Mari coba kita lihat dari kedua sisi, sisi pejabat publik dan dari sisi publik.
Kebijakan Publik
Sebagaimana banyak diungkap oleh para ahli, kebijakan publik adalah apa yang akan dilakukan atau tidak akan dilakukan oleh pejabat publik, dalam hal ini pemerintah melalui Kemendikbud.
Wacana yang mencuat jelas menunjukkan bahwa pemerintah punya rencana untuk tidak lagi mewajibkan siswa SMA belajar sejarah secara mendalam. Rencana itu terbaca dari pernyataan "masih dikaji".Â
Pernyataan masih dikaji mengandung makna dilakukannya evaluasi terhadap manfaat dan mudarat dari rencana itu. Menghapus Pelajaran Sejarah atau tidak mewajibkannya lagi apakah akan membawa manfaat atau justru menghadirkan kerugian?
Ketika pernyataan atau pertanyaan itu muncul maka simpulan sementara yang dapat ditarik adalah manfaat Pelajaran Sejarah dipertanyakan oleh otoritas yang selama ini menyelenggarakannya.Â
Kalau bukan berangkat dari ketidaktahuan, pertanyaan biasanya berangkat dari keraguan. Pemerintah akan mengkaji artinya pemerintah sendiri berangkat dari keraguan akan manfaat Pelajaran Sejarah dalam pendidikan atau justru tidak tahu manfaatnya!
Pemikiran untuk tidak mewajibkan Pelajaran Sejarah sebenarnya cukup mengejutkan dalam konteks negara yang terus atau sedang memperkuat identitas kebangsaannya.Â
Kalangan yang sinis bahkan selama ini memandang bahwa Pelajaran Sejarah adalah pintu masuk yang legal untuk melakukan indoktrinasi ideologi penguasa.Â
Pelajaran Sejarah menyediakan ruang yang konstitusional untuk melanggengkan hegemoni kekuasaan dengan membentuk pola pikir generasi muda memandang negara yang karenanya dapat disusupi dengan penanaman faham bahwa negara identik dengan penguasa.Â