"Betul tidak, atau betul-betulan saja tidak?" Tanyadu Lia nyurilanko Iyem. Susurilan-susurilanan.
"Betul Lia. Mana mungkin aku bohong ..." Â Â
"Mulutmu boleh kau bilang tidak. Tapi dari caramu bicara dan memandang Pak Pogat itu yang membuat kami menaruh curiga," torang Iyem.
"Curiga gimana?" Atun ngahodakko nginum es teh mamisna. Ya panasaran rik umungan Iyem sangarobok ho.
"Menurutku, ini menurutku ya Tun," cawadu Tuti, "Kamu itu suka sama Pak Pogat."
"Enggak ah ..." Atun totop mak ngaku kintu ya goring rik Mang Pogat.
"Oke ... sekarang ini apa yang harus kami lakukan Tun?"  Lia mak kolu ngaliyak  Atun pocak hun bingung.
"Enggak tahulah Lia. Yang jelas, aku sudah minta maaf. Tapi karena isteri Pak Pogat kayaknya enggak serius terima permaafanku, ya sudah."
"Ya sudah. Sabar ya," cak Tuti ngajak nganik gado-gado rik kampolang iwak balido.
Lantas, tidipa Mang Pogat kitaja?
Iya kilu ijin ngariki-i anggomanna lapah tipasar. Kok pandok ibi juk sija api lokok bukak pasar? Lokokda. Mihya pasarna layonda pasar pok kita biaso amboli iwak, daging rik sai barih kamona, tapi kios anjual buah-buahan.