Rita ngatur hongas sangarobok. Radusina ya bucurita sabonorna. Mang Pogat, Atun rik Mang Manggut, tomakninah andongi.
Tiyan toluja makkung ngomentari. Lokok andongiko api sobab Rita suya. Ruwa monit bucurita, ompai pacak panyobab sabonorna.
Supaya mak biyak kabolah, Mang Manggut  ngonjuk kasompatan Atun bucurita munih. Api sobab ya turuk Mang Pogat lapah, bakdu kapingin luwah jak kantor sakalian ngaliyak caradu Mang Pogat bugawe di lapangan.
"Cuma itu saja dari saya Pak Manggut," torang Atun. Makkung barani ngaliyak pudak Rita sai lokok cambiyut.
"Kamu sendiri bagaimana Pak Pogat?"
"Saya tidak punya maksup apa-apa Pak. Saya mengajak Atun karena dia ingin melihat cara kerja saya di lapangan. Mulanya saya sempat keberatan. Bukan apa-apa. Mengajak perempuan yang jarang ke luar kantor selain belanja dan pulang, repot juga. Tapi, setelah saya pikir-pikir, tak ada salahnya juga dia ikut saya. Mana tahu dia ingin seperti saya nantinya."
Rito lokok panas. Atun kilu maaf, mak disurilankona. Atun cawa, ya icak-icak rokob. Atun luwah, ya cawa rik Mang Manggut.
"Saya mohon Pak. Tolong dia jangan ikut suami saya lagi," jolas Rita.
"Baik Bu. Nanti saya sampaikan kepada beliau dan semua temannya di sini. Eeeem, tapi Bu ..."
"Tapi kenapa Pak? Bapak keberatankah?"
"Bukan, bukan begitu Bu. Ini kan perusahaan. Ada satu waktu, Pak Pogat suami ibu perlu ditemani. Seperti ibu lihat, selain saya, tak ada karyawan laki-laki disini. Jadi saya mohon ibu bisa memakluminya," jolas Mang Manggut.