erupsi gunung bawah laut yang mengakibatkan gempa vulkanik. Selain itu, Tsunami juga dapat disebabkan oleh adanya patahan pada dasar laut.
Karena Tsunami datang secara tiba-tiba, negara yang berada pada jalur cincin api harus waspada dan siap saga setiap saat untuk mengantisipasi bencana ini. Indonesia sendiri telah memasang buoy, sensor untuk mendeteksi ketinggian gelombang dan teknanan di dasar laut yang diletakkan di lepas pantai.Â
Namun, sejak tahun 2012 buoy tersebut tidak dapat berfungsi dan sebagian hilang. Indonesia setidaknya memiliki 22 unit buoy yang merupakan hibah dari Amerika, Malaysia, dan Jerman.Â
Unit buoy yang tidak berfungsi karena tidak ada dana untuk pemeliharaan dan pembelian unit baru. Menurut Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT dibutuhkan dana sekitar Rp 20 Milyar untuk pemasangan 20 unit buoy dan Rp 10 Milyar untuk perawatan selama 80 hari. Akan tetapi, tidak ada dana yang dianggarkan untuk buoy ini sehingga akibatnya buoy tidak ada satupun yang beroperasi.
Selama ini BMKG hanya menggunakan simulasi dengan sekitar 18000 skenario untuk memperkirakan terjadinya Tsunami. Metode ini tidak dapat merespon dengan cepat perubahan yang ada.Â
Pada Desember 2017 terjadi guncangan yang dirasakan oleh warga di pesisir selatan Jawa dan di Pangnadaran diumumkan peringatan dini Tsunami. Peringatan tersebut berlangsung selama kurang lebih tiga jam tanpa terjadinya Tsunami. Tanpa adanya buoy, BMKG tidak dapat memberikan peringatan yang cepat dan actual. Seperti yang terjadi pada Tsunami di selat sunda terjadi tiba-tiba tanpa adanya peringatan.
Mitigasi bencana masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah agar tidak menelan korban jiwa yang banyak. Kita sebagai masyarakat juga harus turut membantu dalam menjaga alat-alat deteksi bencana agar tidak rusak dan tidak dicuri.Â
Sudah saatnya Indonesia memiliki pusat penelitian untuk alat-alat deteksi bencana agar tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan luar negeri. Dengan demikian potensi bencana yang ada dapat diprediksi dan mengurangi korban jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H