Kita mulai bergerak mendekati puncak paparan Covid-19. Semua provinsi sudah melaporkan kejadian Covid-19 meski pada tingkat kabupaten/kota terdapat perbedaan antara yang mencatat kejadian positif dan yang masih negatif.
Pelan-pelan wacana publik tidak lagi didominasi oleh DKI, Jawa Barat dan Jawa Timur. Ketika pada awal Anies berupaya mengangkat tingkatan isu dari sebatas DKI menjadi Jabodetabek, masih terdapat pandangan sinis dan respon negatif.Â
Namun saat langkah Gubernur DKI diikuti juga, paling tidak disepakati sisi integrasinya, oleh Jawa Barat lalu Banten dan ketika Pemerintah Pusat memposisikan diri sebagai tuan pemberi izin atau wasit, tanpa sadar ada sesuatu yang sedang diuji. Sesuatu yang bersifat kasat mata namun selalu diupayakan menyata.
Sesuatu yang saat ini sedang diuji itu adalah identitas kebangsaan.
Saat beberapa negara, yang terbukti berhasil menekan ancaman penyebaran Covid-19, mengambil langkah terpadu untuk membendung penyebaran Corona, negara kita justru menambahkan prosedur baru yaitu daerah harus mengajukan permohonan dulu kepada pemerintah pusat sekalipun Presiden sudah menyatakan kita dalam Bencana Nasional. Bencana nasional tapi penanganannya lokal dan harus dengan persetujuan Pusat sebelumnya.
Karena rezimnya adalah persetujuan, maka bisa saja langkah yang akan dilakukan daerah tidak mendapat persetujuan dari Pusat. Beda pendapat antara Anies dan Luhut adalah contohnya.Â
Penetapan langkah daerah dalam menangani penyebaran Covid-19 akan tertuang dalam sebanyak daerah otonom itu yang bisa jadi akan memiliki keragaman yang tinggi juga. Efektifkah kalau dilihat dari skala nasional?Â
Semakin banyak regulasi semakin berkuranglah keadilanÂ
kata Cicero.
Dengan melihat bentang Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dan ragam warganya, seberapa nyata ancaman Corona terhadap identitas kita berbangsa?
Mungkin kita harus mendedah kembali siapa "kita" dalam situasi pandemi ini. Implementasi pernyataan Presiden bahwa negara dalam status Bencana Nasional menyisakan pertanyaan perihal penerapannya di lapangan yaitu apakah yang dimaksud kita adalah "semua" sebagai satu bangsa atau "setiap" daerah sebagai bagian dari bangsa?