Sekalipun perbuatan bajak laut normatifnya disebut sebagai tindakan kriminal dan pelakunya layak disebut kriminal, nyatanya banyak tokoh bajak laut yang justru dianggap sebagai model, meski diam-diam. Kapten Barbossa atau Jack Sparrow dalam Pirates of the Carribean tidak jelas diposisikan sebagai penjahat atau petualang.
Ditandatanganinya Perjanjian Bungayya oleh Sultan Hasanuddin yang berarti mengakui hegemoni Belanda dalam aktiftas perdagangan dan maritim kawasan Timur Nusantara pada masa itu, tidak sepenuhnya diterima oleh rakyat Gowa terlebih di kalangan bangsawannya. Berlayarlah Karaeng Galesong bersama pengikut setianya meninggalkan Gowa dengan balutan rasa "Siri na Pacce" atau harga diri yang terluka. Beliau kemudian bergabung dengan Trunojoyo di Madura dan menyasar armada dagang Belanda yang hilir mudik antara Kawasan Timur dan Batavia membawa komoditi dagang berharga. Aktifitas apa lagi kalau bukan menyerang kapal Belanda dan merampas muatannya yang berharga!
Dengan menggunakan jawaban Si Bajak Laut dalam dialog dengan Iskandar Agung di atas, maka dalam pandangan Karaeng Galesong, Belanda juga sebenarnya penjarah yang membajak sumber daya Nusantara. Pada sisi lain Belanda yang merasa memiliki legitimasi memandang Karaeng Galesong lah yang merupakan bajak laut.
Dalam perspektif sejarah, siapakah Bajak Laut memang sering menjadi perdebatan. Seorang bajak laut bagi satu negara bisa saja seorang penjelajah atau pahlawan bagi negara lain, yang diutus oleh seorang raja untuk menaklukkan daratan atau wilayah baru. Kalau penduduk asli Amerika ditanya pendapat mereka terhadap penjelajah Spanyol dan Portugis yang mendarat di Dunia Baru itu, tidakkah Spanyol dan Portugis itu juga sebenarnya juga dapat dikategorikan sebagai Bajak Laut yang merampas tanah bangsa lain?
Label apa yang kita berikan kepada seorang Cornelis de Houtman yang mendaratkan kakinya di Banten di tahun 1596 dulu? Yang jelas dia tidak membawa surat pengantar resmi, apalagi Surat Perintah Perjalanan Dinas seperti ASN dan anggota DPR sekarang, untuk diserahkan kepada penguasa setempat yang menyebutkan yang bersangkutan datang dalam rangka tujuan tertentu.
Bagi penduduk Nusantara, dan Indonesia kemudian, kedatangan Cornelis de Houtmann adalah awal dari suatu periode yang penuh duka dan air mata. Tapi bagi Tuan 12 yang menjadi pemilik/pemegang saham Serikat Dagang Hindia Belanda (VOC) nun jauh di Amsterdaam, keberhasilan Cornelis de Houtmann adalah awal dan pembuka jalan periode kejayaan dan kemakmuran.
Perbedaan cara menilai rupanya timbul dan berkembang dipengaruhi oleh situasi di laut yang menjadi penghubung satu wilayah dengan wilayah lain. Peneguhan identitas hanya dimungkinkan apabila pelaut mampu mencapai daratan. Seperti apa hubungan antar daratan yang dijembatani oleh pelaut atau para petualang seperti itulah identitas yang diberikan kepada penyintas laut.
A.B. Lapian, maestro sejarah maritim Asia Tenggara, memberikan klasifikasi yang sangat berguna untuk mengidentifikasi mereka yang berjuang di laut. Apabila kelompok pelaut tersebut masih berukuran kecil dan aktifitasnya hanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan memanfaatkan hasil alam dari laut, Lapian mengelompokkannya sebagai Orang Laut. Kelompok inilah yang sampai hari ini lekat dengan Suku Bajo yang tersebar di perairan Aisia Tenggara.
Apabila Orang Laut berhasil meningkatkan kekuatan dan jumlah anggotanya, dengan peneguhan organisasi kelompoknya mereka akan naik tingkat menjadi Bajak Laut. Kekuatan yang dimiliki memampukan mereka untuk mengukur kekuatan setiap armada yang lewat dan apabila memungkinkan tanpa ragu mereka akan menyerang dan merampas harta benda yang ada.
Kriminal? Sulit mengatakan tindakan mereka pada masa itu sebagai kriminal karena penegakan hukum di laut relatif tidak seperti di darat. Kalau tidak ada pihak yang mampu memaksakan kekuatan secara kontinu dan memutuskan sesuatu tindakan tertentu di laut, maka dasar apa yang bisa dijadikan rujukan penilaian kriminal atau tidaknya?
Beberapa kejadian "bajak laut" yang menyerang sampai ke daratan dan merampas harta benda bahkan penduduk setempat untuk dijadikan budak banyak tercatat dalam sejarah Nusantara di abad 17 sampai abad 18. Dan perdagangan budak merupakan bisnis yang cukup banyak dilakukan oleh para raja-raja Nusantara masa itu dan menguntungkan.