Mohon tunggu...
Aminuddin
Aminuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis purna
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama : Aminuddin TTL : Plaju, 30 Desembe 1961 Pendidikan : S1 UIN Raden Fatah Palembang GO-PAY: +6289506920230

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bertekad Harus Ada Perubahan

13 April 2022   12:21 Diperbarui: 13 April 2022   12:38 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meneladani Sifat Rasulullah SAW

Bertekad Harus Ada Perubahan
Oleh aminuddin

MASIH banyak dari orang zaman sekarang tidak punya rasa malu. Mengaku menyayangi dan mencintai Nabi Muhammad SAW tapi sifat dan perbuatannya jauh pangggang dari api.

Memiliki anak ditelantarkan. Isteri yang seharusnya diperlakukan dengan baik malah dihinakan. Hampir setiap hari kita saksikan lewat layar kaca betapa banyak kaum perempuan dilecehkan.

Mereka diperkosa, bahkan diperdagangkan dan menjadi pemuas nafsu lelaki hidung belang.

Bukan sebatas itu. Setelah berumah tangga, banyak dari kaum wanita mengalami KDRT. Jadi santapan empuk suami. Main tangan, pukul dan main tendang.

Isteri dianggap pelampiasan kemarahan. Apa yang terjadi di kantor, jika ada masalah, dibawa pulang ke rumah.

Isteri pun kerap menjadi sasaran. Terkadang,karena hal-hal  sepele, justru kita bikin tidak sepele yang ujung-ujungnya terjadi kekerasan dan digugat cerai.

Rasulullah SW tidaklah demikian. Beliau sangat menyayangi isterinya. Beliau memuliakannya dan tak pernah sekalipun beliau memukulnya.

Juga kepada anak-anak dan orangtua. Beliau sangat menyayanginya. Beliau sangat dekat dengan anak-anak. Beliau memang sangat mencintai dan mengasihi mereka.

Kepada orang tua dan orang yang lebih tua beliau sangat hormat. Diperlakukan secara secara baik dan benar. Tak pernah beliau berkata kasar dan menyakitkan. Apalagi sampai menghardik dan mengusir mereka.

Tidak berbanding lurus seperti sekarang ini. Banyak dari kita tidak lagi menghormati orangtua. Terhadap orang yang lebih tua apalagi. Kita anggap mereka sudah ada pada dunia dan  dimensi lain.

Yang lebih menyedihkan lagi banyak dari kita yang belum memiliki sifat jujur. Kejujuran adalah sesuatu yang langka.

Salah satu contohnya adalah berdagang. Kita masih banyak menemukan pedagang yang tidak jujur. Barang bekas dikatakan bagus. Bahkan kita menjualnya dengan harga yang tinggi.

Belum lagi 'perang' antar pedagang. Pedagang besar 'menghantam' pedagang kecil. Akibatnya banyak dari pedagang kecil gulung tikar.

Kejujuran hanya sebatas di mulut saja. Tidak lebih. Di mana-mana kita mengaku jujur seperti halnya Rasulullah SAW yang memiliki sifat jujur.

Kita katakan salah satu kunci sukses beliau berdagang adalah jujur.

Kenyataannya kita sendiri masih jauh dari jujur. Di berbagai kesempatan, jika ada peluang untuk tidak jujur, kita sering melakukannya dan menjadi hobi dan gaya hidup tersendiri.

Rasulullah SAW dikenal sebagai pekerja keras. Semasa muda beliau sudah terbiasa menggembalakan kambing dan itu dilakukan dengan penuh rasa ikhlas.

Sementara kita, sampai detik ini, lebih banyak 'bermalas-malasan' dan berkeluh kesah. Saling salah menyalahkan dan ujung-ujungnya berantem dan bikin gaduh.

Kita tak punya mental baja. Ulet dan mandiri. Yang kita punya justru mental tempe dan serba ketergantungan.

Tak kuat menerima cobaa. Terkadang masalah yang kecil saja kita tak mampu mengatasinya. Membuat kita pusing tujuh keliling. Apalagi masalah besar.

Kita lebih banyak bersantai. Hidup ya hidup, santai tetap jalan. Hidup ini kita anggap tempat bersantai. Malah, setelah menikah pun, kita masih bersantai.

Ironisnya, sudah santai pelit pula. Jangan kan mau berinfak ke masjid, menolong orang yang membutuhkan pertolongan saja kita tak mau.

Kita timbun harta sebanyak-banyaknya. Tidak peduli banyak saudara-saudara kita di sana yang menangis karena kelaparan. Hidup susah dan dihimpit kemelaratan.

Di banyak tempat mereka selalu berharap ada ketukan kasih sayang dan peduli dengan sesama agar tetap optimis melanjutkan hidup di hari esok.

Sifat dermawan tidak kita miliki. Kita lebih memilih kikir. Kita menganggap dermawan itu menguntungkan orang lain, kita tidak. Kita menganggap kedermawanan itu hanya menghambur-hamburkan uang dan harta.

Lebih menyakitkan lagi, kita anggap mereka sebagai biang kejorokan dan kekumuhan. Bikin onar dan terjadinya tindak kejahatan.

Mari, mulai detik ini kta bertekad untuk meneladani sifat-sifat Rasulullah SAW, seperti pekerja keras, jujur, memuliakan perempuan, menyayangi anak, orangtua dan mereka yang lebih tua serta dengan suka rela mau membantu sesama.

Semoga kita menjadi umatnya yang tetap berada di jalan lurus dan diridhai-Nya.

Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun