Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Topeng di Balik Wajah

5 Mei 2020   22:04 Diperbarui: 7 Mei 2020   04:51 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan dengan masker di kereta (Photo by Anna Shvets from Pexels)

Terasa terlalu jauh kalau kita mengartikan identitas hanya sebagai nama, alamat, jenis kelamin dan semua atribut data pribadi yang terekam secara administratif dalam KTP atau KK.

Namun jangan lupa konsep identitas sebenarnya secara filosofi adalah cara menentukan perbedaan atau kemiripan di antara dua entitas. Dalam bentuk yang lebih praktis identitas dibedakan menjadi dua yaitu cara menginformasikan diri dan secara nomimalnya sebagai serangkaian atribut yang dilekatkan oleh masyarakat kepada seseorang.

Dengan menggunakan kedua pengertian tersebut maka kita dapat memaklumi bahwa dalam situasi pandemi seperti sekarang atribusi dari lingkungan atau masyarakat lah yang lebih menentukan ruang gerak kita. 

Apa boleh buat, identitas yang dibutuhkan lingkungan adalah perasaan kesamaan sikap menghadapi pagebluk yang diartikulasikan dalam bentuk masker.

Masker anda atau topeng saya yang terbuat dari kain dan berpengikat itu lah atribut yang lebih penting dibanding polesan make up atau wajah klimis apalagi pakaian yang melekat di badan.

Apakah ini bentuk lain dari social distancing? Kalau secara fisik sejauh ini kita sudah berusaha menjaga jarak (physical distancing), rupanya dalam interaksi sosial setiap kita kini memerlukan atribut baru atau harus menggunakan identitas baru yang disimbolkan melalui masker. 

Pada titik ini maka penggunaan makna dari topeng atau kedok rasanya lebih pas, karena wajah yang kita tampilkan kepada publik bukanlah wajah kita yang apa adanya. 

Wajah tampan, cantik dengan kulit halus atau dihiasi janggut lebat yang adalah wajah asli kita kini harus ditutupi dengan sehelai kain untuk meneguhkan identitas yang dapat diterima di lingkungan terdekat kita. Tepat dengan arti kata topeng atau kedok yaitu menutup wajah dan identitas sebenarnya.

Jangan lupa bahwa berbahasa tidak selalu dengan kata-kata, simbol juga bagian dari bahasa sehingga penutup wajah kita sebenarnya juga adalah bagian dari cara berbahasa dengan penggunaan sebentuk simbol bernama masker. 

Pesan dari masker adalah saya bagian dari komunitas yang peduli dengan pembendungan penyebarluasan corona, maka terimalah saya di lingkungan ini, biarkanlah saya melintasi portal ujung gang perumahan.

Ternyata corona tidak hanya membuat individu berada dalam kecemasan dan ketakutan tapi juga memaksa kita untuk mengukur dan menilai kembali cara mengenali siapa sesama kita, paling tidak selama masa pandemi.

Selepas pandemi ini kelak mudah-mudahan kita mendapat pengayaan untuk lebih mengenali siapa yang bertopeng sementara dan siapa yang selalu bertopeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun