Seketika pandemi jenis lain atau kerentanan sosial lain muncul kelompok ini akan kembali teridentifikasi sebagai penerima bantuan sosial. Siklus berulang yang mungkin hanya berganti identitas siapa penerima bantuan dan siapa yang mendapat giliran sebagai pemberi bantuan.
Kelompok kedua penerima bantuan sosial kita termasuk kelompok sedikit yang terpaksa harus mengakhiri hidup karena imun yang tidak cukup kuat menopang keberlanjutan hidupnya. Imunitas individu karena asupan gizi dan kualitas hidup yang rendah tidak cukup kalau hanya dikembalikan kepada takdir atau faktor usia.
Faktor takdir kita kesampingkan dulu dan gunakan ukuran yang lebih kuantitatif yaitu Usia Harapan Hidup (life expectancy).
Situs worldometers.info menempatkan negara kita di peringkat 121 dari 191 negara dalam daftar dan data harapan hidup negara-negara di dunia.
Sebagai warga dari sebuah negara, kita di Indonesia tercinta ini memiliki usia harapan hidup rata-rata 72,32 tahun dan lebih rendah dari harapan hidup penduduk Korea Utara yaitu 72,89 tahun (peringkat 114)Â
Harapan hidup anda lebih tinggi menjadi 74,64 kalau anda kerjenis kelamin perempuan, tapi kalau anda berjenis kelamin laki-laki maka harapan hidup anda menurun menjadi hanya 70,12 tahun.
Data di atas menunjukkan bahkan Korea Utara yang selama ini kita nilai terbelakang, terisolir dan sangat tidak demokratis justru memiliki harapan hidup yang lebih baik.Â
Penduduk perempuan di Korea Utara memiliki harapan hidup 76,37 tahun sedangkan penduduk laki-lakinya memiliki harapan hidup sampai 69,12 tahun. Â
Ya, laki-laki di Indonesia lebih beruntung dibanding di Korea Utara, namun tidak untuk perempuannya yang berselisih satu tahun setengah. Saya tidak menggunakan data BPS karena publikasi terakhir mereka masih menggunakan angka tahun 2018.
Indikator angka harapan hidup sering digunakan dalam perumusan kebijakan untuk melihat dampak dari pembangunan di bidang kesehatan dan sosial yang telah dlaksanakan di masa lalu dan dengan asumsi bahwa kondisi dan kebijakan ke depan tidak ektrim berubah maka diperoleh angka prediksi tersebut. Â
Tentu saja angka ini tidak bisa banyak dipengaruhi oleh bantuan sosial yang sifatnya sesaat dan tidak terus-menerus dan karenanya penyintas pandemi hari ini masih akan menghadapi kondisi makro itu di masa depan.
Kelompok penyintas pandemi dan kita semua selayaknya mempertanyakan kembali implementasi keadilan sosial yang menjadi salah satu sila dalam Dasar Negara kita Pancasila. Tuntutan keadilan sosial yang dulu kencang kini perlahan meredup ditelan aspek teknis bernama "pendataan". Â